Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Antara Kebiasaan Baik dan Kehilangan Intensionalitas

7 Januari 2025   07:37 Diperbarui: 7 Januari 2025   07:37 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Antara Kebiasaan Baik dan Kehilangan Intensionalitas

 

Kebiasaan baik sering kali menjadi jembatan untuk mencapai tujuan yang lebih besar dalam hidup. Namun, dalam perjalanan menuju efisiensi, kita sering kali melupakan esensi dari tindakan kita, yakni kesadaran dan tujuan yang mendalam. 

Stephan Joppich, mengungkapkan bahwa kebiasaan baik, meski bermanfaat, sering kali mengorbankan intentionalitas (bisa dibaca niat dasar atau makna dalam arti psikologi dan keterarahan kesadaran dalam arti fenomenologi).

Melalui tulisan pagi ini saya hendak mengajak kita untuk meninjau ulang kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari dengan mendalami apa masalahnya, apa pengalamannya dan apa solusinya bagi kita.

Efisiensi Tanpa Tujuan

Kutipan Joppich menyentuh inti masalah dalam pembentukan kebiasaan baik. Ketika kita mengandalkan kebiasaan untuk mencapai efisiensi, kita sering kali bergerak tanpa tujuan yang jelas. Kebiasaan seperti olahraga setiap pagi, menyusun jadwal harian, atau membaca setiap hari memang sangat berguna dalam kehidupan kita.

Namun, jika kita melakukannya hanya demi rutinitas, tanpa mempertanyakan mengapa kita melakukannya atau bagaimana itu berkaitan dengan tujuan hidup kita, maka kebiasaan tersebut bisa menjadi sekadar tindakan otomatis yang kehilangan makna.

Dalam banyak kasus, kebiasaan yang baik berubah menjadi sesuatu yang kita lakukan "karena sudah biasa" tanpa merenungkan apakah tindakan tersebut masih relevan atau bermanfaat bagi kita.

Misalnya, seseorang yang terbiasa bangun pagi untuk berolahraga mungkin sudah tidak lagi merasakan kepuasan atau pencapaian dari aktivitas tersebut, namun tetap melakukannya hanya untuk mempertahankan kebiasaan. Dalam konteks ini, kebiasaan menjadi sebuah rutinitas yang hilang dari kesadaran dan kesediaan untuk bertindak dengan niat yang jelas.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Kebiasaan sebagai Jalan Menuju Intentionalitas

Meskipun kebiasaan baik sering kali dimulai dengan niat yang murni, mereka dapat mengarah pada kehilangan alasan awal mengapa kita memilih kebiasaan tersebut. Namun, melalui pengalaman, kita dapat memanfaatkan kebiasaan tersebut sebagai alat untuk kembali menemukan makna dalam tindakan kita. Dengan bertanya pada diri sendiri "Mengapa saya melakukannya?" kita dapat menggali kembali tujuan yang mendasari kebiasaan tersebut.

Misalnya, seseorang yang terbiasa membaca setiap hari untuk meningkatkan pengetahuan, bisa mencoba untuk membaca dengan tujuan yang lebih spesifik, seperti memperdalam pemahaman tentang topik tertentu atau mencari inspirasi untuk pengembangan diri. Dengan menambah intentionalitas pada kebiasaan tersebut, membaca tidak lagi menjadi rutinitas yang otomatis, melainkan sebuah pengalaman yang memperkaya hidup.

Menimba pengalaman juga melibatkan evaluasi berkala terhadap kebiasaan yang kita jalani. Kita harus bertanya, apakah kebiasaan tersebut masih mendukung tujuan jangka panjang kita? Jika tidak, apakah ada cara untuk menyesuaikannya agar tetap relevan dengan perubahan hidup kita? Dengan demikian, kebiasaan baik bisa menjadi pintu untuk memperkuat tujuan hidup kita, bukan sebaliknya, sebuah penghambat untuk mencapainya.

Mengembalikan Intentionalitas dalam Kebiasaan

Solusi yang dapat kita ambil untuk mengatasi masalah yang dijelaskan oleh Joppich adalah dengan memulihkan intentionalitas dalam setiap kebiasaan. Kebiasaan yang baik tidak harus selalu dilakukan secara otomatis tanpa pertanyaan. Sebaliknya, kita perlu membuat kebiasaan kita selaras dengan tujuan yang lebih besar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menetapkan tujuan yang jelas dan memastikan setiap kebiasaan mendukung tujuan tersebut.

Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan melakukan refleksi rutin, misalnya setiap bulan, untuk mengevaluasi apakah kebiasaan kita masih mendukung impian dan aspirasi kita. Kita juga bisa menulis tujuan jangka panjang kita dan mencocokkannya dengan kebiasaan sehari-hari. Jika ada kebiasaan yang mulai kehilangan makna atau terasa tidak lagi relevan, saatnya untuk menyesuaikan atau bahkan mengubah kebiasaan tersebut.

Selain itu, menggabungkan kebiasaan baik dengan elemen kreativitas dan spontanitas juga dapat membantu mengembalikan kesegaran dalam hidup kita. Misalnya, jika kita merasa bosan dengan rutinitas, kita bisa mencari cara baru untuk menjalani kebiasaan tersebut agar tetap menyenangkan dan membawa makna.

Penutup

Kebiasaan baik memang bisa menjadi alat yang kuat untuk mencapai efisiensi dan tujuan hidup. Namun, tanpa intentionalitas, kebiasaan-kebiasaan tersebut bisa kehilangan esensinya. Dengan terus mengingatkan diri kita untuk bertindak dengan tujuan dan memperbarui kebiasaan kita sesuai dengan perkembangan tujuan hidup, kita dapat menjaga kebiasaan tetap bermakna dan mendukung perjalanan hidup kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun