Mohon tunggu...
Alifia Aidila
Alifia Aidila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mau nulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Persepsi Masyarakat terhadap Pelat Nomor Merah

16 Oktober 2024   18:30 Diperbarui: 16 Oktober 2024   18:51 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam melakukan riset ini,  di antaranya adalah paradigma sosiologi serta fungsi desain komunikasi visual. Penjabaran lebih lanjut atas teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.

Paradigma Sosiologi

Studi kasus ini menggunakan dua paradigma sosiologi, yakni paradigma  fungsionalisme struktural dan paradigma konflik.

A. Paradigma Fungsionalisme Struktural

Dalam paradigma fungsionalisme struktural, masyarakat dipahami sebagai suatu sistem yang tiap unsur pembentuknya menjalankan fungsi masing-masing dan saling berintegrasi. Keseimbangan dalam masyarakat membutuhkan kerja sama yang kontinu dari tiap struktur masyarakat. 

Adanya saling ketergantungan ini menjadikan masyarakat akan terganggu jika salah satu unsur tidak menjalankan fungsinya (Crisnaningrum, 2020). 

Terdapat beberapa teori turunan paradigma fungsionalisme struktural yang dapat menjelaskan tentang tindakan penyalahgunaan kendaraan berpelat merah, yakni sebagai pada perincian berikut.

  1. Teori Pertukaran Sosial

Teori ini dapat menjelaskan motivasi tindakan koruptif pengguna kendaraan berpelat merah. Menurut teori pertukaran sosial George Homans, tindakan manusia diasumsikan sebagai pertukaran nilai baik material dan nonmaterial. Pertukaran ini bersifat transaksional dan berdasarkan pertimbangan untung-rugi yang rasional. Manusia senantiasa merasakan keterbatasan sehingga cenderung berkompetensi untuk mendapatkan keuntungan dan memaksimalkannya (Wardani, 2016).

  1. Teori Normalisasi Penyimpangan 

Secara prinsip, paradigma fungsionalisme struktural menitikberatkan keseimbangan tatanan sistem sosial. Sebagaimana dikemukakan oleh Adibah (2017). Masyarakat cenderung mengarah kepada suatu keadaan homeostatis, dan gangguan pada salah satu bagiannya cenderung menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar tercapai harmoni dan stabilitas (Adibah, 2017).

Prinsip ini sejalan dengan suatu konsep multidisiplin terkait kompromi dalam bentuk penyesuaian, yaitu Teori Normalisasi Penyimpangan (Normalization of Deviance) yang dipopulerkan oleh Diane Vaughan. Menurut Vaughan, normalisasi penyimpangan terjadi ketika orang-orang dalam suatu kelompok menjadi kurang sensitif terhadap praktik penyimpangan hingga penyimpangan tersebut tidak terasa salah bagi mereka  (Price, 2018). 

B. Paradigma Konflik

Dalam KBBI V, konflik adalah percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja latin "configere", yang memiliki arti saling memukul. Lewis A. Coser, seorang sosiolog dari Amerika, mendefinisikan konflik sebagai perselisihan untuk memperoleh suatu hal yang diinginkan dengan cara merugikan, memojokkan, atau menghancurkan pihak lawan. 

Maka dari itu, Teori Konflik Sosial dapat dipahami sebagai sekumpulan teori/paradigma yang menjelaskan mengenai peranan konflik, utamanya yang berkaitan dengan berbagai kelompok maupun kelas dalam kehidupan sosial masyarakat (Jary & Jary, 1991).

Menurut Karl Marx, konflik sosial adalah perselisihan yang terjadi dikarenakan adanya pertentangan kelas. Pertentangan ini bisa disebabkan oleh hal-hal seperti kekuasaan atau ekonomi. 

Karl Marx mengaitkan teori konflik Sosial miliknya dengan struktur kelas dalam masyarakat, perbedaan kepentingan ekonomi antar kelas, adanya pengaruh kelas ekonomi terhadap gaya hidup, dan pengaruh konflik kelas terhadap perubahan struktur sosial.  

Kaitan antar empat konsep ini bermuara pada persaingan untuk menguasai dan mengungguli antar satu dengan lainnya yang dengannya kemudian memicu terjadinya konflik sosial (Wirawan, 2012). Teori konflik menyatakan bahwa masyarakat tidak selalu stabil dan konflik bisa tetap ada di antara struktur tersebut. Teori konflik melihat adanya aspek otoritas, kekuasaan, koersi, serta dominasi dalam masyarakat.

Tiga Fungsi Dasar DKV

Selama beberapa abad, desain komunikasi visual berkembang dan memiliki tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identifikasi, sarana informasi dan instruksi, dan sebagai sarana presentasi dan promosi.

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun