Mohon tunggu...
Ali Eskaem
Ali Eskaem Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Membaca, melihat, merasakan, menulis dan menganalisa lalu menulis lagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Manis para Calon Gubernur

4 Desember 2024   16:30 Diperbarui: 4 Desember 2024   16:39 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi dibuat dengan Aplikasi AI

Langit kelabu menggantung rendah di atas kota, mencerminkan rasa gelisah yang bersemayam di hati Izzan. Ia duduk di ruang tamunya yang sederhana, sebuah tempat kecil di apartemen tua di pinggir kota. Di meja di depannya, secangkir teh yang mulai dingin terabaikan, sementara layar televisi di sudut ruangan menampilkan siaran langsung forum debat calon gubernur.

Di layar, seorang pria muda dengan jas abu-abu yang rapi sedang berbicara, suaranya lantang, penuh keyakinan. "Jakarta adalah kota kaya," katanya, menatap kamera dengan intensitas yang terasa menusuk. "Anggaran besar, pendapatan dari pajak melimpah. Jika dikelola dengan jujur dan penuh integritas, saya yakin kita bisa menciptakan kesejahteraan yang merata untuk semua."

Izzan mendengarkan sambil memijat pelipisnya. Kalimat itu terdengar seperti simfoni indah, tetapi ia tahu terlalu banyak nada palsu dalam orkestra ini. Ia tidak bisa menghitung lagi berapa kali ia mendengar janji serupa dari para pemimpin sebelumnya. Dan kenyataan yang ia hadapi sehari-hari di tempat kerjanya membuktikan betapa jauhnya kata-kata itu dari kebenaran.

Beberapa hari sebelumnya, di kantor tempatnya bekerja, Izzan baru saja menghadiri rapat evaluasi kinerja. Seperti biasa, ia duduk di salah satu sudut ruangan, mencatat dengan tenang sementara atasannya membacakan laporan dengan nada yang monoton.

"Baik, kita lanjut ke pengumuman promosi jabatan," kata atasannya, sambil melirik kertas di tangannya.

Izzan duduk lebih tegak. Ia tahu dirinya memenuhi semua kriteria: uji kompetensi dengan hasil MS (Memenuhi Syarat), pengalaman lapangan yang kaya, dan portofolio kerja yang lebih dari cukup untuk jabatan itu. Tapi ketika nama yang diumumkan keluar dari mulut atasannya, ia merasa seperti ditampar keras.

Bukan namanya yang disebutkan. Sebaliknya, jabatan itu diberikan kepada seseorang yang baru saja masuk beberapa bulan lalu---seorang pegawai dengan koneksi kuat ke pejabat tinggi.

"Kenapa saya masih kaget?" pikir Izzan sambil tersenyum getir.

Setelah rapat selesai, ia memberanikan diri bertanya kepada atasannya. "Pak, maaf, apa ada alasan saya tidak dipertimbangkan?"

Atasannya memandangnya dengan raut yang sulit ditebak, lalu menarik napas panjang. "Izzan, kamu tahu ini bukan soal kamu. Kamu itu pegawai yang sangat kompeten. Tapi ada hal-hal yang, yah, di luar kuasa saya."

"Hal-hal di luar kuasa," gumam Izzan dalam hati saat ia berjalan kembali ke ruang kerjanya. Ia tahu maksudnya. Di tempat ini, kompetensi sering kali hanya jadi tempelan. Koneksi dan kepentingan politik lebih menentukan segalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun