Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepingan Cahaya di Balik Jendela

7 Agustus 2024   18:00 Diperbarui: 7 Agustus 2024   18:12 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepingan Cahaya di Balik Jendela

Nona Moi, siswi kelas X yang terkenal dengan ketenangannya. Ia tinggal bersama ayahnya, Pak Noanoa, seorang guru matematika di sekolah menengah. Ibunya, Ibu Ngiu, bekerja di luar kota sebagai perawat, dan hanya pulang sekali setiap dua bulan. Meskipun demikian, keluarga mereka tetap harmonis, saling mengisi dan mendukung satu sama lain.

Pagi itu, seperti biasa, Nona Moi duduk di ruang kelas dengan tenang. Wajahnya yang cantik dengan kulit kekuningan memancarkan ketenangan, meskipun ia irit kata. Sebagian besar temannya sudah terbiasa dengan keheningan Nona Moi. Mereka menganggapnya sebagai bagian dari karakter uniknya. Namun, yang tidak diketahui banyak orang adalah bahwa Nona Moi memiliki dunia kecil yang penuh warna di dalam pikirannya, yang jarang ia tunjukkan pada orang lain.

Di rumah, Nona Moi dan Pak Noanoa memiliki kebiasaan sore hari yang selalu mereka jalani. Setelah makan malam, mereka duduk di ruang keluarga sambil menikmati teh hangat. Di momen-momen seperti inilah Nona Moi sering bercerita pada ayahnya tentang kejadian-kejadian kecil di sekolah, meskipun kadang hanya melalui tulisan. Pak Noanoa selalu mengagumi tulisan Nona Moi yang rapi dan bahasa yang indah. Seolah, saat menulis, Nona Moi bisa menunjukkan sisi lain dari dirinya yang tersembunyi.

Suatu hari, Nona Moi sedang duduk di bangku taman sekolah sambil membaca buku, salah satu teman sekelasnya, Rani, mendekatinya. "Nona Moi, kamu lagi baca apa?" tanya Ganirai dengan ceria.

Nona Moi tersenyum kecil sambil menunjukkan sampul buku itu. "Ini novel tentang perjalanan seorang gadis muda yang menemukan keberanian dalam dirinya," jawab Nona Moi singkat.

Ganirai duduk di samping Nona Moi. "Aku sering lihat kamu sendirian. Apa kamu nggak kesepian?"

Nona Moi menatap Ganirai sejenak, kemudian menggeleng. "Aku suka sendirian. Tapi bukan berarti aku kesepian," jawabnya dengan suara lembut.

Rani terdiam, mengamati Nona Moi dengan rasa ingin tahu. "Aku harap kita bisa lebih sering ngobrol. Aku suka cara kamu memandang dunia," kata Ganirai dengan tulus.

Nona Moi tersenyum, sedikit terkejut mendengar pujian itu. "Aku juga senang bisa ngobrol sama kamu, Ganirai," balasnya.

Percakapan singkat itu ternyata membawa perubahan dalam kehidupan Nona Moi di sekolah. Perlahan, ia mulai membuka diri kepada teman-teman sekelasnya, berbicara lebih banyak meskipun masih dengan cara yang khas, singkat tapi bermakna. Nona Moi menemukan bahwa memiliki teman tidak berarti harus kehilangan kedamaian dalam dirinya.

Sementara itu, di rumah, Pak Noanoa mulai merasakan kerinduan yang semakin mendalam pada istrinya. Dia sering duduk di teras sambil menatap langit malam, berharap melihat pesawat yang membawa Ibu Ngiu pulang. Nona Moi, yang memperhatikan ayahnya dari balik jendela, merasa hatinya ikut bergetar. Ia tahu betapa ayahnya merindukan kehadiran ibu di samping mereka.

Suatu malam, saat mereka sedang menikmati teh hangat, Nona Moi berkata kepada ayahnya, "Yah, apa Ayah merindukan Ibu?"

Pak Noanoa menoleh pada Nona Moi, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Tentu, Nak. Ayah sangat merindukan Ibu. Tapi Ayah tahu, Ibu sedang melakukan pekerjaan yang sangat muNona Moi di sana."

Nona Moi mengangguk. "Aku juga merindukan Ibu. Tapi aku bersyukur masih bisa bersama Ayah setiap hari."

Pak Noanoa tersenyum hangat dan memeluk Nona Moi. "Ayah juga bersyukur, Nak. Kamu adalah cahaya di rumah ini."

Percakapan itu membuat Nona Moi merasa lebih terhubung dengan ayahnya. Meskipun Ibu Ngiu tidak selalu ada di rumah, kehangatan yang mereka rasakan tidak pernah berkurang. Nona Moi menyadari bahwa cinta bisa hadir dalam berbagai bentuk, dan meskipun jarak memisahkan, kasih sayang tetap bisa dirasakan.

Hari-hari berlalu, dan tibalah saat yang dinanti-nanti, akhir pekan ketika Ibu Ngiu pulang ke rumah. Nona Moi dan Pak Noanoa bersiap-siap dengan penuh semangat. Mereka membersihkan rumah, memasak makanan favorit Ibu Ngiu, dan menata meja makan dengan bunga segar.

Ketika Ibu Ngiu akhirnya tiba di rumah, Nona Moi berlari memeluknya dengan erat. "Ibu!" serunya dengan suara ceria.

Ibu Ngiu tersenyum bahagia, membalas pelukan Nona Moi dengan penuh cinta. "Nona Moi, kamu makin cantik saja, Nak. Ibu rindu sekali," ucapnya sambil menatap wajah putrinya.

Di meja makan, keluarga kecil itu menikmati kebersamaan yang hangat. Mereka saling bercerita tentang berbagai hal, tentang pekerjaan Ibu Ngiu di kota, tentang sekolah Nona Moi, dan tentang keseharian Pak Noanoa. Kebersamaan itu membuat mereka menyadari betapa berharganya waktu yang dihabiskan bersama.

Malam itu, sebelum tidur, Nona Moi menulis di buku hariannya. Ia menulis tentang rasa syukur dan kebahagiaan yang ia rasakan, tentang pesan dari video singkat Tony Melendez yang ditontonnya bersama guru saat pelajaran. Tentang betapa ia belajar banyak dari ayah dan ibunya, serta dari teman-teman barunya. Nona Moi menyadari bahwa meskipun kehidupannya tidak sempurna, setiap momen yang ia alami adalah kepingan cahaya yang membuat hidupnya indah.

Di jendela kamarnya, Nona Moi memandang ke langit malam yang bertabur bintang. Ia tersenyum, merasa hatinya penuh dengan rasa syukur. Baginya, rumah adalah tempat cinta selalu ada, meskipun kadang dalam wujud yang berbeda.

Nona Moi menyadari bahwa setiap orang memiliki cara unik untuk menunjukkan perasaan mereka. Dan meskipun ia lebih sering menulis daripada berbicara, ia tahu bahwa cinta dan kebahagiaan tidak selalu harus diungkapkan dengan kata-kata yang banyak. Kadang, cukup dengan keberadaan, sudah bisa mengisi ruang hati yang kosong.

Nona Moi memejamkan mata, merasa tenang dan damai. Ia tahu, esok adalah hari baru yang penuh kemungkinan, dan ia siap menyambutnya dengan senyuman. Dan ia pun terlelap dalam damai yang memenuhi hatinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun