Mohon tunggu...
Alifia Aidila
Alifia Aidila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mau nulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kajian Estetika Desain Simbol-Simbol pada Kijing dan Nisan Makam Pendiri Museum Batik Yogyakarta

11 Desember 2024   05:59 Diperbarui: 11 Desember 2024   05:58 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada perincian berikut, dijabarkan mengenai fungsi identitas, informasi, dan promosi yang terdapat pada makam tersebut.

1. Identitas

a. Simbol Salib

Untuk menyampaikan identitas religi dari orang yang dimakamkan, yaitu Katolik.

b. Tulisan “R. Ngt. DEWI SUKANINGSIH” dan “R. HADI NUGROHO”

Untuk menyampaikan nama dan gelar para mendiang yang dikuburkan di makam ini. 

2.Informasi

a. Tulisan “PENDIRI MUSEUM BATIK YOGYAKARTA”

Untuk menyampaikan bahwa para mendiang mendirikan Museum Batik Yogyakarta.

b. Tulisan “LAHIR : 12 MEI 1931”, “WAFAT : 08 JUNI 2016”, “LAHIR : 10 DESEMBER 1926”, dan “WAFAT : 3 SEPTEMBER 2009”.

Untuk menyampaikan detail informasi hari, bulan, dan tahun dari masing-masing mereka lahir dan wafat.

3. Promosi

a. Tulisan “PENDIRI MUSEUM BATIK YOGYAKARTA”

Diletakkan untuk menaikkan kesadaran akan Museum Batik Yogyakarta bagi para pengunjung dan memberitakan pencapaian yang ingin dibanggakan oleh para mendiang serta keluarganya.


Selanjutnya, analisis tahap kedua menggunakan Lima Sila Estetika Desain sebagai indikator kualitas estetika suatu objek pengamatan (Tinarbuko, 2024). Kelima sila tersebut di antaranya adalah: 1) kesederhanaan; 2) kebaharuan (novelties); 3) simbol; 4) tata nilai dan tata kelola peradaban; dan 5) feminitas dan maskulinitas. Dalam pembahasan ini, digunakan tiga sila, yakni kebaruan, simbol, serta tata nilai dan tata kelola peradaban sebagaimana pada perincian berikut.


1. Kebaruan

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada makam pendiri museum batik Yogyakarta, terdapat aspek kebaruan dalam desain dan konstruksi makam. Unsur orisinalitas dan kebaruan yang ditemukan pada makam ini antara lain:

a. Patung Religius

Pada umumnya, makam-makam di kawasan ini tidak menggunakan patung religius sebagai elemen utama. Namun, makam ini memiliki patung Yesus berwarna putih gading dengan ukuran besar yang menjadi focal point dari keseluruhan bagian makam. Pakaian yang dikenakan oleh figur religius tersebut disertai dengan kain bermotif batik, menambah keunikan dan memperkaya unsur budaya lokal dalam desain makam.

b. Bentuk Nisan

Nisan makam ini berbentuk gawangan atau struktur lengkungan yang disampiri dengan kain batik berwarna kuning keemasan. Terbuat dari material logam (kemungkinan kuningan) yang dihiasi dengan ukiran- ukiran rumit dan detail, memberikan kesan mewah dan megah. Pada nisan terdapat simbol salib, mengindikasikan latar belakang religius atau keagamaan dari pemilik makam.

c. Ketinggian Pondasi

Berbeda dengan makam-makam di sekitarnya yang cenderung rendah dan sederhana, makam ini memiliki pondasi yang lebih tinggi, sekitar 0,5 meter dari permukaan tanah. Hal ini menciptakan kesan megah dan monumental, serta menandakan adanya perlakuan khusus dalam konstruksi makam ini.

d. Kekayaan Ornamen

Makam ini kaya akan detail ornamen yang kompleks dan menyeluruh. Mulai dari ukiran floral dan geometris berbahan kuningan, panel dekoratif dengan motif draperi, hingga kanopi alami dari tanaman merambat. Kombinasi elemen-elemen ini menciptakan visual yang unik dan jauh berbeda dari makam-makam di sekitarnya.

e. Elemen Alam

Keunikan lainnya adalah adanya elemen alam berupa tanaman merambat yang membentuk kanopi di atas patung. Hal ini memberikan sentuhan alami dan menciptakan interaksi antara buatan manusia dan alam.

Secara keseluruhan, makam ini memiliki banyak aspek novelty jika dibandingkan dengan makam- makam lain di kawasan tersebut. Mulai dari dihadirkannya patung religius dengan ukuran yang dominan, ketinggian pondasi, bentuk nisan, ornamen, serta elemen pemakaman yaitu vegetasi berupa tanaman rambat pada kanopi yang membingkai patung secara artistik.

2. Simbol

Simbol sebagai indikator estetika desain merujuk pada unsur kesederhanaan, kreativitas, dan hal-hal yang bersifat matematis. Dalam konteks kijing, ornamen tertentu dapat menjadi simbol yang merepresentasikan legasi dan kejayaan sang empu makam semasa hidupnya. Dengan kata lain, bentuk ornamen memuat makna identitas dan pengaruh dari pemilik makam. Demikian pula pada kijing milik Dewi Sukaningsih dan Hadi Nugroho, Pendiri Museum Batik Yogyakarta. Analisis makna simbolik tiap-tiap ornamen pada kijing tersebut dijabarkan dalam perincian berikut. 

a. Patung Yesus

1. Penempatan patung Yesus, Tuhan dalam agama Kristiani, merupakan simbol dari identitas keagamaan dari mendiang–menunjukkan agama yang dianutnya semasa hidup.

2. Simbol “The Sacred Heart of Jesus” (Hati Kudus Yesus) mengandung makna cinta kasih Tuhan yang tak terbatas bagi umat manusia sebagaimana disebutkan dalam Kitab Perjanjian Baru. Patung Yesus tersebut menunjuk simbol tersebut dengan tangan kirinya dan tangan kanannya terangkat—dengan kedua tangan-Nya berbekas luka. Menurut Bapa Matthew MacDonald (2023), gestur ini mempunyai dua makna, yakni:

Makna pertama yaitu Yesus berkeinginan membawa jemaat-Nya ke dalam Hati Kudus-Nya. Hal tersebut berarti melewati luka di sisi Yesus yang sebelumnya pernah mengalirkan darah dan air. Bapa MacDonald mengemukakan bahwa dalam Hati Kudus-Nya, jemaat terlahir kembali sebagai anak-anak Tuhan. Oleh karena itu, dibawa ke dalam Hati Kudus Yesus bermakna menanamkan jati diri dalam Yesus dan menerima pancaran mata air keselamatan. Dengan begitu, jemaat akan merasakan kehadiran Yesus dalam suka-duka kehidupannya sebagai cara mempersiapkan diri untuk persatuan ilahiah dengan-Nya di Surga.

Makna kedua dari gestur tersebut adalah Yesus berkeinginan memberikan Hati Kudus-Nya kepada jemaat agar ia mencintai sesamanya dengan hati dan cinta Yesus. Gestur tersebut merupakan penggenapan nubuat dari Yehezkiel, “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.” (Yehezkiel 36:25-28)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gestur Patung Yesus mengandung sejumlah makna simbolik berikut. 

1. Makna gestur patung Yesus sebagai “ajakan untuk kembali ke hati Yesus untuk mendapat keselamatan (salvation) dapat diinterpretasikan sebagai simbol dari dua hal, yakni: 1) pengharapan keluarga agar kedua mendiang mendapat keselamatan dalam kekekalan; dan 2) deklarasi bahwa mendiang (dan keluarga) senantiasa melibatkan Tuhan dalam suka-duka kehidupan dunianya sebagai persiapan untuk persatuan ilahi dengan Yesus di surga.

2. “Pemberkatan Hati Kudus Yesus” yang dimaksudkan pada makna kedua dapat diinterpretasikan sebagai pengingat bagi peziarah untuk mencintai sesama dengan cinta kasih yang berani dan tak berbatas sebagaimana dicontohkan oleh Yesus. 

3. Batik Sidomukti mempunyai makna yang sejalan dengan makna spiritual pada patung Yesus. Batik asal Surakarta tersebut merupakan motif batik yang umum digunakan oleh calon dan pengantin pada kegiatan lamaran dan pernikahan. Batik Sidomukti adalah salah satu batik klasik Jawa yang umumnya dikenal sebagai “batik keraton”. Batik keraton sendiri merupakan jenis batik yang ditandai dengan warna coklat yang berasal dari bahan pewarna tanaman soga. Secara filosofis, warna coklat menyimbolkan tanah dan bersifat membumi. Berdasarkan makna tersebut, warna coklat dapat diinterpretasikan sebagai simbol asal-muasal penciptaan manusia—“dari tanah kembali ke tanah”.

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa penggunaan warna dan motif batik tersebut sebagai ornamen kijing dapat mengandung makna yang amat mendalam: mendiang Hadi Nugroho dan Dewi Sukaningsih adalah sepasang suami-istri yang bersama-sama mengarungi hidup dengan ikatan yang senantiasa abadi hingga tempat peristirahatan terakhir kedua mendiang—keduanya adalah pasangan sehidup semati.

Didukung dengan karya ibu Dewi Sukaningsih berupa potret sulam Paus Yohanes Paulus yang juga dipamerkan dalam museum, dapat disimpulkan bahwa pasangan Hadi Nugroho dan Dewi Sukaningsih adalah penganut agama Katolik. Implementasi patung Yesus mengenakan kain batik pada ornamen makam kedua mendiang merupakan simbol atas identitasnya semasa hidup sebagai seorang Katolik sekaligus pendiri Museum Batik Yogyakarta. 

b. Patung gawangan dan kain batik

Gawangan merupakan alat kelengkapan batik berupa sebidang gantungan memanjang untuk menyampirkan kain sehingga terbentang tegak. Gawangan dirancang untuk dua fungsi, yaitu kegiatan membatik dan sebagai perangkat pameran. Gawangan untuk membatik umumnya terbuat dari bambu dan bersifat sederhana, sedangkan gawangan untuk keperluan pameran umumnya didesain secara mewah dan dilengkapi ukiran pada bagian atasnya. Patung gawangan yang menghiasi nisan Dewi Sukaningsih dan Hadi Nugroho merupakan jenis yang kedua.

Diketahui bahwa semasa hidupnya, mendiang dan keluarganya akrab dan amat menyenangi budaya Jawa, salah satunya batik. Perkembangan industri yang memunculkan inovasi batik printing mengakibatkan banyak perusahaan batik tulis dan cap yang berhenti beroperasi. Sebagai penggiat budaya, Dewi Sukaningsih dan Hadi Nugroho tidak dapat menerima batik tradisional hilang ditelan zaman. Berdasarkan keterangan tersebut, kehadiran patung gawangan pada nisan dapat diinterpretasikan sebagai simbol nilai perjuangan kedua mendiang dan motivasi mereka dalam mendirikan Museum Batik Yogyakarta. Patung gawangan merupakan simbol resistensi dan solidaritas bersama pekerja batik tradisional sekaligus semangat melestarikan budaya Jawa dalam bentuk paling autentik. 

Pada patung kain batik dan gawangan, terdapat ukiran motif batik pada permukaan kain. Motif tersebut diidentifikasi sebagai motif batik truntum, mega mendung, parang, tapak dara, kawung, tambal, dan cuwiri. Pada perincian berikut dijelaskan makna dari masing-masing motif batik tersebut. 

  1. Truntum
    Batik Truntum diciptakan beliau sebagai simbol cinta tulus tanpa syarat, abadi, dan akan terus berkembang subur (tumaruntum). Orang tua mempelai mengenakan motif batik Truntum saat acara perkawinan sebagai simbol agar cinta yang tumaruntum (terus tumbuh dan berkembang) dalam kehidupan pasangan mempelai. 

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun