Keesokan paginya, berita tentang Pilkada Kota Mandiri tetap seperti biasa. Bayu, Ratna, dan Agus terus melanjutkan kampanye mereka dengan nomor urut mereka yang penuh simbolisme, sementara Satria terdiam dalam dilema moralnya.
Seminggu kemudian. Ketika hasil Pilkada diumumkan, pemenangnya bukanlah Bayu, Ratna, atau Agus, tetapi seorang calon independen yang hampir tak diperhitungkan. Rupanya, dalam permainan besar itu, ada satu hal yang mereka lupakan: rakyat. Rakyat yang selama ini mereka anggap bisa dibeli dan dikendalikan, ternyata masih memiliki suara. Mereka memilih seseorang yang tak terlibat dalam money politik, perjudian, atau gimik nomor urut.
Satria tak pernah menulis cerita itu. Karena di dunia di mana uang dan kekuasaan berkuasa, terkadang kebenaran hanyalah satu hal yang terkunci rapat di balik amplop tebal. Dan uang itu dia serahkan semuanya sebuah panti asuhan milik pemodal dari salah satu peserta. Pilkada memang penuh liku dan liku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H