BAOBAB
Membayangkan pohon yang cuma ada di Madagascar ini ada juga di Indonesia (khususnya di Jakarta, biar tidak beton saja yang besar. Baobab ini bukan pohon yang rakus sehingga menghabis persediaan air di sekitarnya, dia malah termasuk pohon yang soliter, pohon yang kesepian dengan keadaan sekitar yang kadang tandus alias kering kerontang.
Setiap lima tahun, hutan beton Jakarta mengeluarkan suara gemuruh yang menyeramkan: seolah dunia ingin mengingatkan para pendengarnya akan kekuatan alam yang terabaikan.
Pagi ini, langit biru dan cerah tertutup oleh bayangan hitam besar: sebuah pohon raksasa baobab, tumbuh dengan angkuh di tengah keramaian. Batangnya yang gemuk dan lebar, mirip perut manusia yang melar akibat kerakusan; menyimpan rahasia kelam yang menghantui setiap jiwa serakah yang melintasi jalannya.
Pada malam yang mencekam itu, suara-suara hening berbisik di antara dinding apartemen dan gedung tinggi, mengingatkan orang-orang Jakarta bahwa pohon itu membawa kutukan bagi mereka yang terobsesi dengan harta dan kekuasaan.
Tak jauh dari lokasi sang baobab, hiduplah seorang pengusaha bernama Anton. Kekayaannya melimpah ruah, tetapi hatinya kelam, dirinya tak pernah puas. Ia terobsesi mengumpulkan lebih banyak kekayaan demi diri dan keluarganya.
Setiap kali temannya menyarankan agar ia berbagi, Anton hanya tertawa, "Siapa yang peduli? Dunia ini adalah milik orang-orang yang kuat!"
***
Hari itu sudah menjelang senja. Seperti biasa orang-orang lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan karena macet. Namun macet kali ini beda. Ketika Anton pulang dari pertemuan bisnis yang sukses, ia menemukan massa berkumpul di sekitar baobab.
Suara gemuruh yang muncul dari dalamnya mengganggu ketenangannya. "Apa yang terjadi?" tanyanya seraya melangkah maju.
Orang-orang bercerita tentang kejadian aneh: dahan-dahan pohon mulai bergerak sendiri, seolah-olah ingin menangkap barang berharga dari orang-orang yang mendekatinya.
Di antara kerumunan, Anton melihat seorang wanita tua bergetar ketakutan. "Baobab itu... ia memilih mangsa," katanya dengan suara serak, "Hanya mereka yang serakah yang akan merasakan azabnya."
Tak terpengaruh oleh cerita hantu, Anton melanjutkan langkahnya. "Dia kira dia bisa menakutiku?" gumamnya.
Di malam hari, saat ia tertidur dengan mimpi indah akan uang dan kekayaan, di kejauhan, baobab bergetar pelan. Setiap lembar daun hijau cerahnya berkelap-kelip seperti mata yang mengawasi, menunggu serakah berikutnya.
Malam berikutnya, ketika Anton kembali dari tempat kerja, dia menemukan baobab mengeluarkan cahaya misterius yang menyilaukan dari dalam. "Apa ini?" pikirnya, tertarik untuk mendekat.
Sambil matanya berbinar penuh rasa penasaran, Anton melihat sekumpulan uang tunai dan perhiasan bersinar, tergeletak di bawah akar pohon.
Dengan lahap, ia mengambil segenggam uang kertas dan perhiasan, merasakan aliran kekayaan yang diimpikannya.
Begitu ia menyentuh salah satu daun pohon, suara berat bergema di udara, "Serakah di tubuhmu, akan kuhukum, wahai pemuja harta." Suara itu sunyi, tetapi mengerikan, menembus jiwanya.
Anton menjauh dengan cepat, tetapi terlanjur terlambat. Tiba-tiba, dahan-dahan pohon seakan hidup, merangkulnya, mengikat tubuhnya dengan ketat.
Dia meronta, namun daya tarik pohon itu melumpuhkan semua usaha melarikan diri. Dia merasakan perutnya yang gemuk seperti baobab, terisi dengan semua ketamakan dan kelekatan pada harta.
***
Hari-hari berlalu, dan Anton menghilang tanpa jejak. Hanya berita mengenai hilangnya orang-orang serakah yang mengisi koran. Keberadaan harta menumpuk di sekitar baobab seolah lebih berharga daripada nyawa manusia.
Setiap kali pohon itu tumbuh lagi, mereka yang bersedia mengabaikan panggilan hati mereka, menemukan diri mereka terjerat dalam belenggu tak berujung.
Suatu malam, sebuah rumah di dekat baobab dibakar oleh warga yang ketakutan, berusaha menghancurkan pohon tersebut.
Meskipun api memakan habis pagar dan dinding kayu, baobab tetap berdiri kokoh, tersenyum dengan dahan dan daunnya yang melambai.
Kilatan cahaya misterius berkilauan dari dalam tubuhnya, seolah-olah menjanjikan harta berlimpah bagi mereka yang berani mendekat.
Tetapi kini, delapan tahun telah berlalu. Baobab sudah dua kali tumbuh di Jakarta, memangsa lebih banyak jiwa serakah.
Suara-suara ketakutan menyebar di antara warga, menceritakan kisah Anton dan orang-orang lainnya yang telah menghilang.
Kisah-kisah nafsu dan penyesalan, terperangkap dalam dahan raksasa hingga seribu tahun ke depan.
Di tengah malam, saat kehidupan Jakarta bergerak kembali, baobab yang pertama kali muncul kembali merentangkan cabangnya, seperti mengingatkan mereka bahwa serakah akan selalu ada konsekuensi.
Di saat itu, mereka yang mencintai harta lebih dari segalanya akan selalu menjadi mangsa. Satu-satunya hukum yang ada di bawah bayang-bayang baobab yang kuat adalah: Jangan sekali pun mendekat jika hatimu dipenuhi ketamakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H