Aku pun menceritakan segalanya padanya. Dan Nazwa hanya bisa diam dan mendengarkan aku bercerita. Setelah itu, Nazwa memberikan kata-kata motivasinya agar aku tetap kuat dan semangat. Dengan Nazwa hanya mendengarkan ceritaku, aku pun sudah sangat lega sekali karena segala emosi dan kekesalanku dapat terluapkan. Saat ini hatiku menjadi sedikit lega dan batu besar yang berada di atas dadaku pun terangkat sedikit.
Sepulang sekolah, aku berusaha memasang wajah baik-baik saja. Dan berusaha membuka mataku lebar-lebar, agar tidak ketahuan bahwa aku habis menangis. Setelah menyapa ibu, aku langsung menuju kamar. Kemudian aku mandi dan mengerjakan belajar. Aku tidak ingin jika tiba-tiba kembali menangis lagi. Karena aku adalah orang akan gampang menangis ketika sebelumnya sudah menangis.
Tok tokÂ
Terdengar suara pintu kamarku ada yang mengetuk.
"Hanum lagi apa? Boleh ibu masuk?"
Suara ibu terdengar jelas olehku. Rasa deg-degan dan bercampur dengan cemas menggorogoti jantungku. Seketika tangan aku pun menjadi dingin dan basah karena keringat.Â
"Masuk aja bu, gak dikunci kok." jawabku.
Terlihat seorang wanita dengan kulit putih dan rambut hitam terikat kuda masuk kedalam kamarku. Aku menyambutnya dengan senyuman hangat.Â
"Kamu lagi belajar ya? Gak apa-apa ibu ganggu sebentar? Ibu pengen ngobrol sama kamu." tanyanya dengan hangat.
"Gak apa-apa ko bu, lagian tugasnya juga buat nanti hari Kamis. Sekarang hari Senin, masih ada dua hari lagi."
"Iya. Ibu mau minta maaf sama kamu, kamu sering denger ibu sama ayah kamu berantem terus." ucapnya dengan hati-hati.