KOK DIA GLOSSOFOBIA, SIH?
Saya berusaha menjawab judul yang interogatif di atas melalui dua kasus di bawah ini, dan selanjutnya berusaha menjelaskannya dari berbagai hasil bacaan terhadap persoalan glossofobia
Kasus 1: Badan Melda (bukan nama sebenarnya) gemetaran, tangannya dilipat kuat di dada, wajahnya merah dengan butiran keringat besar-besar di dahinya. Dia menyembunyikan tubuhnya di balik teman-temannya. Dia tidak mau tampil ketika dipanggil untuk menjawab pertanyaan di depan teman-temannya. Dia trauma bicara di depan umum karena pernah dilecehkan secara psikologis, dikatakan sebagai anak yang bodoh.
Kasus 2: Seorang anak berusaha 4,5 tahun selalu berteriak ketika melihat seorang pria dewasa di dekatnya. Dia belum bisa berkomunikasi dengan baik dengan siapapun. Hanya ibunya yang bisa memahami apa yang dia maui. Rupanya, sejak usia satu tahun kedua orang tuanya sangat sibuk bekerja dan membiarkan dia asyik dengan android. Bagi kedua orang tuanya (yang bekerja di rumah) android menjadi cara mencegah anaknya tidak mengganggu pekerjaan mereka. Kalau pun dia mencari orang tuanya, akan dibentak-bentak karena merasa terganggu oleh rengekan atau tangisan minta perhatian. Si anak menjadi takut dengan siapapun. Orang bilang si anak mengalami keterlambatan bicara (speech delay), kenyataannya saat sendirian anak itu sangat lancar bicara (sendiri) menirukan apa yang dia dengar dari yang dia tonton dari android yang dijadikan senjata menenangkan dari orang tua.
Pernahkah Anda berhadapan dengan orang yang amat ketakutan untuk bertemu orang lain atau berbicara di depan umum? Atau pernahkah Anda berhadapan dengan dua kasus di atas? Tahukah Anda apa nama penyakit yang demikian? Bagaimana solusi dan mengatasinya?
Penyebab Glossofobia
Terhadap dua kasus di atas, orang sering menyebutnya "glossofobia" atau fobia/takut berbicara dengan atau di hadapan orang lain adalah glossofobia. Kata "glossofobia" berasal kata Bahasa Yunani glossa (tongue, lidah atau bicara) dan phobos (phobia, fear atau takut). Glossofobia merupakan sebuah ketakutan yang berlebihan dan tidak rasional terhadap berbicara di depan umum atau berkomunikasi dengan orang lain dalam suatu kerumuman sosial. Glossofobia bisa terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak.
Ada beberapa penyebab terjadinya glossofobia pada seseorang, antara lain:Â
Pertama, Pengalaman Negatif Masa Lalu. Pengalaman traumatis atau memalukan ketika berbicara di depan umum atau dalam situasi sosial dapat meninggalkan kesan mendalam dan menyebabkan fobia ini.Â
Pengalaman negatif ini memang dapat menjadi faktor signifikan yang memicu glossofobia. Ketika seseorang mengalami kejadian traumatis atau memalukan saat berbicara di depan umum, hal itu dapat membekas dan memengaruhi cara pandang serta respons emosional mereka terhadap situasi serupa di masa depan. Misalnya, jika seorang anak diejek atau dihakimi secara negatif ketika berbicara di kelas, mereka mungkin mulai merasa cemas atau takut menghadapi situasi serupa.
Selain itu, pengalaman ini bisa menimbulkan perasaan tidak aman dan meningkatkan kekhawatiran tentang penilaian orang lain. Rasa takut ini sering kali diperkuat oleh pikiran negatif atau keyakinan bahwa kejadian memalukan tersebut akan terulang kembali. Seiring waktu, pola pikir ini dapat membentuk pola perilaku menghindar, individu cenderung menjauh dari situasi sosial atau berbicara di depan umum untuk melindungi diri dari kemungkinan mengalami hal yang sama.
Penting bagi orang tua dan pendidik untuk mendeteksi tanda-tanda kecemasan sosial sejak dini dan memberikan dukungan serta pemahaman yang diperlukan. Dengan membantu anak memproses pengalaman negatif mereka dan membangun kembali rasa percaya diri, mereka dapat belajar mengatasi ketakutan ini dan berpartisipasi aktif dalam interaksi sosial.
Kedua, Kurangnya Kepercayaan Diri. Rasa tidak percaya diri atau merasa tidak layak bisa memperburuk ketakutan terhadap berbicara dengan orang lain. Kurangnya kepercayaan diri memang bisa menjadi faktor yang memperparah glossofobia.Â
Ketika seseorang merasa tidak yakin akan kemampuan mereka, terutama dalam berbicara di depan umum atau dalam situasi sosial, mereka cenderung meragukan diri sendiri dan takut membuat kesalahan. Perasaan tidak layak ini bisa berasal dari berbagai sumber, seperti kritik yang diterima di masa lalu, perbandingan dengan orang lain, atau standar tinggi yang mereka tetapkan untuk diri sendiri.
Ketika kepercayaan diri rendah, seseorang mungkin cenderung 1) Berfokus pada kelemahan. Mereka lebih memikirkan kelemahan atau kekurangan mereka daripada kelebihan, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk berbicara dengan percaya diri. 2) Menghindari situasi sosial. Karena takut gagal atau dinilai negatif, mereka mungkin menghindari situasi ketika mereka harus berbicara di depan orang lain, yang justru memperkuat rasa takut mereka. 3) Mengalami kecemasan berlebihan. Kurangnya kepercayaan diri bisa meningkatkan kecemasan dan menyebabkan mereka merasa panik atau tidak nyaman saat berbicara. Mereka akan cenderung memilih untuk diam atau menghindarkan dirinya dengan berlindung di balik orang lain, duduk menyendiri dan jauh dari pandangan orang lain.
Ketiga, Tekanan Sosial. Harapan atau tekanan untuk tampil sempurna di depan orang lain dapat menimbulkan ketakutan. Tekanan sosial adalah faktor signifikan yang dapat memicu atau memperburuk glossofobia. Harapan atau tekanan untuk tampil sempurna di depan orang lain sering kali menimbulkan perasaan cemas dan takut akan penilaian negatif.
Beberapa aspek dari tekanan sosial ini meliputi: 1) Standar yang tinggi. Ketika seseorang merasa harus memenuhi standar yang tinggi atau tampil sempurna, mereka mungkin merasa tertekan dan cemas akan membuat kesalahan. Lalu, daripada berbuat salah, lebih baik memilih diam atau menghindar. Begitu seterusnya sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam hidupnya.
2) Penilaian dari orang lain: Ketakutan akan dihakimi atau diejek oleh orang lain bisa sangat mengintimidasi, terutama jika seseorang pernah mengalami pengalaman negatif sebelumnya. Anak yang sering disalahkan di depan umum akar melakukan self defence dan menjauhi orang lain, daripada nanti dinilai jelek lagi.
3) Perbandingan dengan orang lain: Membandingkan diri dengan orang lain yang mungkin lebih berpengalaman atau berbakat dalam berbicara di depan umum dapat membuat seseorang merasa tidak layak atau minder. Seorang guru atau orang tua, jangan pernah membanding-bandingkan kecakapan anak di depan saudara serumah atau rekan sekelas.
4) Kritik dan penilaian sosial: Tanggapan negatif atau kritik dari orang lain, baik yang nyata maupun yang dibayangkan, bisa meningkatkan rasa takut dan mengurangi kepercayaan diri.
Keempat, Kecenderungan Genetik. Menurut beberapa penelitian bahwa ada faktor genetik yang dapat mempengaruhi kemungkinan seseorang mengalami kecemasan sosial.Kecenderungan genetik memainkan peran penting dalam menentukan apakah seseorang lebih rentan terhadap kecemasan sosial, termasuk glossofobia.
Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi sistem saraf dan pola pikir yang terkait dengan rasa cemas dan ketakutan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait kecenderungan genetik ini meliputi:
1) Pewarisan genetik. Jika orang tua atau anggota keluarga lainnya memiliki riwayat kecemasan sosial atau fobia berbicara di depan umum, kemungkinan anak mengalami hal yang sama bisa lebih tinggi. Gen tertentu dapat memengaruhi neurotransmitter otak yang terlibat dalam respons terhadap stres dan kecemasan.
2) Pengaruh lingkungan. Meskipun genetik berperan, lingkungan di mana seseorang dibesarkan juga sangat mempengaruhi perkembangan kecemasan sosial. Pola asuh, pengalaman sosial, dan interaksi sehari-hari dapat memperkuat atau mengurangi kecenderungan genetik ini.
3) Interaksi genetik dan lingkungan. Kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan dapat memperkuat atau melemahkan risiko kecemasan sosial. Misalnya, seorang anak dengan kecenderungan genetik terhadap kecemasan mungkin lebih rentan mengembangkan glossofobia jika mereka dibesarkan dalam lingkungan yang kurang mendukung.
Bagaimana Menangani Glossofobia?
Ada beberapa langkah penanganan untuk menolong seseorang terbebas dari glossofobia, antara lain:
Pertama, Terapi Kognitif-Perilaku (CBT: Cognitive Behavioral Therapy): Terapi ini membantu individu untuk mengubah pola pikir negatif yang terkait dengan berbicara di depan umum. Terapi Kognitif-Perilaku (CBT) adalah pendekatan efektif untuk mengatasi glossofobia dan kecemasan sosial. CBT berfokus pada mengubah pola pikir dan perilaku negatif yang mempengaruhi cara seseorang merespons situasi sosial.
Berikut adalah cara CBT dapat membantu individu yang mengalami ketakutan berbicara di depan umum: 1) Identifikasi pola pikir negatif: Dalam CBT, individu diajak untuk mengenali pikiran negatif atau irasional yang muncul saat mereka menghadapi situasi berbicara di depan umum. Ini bisa berupa keyakinan bahwa mereka akan gagal atau dipermalukan.
2) Reframing pikiran: Terapi ini membantu individu untuk menggantikan pikiran negatif dengan pikiran yang lebih positif dan realistis. Misalnya, alih-alih berpikir "Saya akan membuat kesalahan besar," mereka belajar untuk berpikir "Saya telah mempersiapkan diri dengan baik dan bisa melakukan ini."
3) Eksposur bertahap: CBT sering melibatkan eksposur bertahap ke situasi yang menakutkan. Individu mulai dengan situasi yang paling tidak menakutkan dan secara bertahap menghadapi tantangan yang lebih besar. Ini membantu mereka membangun kepercayaan diri dan mengurangi kecemasan dari waktu ke waktu.
4) Latihan keterampilan sosial: CBT dapat mencakup latihan keterampilan sosial untuk membantu individu merasa lebih nyaman dan yakin saat berinteraksi dengan orang lain. Ini bisa termasuk teknik komunikasi dan cara mengatasi kesalahan saat berbicara.
5) Pemantauan dan evaluasi diri: Terapi ini juga mengajarkan individu untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan mereka sendiri, membantu mereka memahami bagaimana perubahan pola pikir dan perilaku dapat mempengaruhi rasa percaya diri dan kenyamanan mereka dalam situasi sosial.
6) Teknik relaksasi dan pengendalian stres: CBT sering mengintegrasikan teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, atau visualisasi untuk membantu mengurangi gejala fisik dari kecemasan.
Dengan CBT, seseorang dapat belajar untuk menghadapi ketakutan berbicara di depan umum secara lebih efektif, mengembangkan kepercayaan diri, dan meningkatkan kemampuan komunikasi mereka dalam berbagai situasi sosial. Terapi ini umumnya dilakukan oleh seorang terapis terlatih yang dapat membimbing individu melalui proses terapi dengan cara yang terstruktur dan suportif.
Kedua, Latihan Pernafasan dan Relaksasi. Teknik pernafasan dalam dan latihan relaksasi dapat membantu mengurangi gejala kecemasan fisik. Latihan pernapasan dan relaksasi adalah teknik yang efektif untuk membantu mengurangi gejala kecemasan fisik yang sering muncul saat seseorang merasa cemas atau takut berbicara di depan umum. Teknik ini dapat membantu menenangkan pikiran dan tubuh, meningkatkan fokus, dan mengurangi respons stres.
Teknik pernapasan dan relaksasi dapat membantu menurunkan detak jantung, menenangkan sistem saraf, dan mengurangi gejala fisik lainnya yang terkait dengan kecemasan; membantu mengalihkan perhatian dari rasa takut dan meningkatkan konsentrasi dan dapat membantu mengelola stres secara keseluruhan dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
Latihan pernapasan dan relaksasi dapat dilakukan kapan saja, terutama sebelum menghadapi situasi yang menegangkan, untuk membantu menenangkan diri dan meningkatkan kepercayaan diri.
Dukungan dari Keluarga dan Teman: Mendorong dan memberikan dukungan kepada individu yang mengalami glossofobia dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri mereka. Dukungan dari keluarga dan teman sangat penting bagi individu yang mengalami glossofobia, karena dapat memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan diri. Berikut adalah beberapa cara di mana dukungan dari orang terdekat dapat membantu:
1) Mendengarkan dengan Empati dengan memerikan ruang bagi individu untuk berbagi perasaan dan kekhawatiran mereka tanpa merasa dihakimi serta mendengarkan dengan penuh perhatian dan menunjukkan empati dapat membuat mereka merasa dipahami dan diterima.
2) Memberikan Umpan Balik Positif berupa pujian dan dorongan ketika mereka mencoba berbicara di depan umum, sekecil apa pun usaha mereka. Selain itu fokus pada kemajuan dan usaha mereka, bukan hanya hasil akhir.
3) Menyediakan Latihan Aman dengan membantu mereka berlatih berbicara di depan kelompok kecil keluarga atau teman yang mendukung. Dan memberikan kesempatan untuk berlatih tanpa tekanan, sehingga mereka merasa lebih nyaman.
4) Menghindari Kritik yang Tidak Membangun dengan tidak memberikan kritik tajam atau komentar negatif yang bisa menurunkan kepercayaan diri. Dan jika perlu memberikan masukan, lakukan dengan cara yang konstruktif dan penuh kasih. Karena dengan sentuhan yang penuh kasih sayang dan empati, seseorang secara perlahan membangun rasa percaya diri.
5) Menjadi Contoh yang Baik. Tunjukkan bagaimana menghadapi situasi berbicara di depan umum dengan tenang dan percaya diri. Dan bagikan pengalaman pribadi tentang bagaimana mengatasi rasa gugup atau ketakutan.
Dukungan dari keluarga dan teman dapat membuat perbedaan besar dalam perjalanan individu mengatasi glossofobia. Dengan menyediakan lingkungan yang aman dan penuh dukungan, mereka dapat merasa lebih percaya diri dan termotivasi untuk menghadapi ketakutan mereka secara bertahap.
Bagaimana Mengatasi bila Anak-anak yang Alami?
Menurut pengalaman dari teman-teman yang memiliki anak yang mengalami kasus semacam ini juga dari beberapa literatur yang saya baca ada tiga cara menghadapi anak yang demikian.
Pertama, Terapi Bermain. Anak-anak dapat diajak bermain peran untuk membiasakan mereka berbicara dan mengekspresikan diri dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Terapi bermain adalah pendekatan yang efektif untuk membantu anak-anak mengatasi glossofobia dan kecemasan sosial. Melalui bermain peran dan aktivitas yang menyenangkan, anak-anak dapat belajar mengekspresikan diri dan meningkatkan keterampilan komunikasi mereka dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Terapi bermain bermanfaat untuk: 1) Meningkatkan Ekspresi Diri dengan bermain peran memungkinkan anak-anak untuk berlatih berbicara dan mengekspresikan perasaan mereka tanpa merasa tertekan. Mereka dapat mencoba berbagai peran dan skenario, yang membantu mereka mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
2) Mengurangi Kecemasan melalui permainan, anak-anak dapat merasa lebih rileks dan nyaman, yang membantu mengurangi kecemasan mereka. Aktivitas bermain yang menyenangkan juga dapat mengalihkan perhatian dari rasa takut dan memberikan pengalaman positif dalam berbicara.
3) Mengembangkan Keterampilan Sosial. Anak-anak dapat belajar keterampilan sosial dasar, seperti berbicara bergantian, mendengarkan, dan mengekspresikan diri dengan jelas. Adanya interaksi dengan teman sebaya atau terapis selama sesi bermain dapat memperkuat kemampuan mereka dalam berkomunikasi.
4) Membangun Kepercayaan Diri. Saat anak-anak berhasil menyelesaikan skenario bermain peran, mereka mendapatkan rasa pencapaian yang meningkatkan kepercayaan diri. Penguatan positif dari terapis atau orang dewasa lainnya dapat memperkuat keyakinan diri mereka.
5) Mengeksplorasi Perasaan. Terapi bermain memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mengenali dan mengeksplorasi perasaan mereka. Ini dapat membantu mereka memahami dan mengatasi emosi yang mungkin mempengaruhi kemampuan mereka untuk berbicara dengan orang lain.
6) Menyediakan Lingkungan yang Mendukung. Sesi terapi bermain dirancang untuk menjadi lingkungan yang aman dan mendukung, di mana anak-anak dapat bereksperimen dan belajar tanpa takut dihakimi. Hubungan yang positif dengan terapis dapat memberikan rasa aman dan dukungan emosional yang penting.
Dengan memanfaatkan terapi bermain, anak-anak dapat secara bertahap mengatasi ketakutan mereka dalam berbicara dan berinteraksi dengan orang lain, meningkatkan keterampilan sosial, dan membangun rasa percaya diri yang lebih kuat. Pendekatan ini memberikan cara yang menyenangkan dan efektif untuk membantu anak-anak menghadapi glossofobia dan kecemasan sosial.
Kedua, Konseling Anak. Konseling dapat membantu anak mengatasi kecemasan mereka dengan menyediakan ruang yang aman untuk berbagi perasaan dan kekhawatiran. Konseling anak adalah pendekatan yang sangat bermanfaat untuk membantu anak-anak mengatasi kecemasan, termasuk glossofobia. Melalui konseling, anak-anak mendapatkan kesempatan untuk mengeksplorasi perasaan mereka dan mengembangkan strategi untuk mengatasi ketakutan dalam berbicara atau berinteraksi dengan orang lain.
Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari konseling anak ini, antara lain:
1) Konseling menyediakan lingkungan yang aman dan mendukung di mana anak-anak dapat berbagi perasaan dan kekhawatiran mereka tanpa merasa dihakimi. Hal ini penting untuk membantu mereka merasa diterima dan dipahami.
2) Terapis membantu anak mengidentifikasi dan memahami perasaan mereka, termasuk ketakutan dan kekhawatiran yang terkait dengan berbicara di depan umum.Ini membantu anak belajar bagaimana mengelola emosi mereka secara efektif.
3) Anak-anak diajarkan berbagai teknik dan strategi untuk mengatasi kecemasan, seperti pernapasan dalam, visualisasi, dan relaksasi.Terapis membantu anak mempraktikkan strategi ini dalam situasi yang membuat mereka cemas.
4) Konseling membantu anak mengembangkan rasa percaya diri dengan mendorong mereka untuk menghadapi ketakutan mereka dalam langkah-langkah kecil dan terukur.Penguatan positif dan dorongan dari terapis memperkuat keyakinan mereka dalam kemampuan mereka sendiri.
5) Anak-anak dan orang tua diberikan informasi tentang bagaimana kecemasan bekerja dan cara-cara untuk mengatasinya. Pemahaman ini membantu anak dan keluarga mereka bekerja sama untuk mendukung perubahan positif.
6) Konseling sering melibatkan orang tua untuk memastikan dukungan yang konsisten di rumah. Orang tua diajarkan cara memberikan dukungan emosional yang efektif dan bagaimana membantu anak mereka mempraktikkan keterampilan baru. Dan
7) Setiap sesi konseling disesuaikan dengan kebutuhan individu anak, memastikan pendekatan yang paling efektif untuk mereka. Terapis bekerja dengan anak untuk menetapkan tujuan yang dapat dicapai dan merayakan pencapaian mereka.
Melalui konseling, anak-anak tidak hanya belajar mengatasi kecemasan mereka, tetapi juga mengembangkan keterampilan penting untuk menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Dukungan dari terapis dan keluarga memungkinkan mereka untuk tumbuh menjadi individu yang lebih percaya diri dan mampu mengelola stres.
Ketiga, Pelatihan Keterampilan Sosial. Melatih anak dengan keterampilan sosial dasar dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam situasi sosial. Pelatihan keterampilan sosial adalah metode yang sangat efektif untuk membantu anak-anak meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan orang lain. Dengan membekali anak-anak dengan keterampilan sosial dasar, mereka dapat merasa lebih nyaman dan yakin dalam berbagai situasi sosial.
Ada beberapa keuntungan atau manfaat dari pelatihan keterampilan sosial kepada anak, antara lain: 1) Anak-anak diajarkan cara berkomunikasi dengan jelas dan efektif, termasuk cara memulai percakapan, berbicara bergantian, dan mendengarkan dengan aktif. Ini membantu mereka merasa lebih percaya diri dalam berbicara dengan orang lain.
2) Anak-anak belajar untuk memahami dan merespons perasaan orang lain, yang merupakan keterampilan penting dalam membangun hubungan yang sehat. Pelatihan ini dapat mencakup bermain peran dan diskusi tentang bagaimana memahami perspektif orang lain.
3) Anak-anak diajarkan cara mengelola konflik secara konstruktif, termasuk cara mengekspresikan perasaan dan menemukan solusi yang memuaskan semua pihak. Ini membantu mereka mengatasi situasi yang menegangkan tanpa merasa cemas.
4) Melalui latihan dan bimbingan, anak-anak dapat mengembangkan keyakinan dalam kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain. Pujian dan umpan balik positif dari pelatih atau guru memperkuat kepercayaan diri mereka.
5) Anak-anak diajarkan cara mengenali emosi mereka sendiri dan menanggapinya dengan cara yang sehat, termasuk teknik mengatasi stres dan kecemasan. Ini membantu mereka tetap tenang dan terkendali dalam situasi sosial.
6) Pelatihan sering kali melibatkan permainan dan aktivitas yang dirancang untuk membuat pembelajaran menyenangkan dan interaktif. Anak-anak dapat mempraktikkan keterampilan sosial mereka dalam lingkungan yang mendukung dan bebas tekanan.
7) Anak-anak dibantu untuk menetapkan tujuan sosial yang dapat dicapai dan berfokus pada pencapaian kecil yang membangun kepercayaan diri mereka. Ini membuat mereka termotivasi dan terus berkembang.
Pelatihan keterampilan sosial memberikan anak-anak alat yang mereka butuhkan untuk berhasil berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi ketakutan mereka dalam situasi sosial. Dengan dukungan dan bimbingan yang tepat, anak-anak dapat belajar untuk menavigasi dunia sosial dengan lebih percaya diri dan efektif.
Akhirnya, sebagai orang dewasa selalu menyadari bahwa mengatasi glossofobia, terutama pada anak-anak, memerlukan pendekatan yang lembut dan penuh perhatian. Ketakutan ini sering kali dapat melumpuhkan kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan dunia sekitar. Dengan dukungan dan penanganan yang tepat, anak-anak dapat belajar untuk mengatasi ketakutan mereka dan berkembang menjadi individu yang percaya diri.
Orang tua dan pendidik memainkan peran penting dalam mendeteksi tanda-tanda awal kecemasan sosial dan menyediakan dukungan yang diperlukan. Dengan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, kita dapat membantu anak-anak mengatasi ketakutan mereka dan mempersiapkan mereka untuk sukses di masa depan.
Tentu saja, tidak ada yang instan, membutuhkan proses yang panjang dan berdarah-darah. Di sekitar kita tentu sudah banyak orang tua dan guru-guru yang hebat yang telah berhasil menolong banyak anak dan remaja bahkan orang dewasa untuk bebas dari glossofobia ini.
Sebagi akhir, saya kutipkan puisi yang ditulis oleh Dorothy Law Nolti sebagaimana yang dimuat dalam https://indonesian-english.com/blog/puisi-pendidikan-anak:
Â
Anak-anak Belajar dari Kehidupannya
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Bahan Bacaan:
https://en.wikipedia.org/wiki/Glossophobia
https://www.alodokter.com/glossophobia-penyebab-gejala-dan-cara-mengatasinya
https://indonesian-english.com/blog/puisi-pendidikan-anak
https://hellosehat.com/mental/gangguan-kecemasan/glossophobia/
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H