Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kenangan yang Tak Kembali

1 November 2020   10:50 Diperbarui: 6 November 2020   22:05 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu per satu fardu kifayah pun dilakukan untuk mengantarkan jenazah kakekku hingga selesai dimakamkan. Sesaat ayahku terdiam dan perlahan-lahan mendekatiku sambil mengatakan sesuatu. 

"Ayah masih ingat, ketika itu kakek duduk di teras rumah ini dan meminum secangkir kopi pahit. Kakek selalu menyemangati ayah untuk senantiasa tidak berputus asa, sekalipun pahitnya derita hidup yang harus dipikul. Saat kakek dalam kondisi tidak sehat pun, ia tetap bekerja tanpa mengenal lelah. Ayah sangat bangga dengan semangat kakekmu, meskipun dalam keadaan sakit ia tetap memenuhi tanggungjawabnya sebagai orangtua." Ungkap ayah kepadaku mengenang kerja keras kakek selama ini.

Dua minggu telah berlalu setelah kepergian kakekku untuk selama-lamanya, aku dan ayah mendapat kabar berita pamanku dalam keadaan koma. Aku seakan tidak percaya mendapat kabar itu apalagi ayahku. Ia sangat terkejut, belum lama mendapat musibah kini harus menerima cobaan yang dialami saudara kandungnya. 

Pamanku koma disebabkan oleh kecelakaan yang dialaminya saat sedang bekerja. Ketika beliau sedang menuju kantor dengan mengendarai sepeda motor, tiba-tiba dari arah yang berlawanan melaju sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Tanpa disadari oleh pamanku, mobil yang berada di depannya langsung menabrak sehingga pamanku tidak sadarkan diri.

Aku dan ayah segera menuju rumah sakit untuk melihat kondisi pamanku. Pamanku terdiam tanpa bergerak sedikit pun di ruangan UGD. Selang pernapasan pun telah dimasukkan ke rongga tenggorokkannya, sehingga tampak terlihat begitu menyedihkan keadaannya. 

Ayahku seakan menatap kosong ke arah tempat pamanku dirawat. Hanya doa dan harapan yang terus kami munajahkan kepada Sang Pemilik Hidup, agar pamanku segera sadar dari kondisi koma.

Alhamdulillah, dua jam kemudian tampak gerakkan tubuh pamanku memberikan isyarat jika dirinya mulai sadar dari koma. Namun sejam kemudian, ayahku mulai panik ketika paman dalam kondisi kritis. 

Suasana di ruangan UGD pun terlihat mencekam, detak jantung pamanku perlahan-lahan terhenti. Semua yang berada di dalam maupun di luar ruangan UGD menyaksikan dengan raut wajah cemas dan sedih.

Takdir tak dapat ditolak, aku, ayahku, pakdeku, dan keluarga dari pamanku harus menerima kenyataan pahit. Semua upaya telah dilakukan untuk kesembuhan pamanku yang mengalami koma. 

Aku dengan keluarga lainnya tertunduk dan saling menguatkan serta mengikhlaskan kepergian pamanku untuk selama-lamanya. Dokter dan perawat yang berada di ruangan UGD menyiapkan segala sesuatunya agar jenazah pamanku dapat segera dibawa pulang dan dilakukan fardu kifayahnya.

Setelah selesai proses pemakaman pamanku, aku melihat ayahku bersama pakdeku saling menatap penuh kesedihan. Ayah tampak terlihat sangat kehilangan sosok adiknya yang pekerja keras. Sedangkan bagiku, paman merupakan sosok yang sangat menyayangi keluarga termasuk diriku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun