Dari Spontanitas Menemukan Kedalaman: Proses Kreatif Frater MSF dalam Menulis
Melebur dalam refleksi dan renungan, para frater MSF menemukan jalan untuk mengenali diri mereka sendiri. Pelatihan menulis ini bukan sekadar proses kreatif, tetapi juga perjalanan spiritual yang membebaskan mereka dari belenggu masa lalu.
Malam ini pelatihan berakhir lebih cepat pada pukul 21.15. Setelah itu saya diajak oleh komunitas untuk sekadar mencari wedang ronde. Pulang dari menikmati ronde di jalan Tidar yang menghangatkan tubuh, saya Kembali ke kamar dan mulai membuat tulisan singkat ini. Semoga menginspirasi para Kompasianer lainnya.
Â
Memetik Inspirasi dari Perjalanan Hidup
Di sebuah sudut perumahan Villa Puncak Tidak, para frater calon imam dari tarekat MSF (Keluarga Kudus) Propinsi Kalimantan (Propinsi Jawa ada di Yogyakarta atau di Keuskupan Agung Semarang) sedang terlibat dalam sebuah proses pelatihan yang tak hanya mengasah keterampilan menulis, tetapi juga menembus relung hati terdalam mereka.
Selama tiga hari sejak 13 hingga 15 Januari 2025, dinamika yang penuh tantangan dan keajaiban mengisi ruang pelatihan ini. Meski baru dua hari, banyak mutiara yang telah ditambang bersama para calon imam muda ini
Semula, apa yang sudah dirancang sebagai pelatihan menulis feature, renungan, dan doa dengan inspirasi Kitab Suci, mendadak berubah arah di hari pertama. Berkat spontanitas sebuah ice-breaking, muncul gagasan baru: setiap peserta saya minta menulis refleksi kehidupan mereka sejak masa dalam kandungan hingga kini. Hasilnya?
Sebuah perjalanan emosional yang meletupkan kejujuran dan kedalaman yang tak terduga. Ibarat kata, luka batin yang mulai sembuh tergores kembali untuk tujuan penulisan ini. Kalau kala tergores menyebabkan reaksi yang berlebihan berarti belum tuntas penyembuhannya. Pelatihan yang terkesan spontan di hari pertama ini tidak sebagai sebuah upaya psikologi untuk penyembuhan luka batin. Karena itu bukan ranah saya dalam pelatihan ini. Saya hanya berusaha mengajak mereka menuliskan kisah pengalaman mereka yang bisa menginspirasi pembaca lainnya.
Â
Menyusuri Masa Lalu: Proses yang Melelahkan Namun Bermakna
Proses penulisan refleksi ini menjadi tantangan besar bagi para frater. Mereka diajak menyusuri kembali masa lalu, membuka luka-luka batin yang mungkin belum tersembuhkan. Banyak dari mereka harus menghadapi kemarahan, kebencian, dan kekecewaan yang terpendam terhadap orang tua atau pengalaman hidup yang membelenggu.
"Ini bukan hanya sekadar pelatihan menulis, tetapi terapi batin," ungkap salah satu peserta. Meski melelahkan, perjalanan ini justru menjadi jalan pembebasan. Dengan bimbingan intensif, setiap peserta akhirnya mampu mengangkat sebuah kisah yang layak dibagikan. Refleksi ini membawa mereka pada pemahaman baru dan semangat untuk melanjutkan proses kreatif.
Transformasi Hari Kedua: Dari Refleksi ke Renungan
Memasuki hari kedua, dinamika pelatihan berubah. Setelah menemukan kekuatan dalam diri mereka melalui refleksi mendalam, para frater lebih siap untuk menulis renungan. Sesi kedua yang dimulai pukul 10 pagi menjadi momen penuh energi.
Proses penulisan renungan tiga paragraf (rentigraf) tidak lagi memerlukan waktu panjang seperti di hari pertama. "Mereka sudah menemukan kekuatan mereka masing-masing," simpulku spontan saat mereka dengan cepat menemukan cara untuk segera masuk ke dalam tema kedua pelatihan. Dengan cepat, para frater sepakat untuk menulis dua renungan yang nantinya akan dibukukan.
Hasilnya? Dalam dua hari, target dua buku sudah tercapai. Soal pelatihan ketiga besok (yang materinya sudah diselesaikan malam ini mulai pukul 20.00 WIB) akan dikonkretkan lagi dalam "eksekusi" penulisan feature.
Dinamika Cair dan Antusiasme yang Menginspirasi
Kesuksesan proses pelatihan ini tidak lepas dari antusiasme peserta yang begitu cair dan dinamis. Mereka juga kreatif membuat ice breaking sehingga tidak melelahkan, penuh canda dan tawa dalam gerak dan lagu.
Dengan diawali landasan teori, mereka langsung diajak praktik menulis dan didampingi secara personal. Proses ini menjadi privilege yang layak mereka dapatkan untuk menumbuhkan kemampuan menulis serta keberanian berbagi.
"Kelelahan terbayar lunas oleh semangat para peserta," banggaku dalam hati. Dari suasana yang semula penuh tantangan, pelatihan ini bertransformasi menjadi ruang eksplorasi kreatif yang penuh semangat.
Menulis untuk Kehidupan: Pelajaran Berharga dari Proses Kreatif
Pengalaman dua hari pelatihan ini membuktikan pentingnya improvisasi dalam setiap proses pelatihan. Kadang, jawaban terbaik atas kebutuhan yang belum terumuskan dengan baik justru muncul dari spontanitas yang tidak direncanakan.
Melalui proses ini, para frater tidak hanya belajar menulis, tetapi juga menemukan diri mereka sendiri. Penulisan refleksi dan renungan menjadi sarana untuk menyembuhkan dan berbagi. Seiring waktu, karya mereka akan menjadi saksi perjalanan spiritual yang tak hanya menginspirasi pembaca, tetapi juga menjadi pelita dalam perjalanan hidup mereka menuju panggilan suci.
Pelatihan ini mengajarkan bahwa menulis bukan sekadar keterampilan, melainkan jendela menuju pemahaman diri dan dunia. Sebuah perjalanan yang layak dijalani, sebagaimana kehidupan itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H