Mohon tunggu...
Alifiano Rezka Adi
Alifiano Rezka Adi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Arsitektur FT UGM Yogyakarta, yang slogannya better space better living, ayoo hidupkan ruang disekitar kita biar dunia ini lebih berwarna :DD

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penataan Kawasan Bantaran Sungai Menjadi Lebih Ekologis, Kasus Bantaran Sungai Code

22 Juni 2015   14:18 Diperbarui: 4 April 2017   17:54 6412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu lingkungan menjadi perhatian pokok dalam menyelesaikan permasalahan di lingkungan bantaran sungai Code. Hal ini karena kondisi tepian sungai yang sudah tidak kondusif dengan permukiman yang menghilangkan sempadan sungai, kumuh dan kotor dengan banyaknya tumpukan sampah, dan permukiman padat yang mengorbankan ruang publik dan area hijau. Kondisi seperti ini tentu banyak ditemukan juga di beberapa permukiman bantaran sungai di daerah lain, dan isunya pun serupa, sempadan sungai yang hilang dan minimnya ruang terbuka hijau publik.

Jika menilik sepintas tentang desain-desain kawasan tepian air(waterfront) di luar negeri, dapat ditemukan bahwa kawasan-kawasan tersebut mengoptimalkan kawasan tepian sungai untuk ruang terbuka hijau yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas sosial. Contoh tersebut misalnya terdapat di desain masterplan Punggol Waterfront di Singapura. Kawasan tepian air ini mengoptimalisasikan kawasan tepian sungai untuk RTH publik dan menciptakan ruag-ruang terbuka yang terintegrasi dengan ruang-ruang hunian dalam kompleks tersebut.

Optimalisasi ruang sempadan sungai dapat tercapai hanya dengan cara merelokasi hunian-hunian yang berada di area sempadan sungai saat ini. Selain hunian tersebut tidak legal karena menutup area sempadan, juga beresiko terhadap bencana banjir luapan sungai ataupun lahar dingin gunung merapi yang sewaktu-waktu mungkin terjadi. Relokasi hunian yang dimaksud adalah kearah hunian vertikal untuk mengatasi isu kepadatan yang sangat lekat dengan lingkungan bantaran sungai ini.

Isu Kepadatan

Isu kepadatan di kawasan bantaran sungai tidak kalah memusingkan dengan isu lingkungan yang telah dibahas sebelumnya. Kepadatan permukiman bantaran sungai sudah terbentuk sejak dari dulu dan secara turun-temurun.  Lingkungan yang sudah terlanjur terbentuk lama tersebut menjadi semakin sulit untuk ditata ulang ataupun direlokasi. Sudah dapat dipastikan akan terjadi komplain secara masif dari masyarakat setempat terkait dengan rencana penataan ulang dan relokasi hunian di bantaran sungai Code. Meskipun begitu, masyarakat perlu disosialisasikan dan diberi pemahaman bahwa program hunian vertikal atau rumah susun sebenarnya menjadi solusi bagi kehidupan mereka kedepannya.

Rumah susun dinilai dapat menyelesaikan berbagai masalah sekaligus dalam satu waktu, seperti masalah kebutuhan hunian, kepadatan, ruang terbuka, dan kebersihan lingkungan. Bahkan dalam perkembangannya, fasilitas-fasilitas komersial ataupun edukasi dapat diintegrasikan dengan ruang-ruang rumah susun secara vertikal, sehingga dapat mendasari terbentuknya konsep kampung vertikal, tidak sebatas hunian vertikal saja. Integrasi dengan fasilitas-fasilitas lain secara vertikal sebenarnya sudah banyak diterapkan pada kawasan-kawasan mixed-use development untuk mengkonsentrasikan kegiatan dan aktivitas dalam satu area. Dengan begitu mobilisasi dan kepadatan lingkungan dapat lebih terkontrol.

Transportasi dan lalulintas di sekitar kawasan tidak bisa diabaikan begitu saja karena sangat terkait dengan kepadatan kawasan. Rencana pembangunan hunian-hunian vertikal akan membentuk pola mobilitas dan kepadatan yang baru sehingga memerlukan pengaturan sirkulasi kendaraan yang terencana. Bila tidak terencana dengan baik, kepadatan hunian mungkin dapat dikurangi, namun jalanan dan lalulintas sekitar tetap padat dan macet sehingga tidak cukup memberikan progres penataan kawasan secara optimal. Rencana pembangunan monorail di sepanjang tepian sungai Code perlu ditanggapi secara positif. Media transportasi publik ini dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang bersirkulasi dan mengurangi kemacetan di jalan raya. Terlebih jalur monorail tersebut dapat terintegrasi dengan hunian-hunian vertikal bantaran sungai sehingga memudahkan warga dalam mengakses transportasi publik tersebut. Hal seperti ini bukan mustahil untuk direalisasikan bila terjadi komitmen dan dukungan positif semua pihak termasuk warga bantaran sungai.

Selain itu, isu kepadatan juga menyangkut fasilitas-fasilitas di sekitar permukiman padat bantaran sungai. Kawasan bantaran sungai Code di pusat kota Jogja juga berbatasan dengan jalan raya sehingga area komersial memadati kawasan ini, menutup area permukiman bantaran sungai, dan menambah padat jalan sekitar permukiman karena parkir-parkir kendaraan memadati jalan raya yang ada. Penataan hunian yang sudah rapi terasa kurang berarti jika jalanan sekitar tetap semrawut. Penataan komersial seharusnya dapat lebih diintegrasikan dengan kompleks hunian rumah susun yang direncanakan. Fasilitas khusus untuk parkir kendaraan juga dapat ditambahkan dalam proyek penataan kawasan bantaran sungai. Bangunan parkir secara vertikal dapat mewadahi kebutuhan parkir area komersial yang ada sekarang, namun juga dapat dimanfaatkan untuk parkir penghuni rumah susun sehingga efisien secara tata ruang. Gagasan yang mengintegrasikan fasilitas umum dan komersial akan meningkatkan kualitas ekologis lingkungan bantaran sungai, mengontrol kepadatan yang ada, dan memberdayakan masyarakat lokal untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan komersial sekitar kawasan bantaran sungai.

Isu Komunitas

Masalah-masalah di kawasan bantaran sungai bila kita jeli melihatnya sebenarnya dapat menemukan potensi-potensi kawasan yang selama ini kurang terangkat. Faktor daya tarik kota Yogyakarta serta berbagai komunitas yang ada di lingkungan permukiman menjadi contoh potensi ‘terpendam’ kawasan bantaran yang apabila diangkat dan diprogram dengan benar, akan meningkatkan nilai kawasan tepian sungai.

Ruang-ruang sempadan sungai yang direncanakan sebagai RTH dapat dikembangkan menjadi ruang-ruang rekreatif dan ruang komunitas yang sangat kontekstual dengan profil lingkungan bantaran sungai saat ini. Ruang rekreatif dapat berupa ruang-ruang atraksi atau area bermain anak yang dapat menambah keramaian dan aktivitas outdoor warga bantaran sungai. Ruang komunitas berperan dalam mewadahi kegiatan-kegiatan komunitas atau kelompok berupa ruang-ruang diskusi, ruang pertunjukan atau stage, ataupun sekedar ruang berkumpul. Ruang-ruang ini yang sebenarnya dikawatirkan banyak masyarakat ketika sistem hunian kampung dibuat secara vertikal sehingga menghilangkan kebersamaan dan kehidupan sosial warga. Ruang rekreatif dan ruang komunal yang terintegrasi dengan hunian vertikal dapat setidaknya mempertahankan karakter kampung yang ada saat ini, meskipun harus menyesuaikan dari sistem horizontal menjadi vertikal.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun