Jika menilik sepintas tentang desain-desain kawasan tepian air(waterfront) di luar negeri, dapat ditemukan bahwa kawasan-kawasan tersebut mengoptimalkan kawasan tepian sungai untuk ruang terbuka hijau yang dapat digunakan untuk berbagai aktivitas sosial. Contoh tersebut misalnya terdapat di desain masterplan Punggol Waterfront di Singapura. Kawasan tepian air ini mengoptimalisasikan kawasan tepian sungai untuk RTH publik dan menciptakan ruag-ruang terbuka yang terintegrasi dengan ruang-ruang hunian dalam kompleks tersebut.
Rumah susun dinilai dapat menyelesaikan berbagai masalah sekaligus dalam satu waktu, seperti masalah kebutuhan hunian, kepadatan, ruang terbuka, dan kebersihan lingkungan. Bahkan dalam perkembangannya, fasilitas-fasilitas komersial ataupun edukasi dapat diintegrasikan dengan ruang-ruang rumah susun secara vertikal, sehingga dapat mendasari terbentuknya konsep kampung vertikal, tidak sebatas hunian vertikal saja. Integrasi dengan fasilitas-fasilitas lain secara vertikal sebenarnya sudah banyak diterapkan pada kawasan-kawasan mixed-use development untuk mengkonsentrasikan kegiatan dan aktivitas dalam satu area. Dengan begitu mobilisasi dan kepadatan lingkungan dapat lebih terkontrol.
Transportasi dan lalulintas di sekitar kawasan tidak bisa diabaikan begitu saja karena sangat terkait dengan kepadatan kawasan. Rencana pembangunan hunian-hunian vertikal akan membentuk pola mobilitas dan kepadatan yang baru sehingga memerlukan pengaturan sirkulasi kendaraan yang terencana. Bila tidak terencana dengan baik, kepadatan hunian mungkin dapat dikurangi, namun jalanan dan lalulintas sekitar tetap padat dan macet sehingga tidak cukup memberikan progres penataan kawasan secara optimal. Rencana pembangunan monorail di sepanjang tepian sungai Code perlu ditanggapi secara positif. Media transportasi publik ini dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi yang bersirkulasi dan mengurangi kemacetan di jalan raya. Terlebih jalur monorail tersebut dapat terintegrasi dengan hunian-hunian vertikal bantaran sungai sehingga memudahkan warga dalam mengakses transportasi publik tersebut. Hal seperti ini bukan mustahil untuk direalisasikan bila terjadi komitmen dan dukungan positif semua pihak termasuk warga bantaran sungai.
Selain itu, isu kepadatan juga menyangkut fasilitas-fasilitas di sekitar permukiman padat bantaran sungai. Kawasan bantaran sungai Code di pusat kota Jogja juga berbatasan dengan jalan raya sehingga area komersial memadati kawasan ini, menutup area permukiman bantaran sungai, dan menambah padat jalan sekitar permukiman karena parkir-parkir kendaraan memadati jalan raya yang ada. Penataan hunian yang sudah rapi terasa kurang berarti jika jalanan sekitar tetap semrawut. Penataan komersial seharusnya dapat lebih diintegrasikan dengan kompleks hunian rumah susun yang direncanakan. Fasilitas khusus untuk parkir kendaraan juga dapat ditambahkan dalam proyek penataan kawasan bantaran sungai. Bangunan parkir secara vertikal dapat mewadahi kebutuhan parkir area komersial yang ada sekarang, namun juga dapat dimanfaatkan untuk parkir penghuni rumah susun sehingga efisien secara tata ruang. Gagasan yang mengintegrasikan fasilitas umum dan komersial akan meningkatkan kualitas ekologis lingkungan bantaran sungai, mengontrol kepadatan yang ada, dan memberdayakan masyarakat lokal untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan komersial sekitar kawasan bantaran sungai.
Ruang-ruang sempadan sungai yang direncanakan sebagai RTH dapat dikembangkan menjadi ruang-ruang rekreatif dan ruang komunitas yang sangat kontekstual dengan profil lingkungan bantaran sungai saat ini. Ruang rekreatif dapat berupa ruang-ruang atraksi atau area bermain anak yang dapat menambah keramaian dan aktivitas outdoor warga bantaran sungai. Ruang komunitas berperan dalam mewadahi kegiatan-kegiatan komunitas atau kelompok berupa ruang-ruang diskusi, ruang pertunjukan atau stage, ataupun sekedar ruang berkumpul. Ruang-ruang ini yang sebenarnya dikawatirkan banyak masyarakat ketika sistem hunian kampung dibuat secara vertikal sehingga menghilangkan kebersamaan dan kehidupan sosial warga. Ruang rekreatif dan ruang komunal yang terintegrasi dengan hunian vertikal dapat setidaknya mempertahankan karakter kampung yang ada saat ini, meskipun harus menyesuaikan dari sistem horizontal menjadi vertikal. Â