Mohon tunggu...
Aliefien Sutopo
Aliefien Sutopo Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga yang suka jalan-jalan di dunia maya

Sehari-hari sibuk jalan-jalan Jalan di dalam rumah Jalan-jalan lihat konten menarik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lulusan SMK (Tak) Bimbang Tentukan Langkah

18 April 2017   01:43 Diperbarui: 18 April 2017   03:18 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekolah lanjutan atas di seluruh penjuru Indonesia telah melakukan ujian tertulis maupun ujian berbasis komputer beberapa waktu lalu. Hitungan bulan, remaja harapan bangsa itu akan menjalani tahapan selanjutnya. 

Banyak jalan menuju masa depan yang lebih baik dengan menjadi mahasiswa, karyawan, pegawai negeri sipil atau menjadi bagian kepolisian atau tentara nasional. Bahkan lulusan SLTA pun bisa menjadi wirausaha sukses.

Khusus lulusan sekolah kejuruan, bagaimana rencana ke depan? Jika saat masuk SMK sudah berniat akan cepat kerja usai menjalani tiga tahun di berbagai jurusan SMK, maka harapan itu hampir menjadi kenyataan. Karena meski sudah belajar 70% praktik dan 30% teori, dunia usaha dan industri harus ditembus dengan kekuatan penuh. Persaingan ketat akan menjadi ujian terberat bagi lulusan SMK.

Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan M.Mustaghfirin Amin mengatakan 90% lulusan SMK terserap dunia industri. Hal tersebut tentunya sesuai tujuan SMK yang mempersiapkan tenaga kerja siap pakai saat lulus SMK. Tahun ini pun sebanyak  13.400 SMK di seluruh Indonesia akan mencetak jutaan lulusan yang diharapkan sebagian besarnya bisa langsung terserap dunia industri dan usaha. 

Pilihan untuk bekerja memang terbuka lebar bagi lulusan SMK namun akses untuk mendapatkannya kerap menjadi kendala. Hanya SMK yang berdekatan dengan kawasan industri yang bisa memiliki akses untuk mendapatkan kerja sesuai jurusan. 

Artinya lulusan SMK yang berada di daerah yang jauh dari kawasan industri secara administrasi akan terhempas pada persyaratan awal. Perusahaan enggan berisiko dengan domisili tenaga kerja yang jauh dari lokasi kecuali perusahaan memiliki fasilitas mess dan calon tenaga kerja bersedia dengan pindah domisili.   

Kabupaten Gombong misalnya, daerah ini tak banyak memiliki kawasan industri skala besar sehingga lulusan SMKnya tentunya tak banyak memiliki pilihan kerja.Jika ingin bekerja sesuai keterampilannya lulusan SMK Gombong harus mencari kerja ke kota-kota besar seperti Purwokerto atau Yogyakarta.

Jika lulusan SMK bertahan di daerahnya dengan kondisi apa adanya tersebut konsekuensi yang dihadapi adalah mendapatkan upah di luar harapan. Bersyukur jika dibayar sesuai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) atau di atas UMK. Pada kenyataannya banyak pula yang menerima upah di bawah UMK karena kesepakatan. 

Tahun 2017 ini Upah Minimum Provinsi (UMP)  yang berlaku berbeda disetiap daerah. DKI Jakarta masih menjadi daerah tertinggi dalam memberikan upah yakni berkisar Rp3,3 juta per bulan sementara daerah terendah UMPnya adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) berkisar Rp1,5 juta per bulan. Lulusan SMK yang ingin mendapatkan kerja sesuai UMP maka bisa memulai mencari lowongan kerja yang ada di setiap provinsi.     

Pada perusahaan atau lembaga tertentu upah diberikan berdasarkan tingkat pendidikannya. Seperti BUMN PLN misalnya memiliki standar upah untuk lulusan D3 dengan gaji pokok Rp4,7 juta per bulan, lulusan SMK sederajat Rp4 juta per bulan. Jika lulusan SMK menyasar perusahaan semacam ini maka untuk lebih berdaya saing dan mendapatkan gaji besar harus meningkatkan pendidikannya.

Lulusan SMK memang diberikan banyak pilihan. Sayangnya tidak semua lulusan SMK bisa menikmati hal itu. Banyak pertimbangan yang harus diputuskan sebelum memilih bekerja. Di antaranya seperti disebut sebelumnya yaitu hanya asal mendapatkan pekerjaan atau berburu peluang kerja di manapun dengan risiko tidak mengenal daerah tempat perusahaan berada dan tidak memiliki sanak saudara.  

Jika belum sanggup menerima konsekuensi itu semua lulusan SMK masih memiliki satu alternatif lagi. Meneruskan menuntut ilmu di bangku kuliah. Apa iya bisa? Mengingat stigma banyak orang mengatakan lulusan SMK tak kuat bersaing dengan lulusan SMA. Sehingga kemungkinannya kecil untuk dapat diterima perguruan tinggi negeri. 

Alumni SMK Negeri 10 Semarang sebut Doni, mengakui di blog sekolahnya, dirinya telah mencoba mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi negeri. Meski sudah belajar sekuat tenaga pelajaran matematika, saat tes, Doni merasa soal matematikanya berbeda dengan yang dipelajari di sekolah. 

Doni yang bertekad melanjutkan kuliah akhirnya menyerah mencoba tes masuk perguruan tinggi negeri. Ia pun medaftarkan diri di perguruan tinggi swasta dan diterima. Begitu mengikuti kuliah, barulah ia merasa ilmu dari SMK sangat membantu.        

Barangkali lantaran yang dialami Doni dan banyak lulusan SMK lainnya itu yang menyebabkan lulusan SMK hanya 10% saja yang terserap pendidikan tinggi. Ada yang berpendapat siswa SMK banyak gagal pada tes ujian masuk perguruan tinggi negeri karena tidak mau belajar lebih keras sebagaimana halnya anak SMA.  

Menyadarai hal itu, awal tahun 2017 Direktorat PSMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai membenahi kurikulum dengan mempertajam mata pelajaran yang diujikan pada seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Khususnya Matematika dan Bahasa Inggris ditambah jam belajarnya. Sehingga kelas XI SMK jumlah belajarnya sudah sama dengan SMA, demikian juga buku pedomannya sama.     

SMK Bisa  

Untuk mendorong lulusan SMK terserap pendidikan tinggi sebenarnya sejak 2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah mempersiapkan wadah baru bernama Akademi Komunitas (AK). Saat itu institusi yang mengurusi pendidikan ini telah merencanakan berdirinya 20 Akademi Komunitas Negeri di berbagai kabupaten.     

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu itu M Nuh mengatakan AK adalah bagian dari amanat Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). AK bertujuan untuk penguatan pendidikan vokasi dan mendongkrak Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi. Masing-masing mahasiswa yang selesai menempuh program pendidikan ini akan mendapat gelar setara dengan D1 atau D2.

Pendirian AK negeri yang berlokasi di berbagai daerah di kabupaten menjadi angin segar bagi lulusan SMK yang ingin melanjutkan pendidikannya dan tidak perlu pergi jauh ke ibu kota provinsi. Sehingga lulusan SMK yang mengenyam pendidikan tinggi bisa lebih banyak lagi.   

Paling penting dengan hadirnya AK negeri adalah mengenai biaya yang terjangkau. Karena sistem pendidikannya menggunakan sistem paket sehingga pembiayaannya bisa diketahui sejak awal. 

Saat awal masuk mahasiswa AK diberitahu biaya yang harus dikeluarkan untuk empat semester. Biaya kuliah selama dua tahun itu cukup dengan membayar sekitar Rp20 juta saja. Bandingkan dengan kuliah di PTN di luar kota atau biaya kuliah di perguruan swasta. Biaya AK tersebut hanya cukup untuk bayar satu semester saja.  

Kehadiran akademi komunitas merupakan kerja sama yang baik antara Pemerintah bersama Pemerintah Daerah dalam mengembangkan secara bertahap berdirinya satu akademi komunitas dalam bidang yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di kabupaten atau kota dan di daerah perbatasan. Gelar akademik yang diraih oleh mahasiswa selama satu tahun adalah (Ahli Pratama – DI) dan dua tahun adalah (Ahli Muda – DII).

Saat ini AK bukan saja diselenggarakan oleh pemerintah ada pula yang pendiriannya diprakarsai oleh swasta, seperti Akademi Komunitas Semen Indonesia (AKSI) yang berada di Gresik. Meski berstatus swasta jangan khawatir soal biaya karena untuk masuk AKSI biayanya tidak berbeda jauh dengan AK negeri.   

Pasal 81 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi adalah pijakan berdirinya akademi komunitas. Sehingga seharusnya setiap kabupaten kota bisa merealisasikan pendidikan tinggi yang menyerap lulusan SMK. 

Dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, lulusan SMK dapat meningkatkan komptensinya. Selain itu dunia industri dan usaha pun akan lebih menghargai lulusan pendidikan tinggi. SMK Bisa, sekiranya juga bukan hanya jargon tak bermakna. SMK Bisa, harus menjadi doa dan harapan  agar lulusan SMK benar-benar menjadi tenaga kerja siap pakai yang berdaya saing. ***  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun