D. KEHUJJAHAN HADIS DHAIF
 Ibnu Hajar al-Asqalani memandang boleh berhujjah dengan hadits dha'if untuk alasan fadhail a'mal (hadits yang berbicara tentang keutamaan-keutamaan dalam beramal). Akan tetapi, untuk itu beliau memberikan syarat-syarat seperti:
Hadits dha'if itu tidak keterlaluan, dalam arti hadits itu tidak diriwayatkan oleh rawi yang pendusta, tertuduh dusta serta banyak salah.
Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dha'if tersebut masih dibawah suatu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan). Contoh hadits "Siapa yang menghapal empat puluh hadits sampai mau menyampaikan kepada umat, aku bersedia menjadi pemberi syafaat dan saksi padanya, dihari kiamat kelak". Hadits ini memiliki muttabi hadits shahih: "Raulullah bersabda: Hendaknya diantara kamu yang menyaksikan, menyampaikan kepada orang yang tidak menyaksikan".
Dalam mengamalkannya tidak mengi'tikadkan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada Nabi. Tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata-mata ntuk ihtiyat belaka.
Dalam hal ini penulis lebih condong pada pendapat yang kedua, dengan sebuah argumen bahwa masih banyak hadits shahih yang lebih kuat dasar hukumnya yang masih bisa kita jadikan sandaran hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H