Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kenangan yang Tak Kembali

1 November 2020   10:50 Diperbarui: 6 November 2020   22:05 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia tidak pernah menganggap aku hanya sebagai keponakannya saja, akan tetapi aku sudah seperti anak kandungnya juga.  Kini hanya ayah dan pakdeku saja yang dapat kujadikan sebagai penyemangat diri ini untuk melangkah. Ayah dan pakdeku merupakan sosok orang-orang yang akan senantiasa hadir di dalam kehidupanku.

Namun seiring berjalannya waktu, aku harus menerima kenyataan pahit. Orang-orang yang sangat aku sayangi, satu demi satu meninggalkanku dengan senyuman yang takkan pernah kulupakan. 

Setahun setelah kepergian pamanku, pakdeku juga kembali ke pangkuan Sang Penentu Takdir dengan senyuman yang sangat indah. Pakdeku meninggal dunia setelah selesai menunaikan salat Magrib.

Pakdeku seakan meninggalkan pesan kepadaku agar tetap senantiasa patuh menjalankan perintah Tuhan. Aku merasakan sangat kehilangan sosok orangtua yang selalu memberikan nasihat maupun petuah berharga untuk mengarungi kehidupan.

"Kamu harus tetap menjadi anak laki-laki yang kuat Rif, semangat dalam meraih masa depan, jangan cepat berputus asa, dan tetap menjaga hubungan religius kepada Tuhan dengan taat." Itulah ucapan yang pernah disampaikan pakde kepadaku, ketika diriku terakhir kali berbincang di rumahnya. 

Tidak berselang lama setelah pakdeku meninggal dunia, sekitar sebulan kemudian aku harus berlapang dada untuk menerima kenyataan. Orang yang sangat aku sayang, juga harus pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Ya, seorang yang sangat berarti dalam hidupku harus meninggalkanku dengan berjuta kenangan. "Ayah, aku tak lagi dapat mendengar suaramu, aku tak lagi dapat menyentuhmu, aku tak dapat lagi bersenda gurau denganmu di depan teras rumah ini. Sungguh berat hati ini menerima semua cobaan tanpamu di sisiku ayah, tetapi aku pun harus ikhlas menerima kepergianmu untuk selamanya. Aku yakin ayah, sosokmu tidak akan tergantikan meskipun waktu terus berlalu." Di atas pembaringan berselimut kain putih aku melepaskan ayah hingga di pemakaman. 

Kenangan indah bersama ayah merupakan kenangan yang tak mungkin dapat kembali, namun kenangan itu akan selalu hadir di kala aku duduk sendiri di teras rumah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun