Mohon tunggu...
Alfons Ratukani
Alfons Ratukani Mohon Tunggu... Petani - Pekerja Sosial

saya adalah anak Desa yang selalu ingin melihat senyuman ketulusan dan penuh harapan dari anak-anak Desa dan masyarakat Desa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Secercah Harapan Anak Desa

5 Januari 2020   23:58 Diperbarui: 6 Januari 2020   00:12 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Raini seorang anak kecil umur 4 Tahun yang ada dalam cerita ini.|dokpri

Di sore itu, disudut sebuah Desa kecil nan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. langit tampak mendung disertai angin bertiup kencang terlihat dari pepohonan dan rerumputan bergoyang serta melambai begitu kencang. disudut sebuah gubuk kecil terdengar nyanyian ayam-ayam hendak naik kebumbungan rumah dan pepohonan menandakan sang gelap telah menjemput terang.

Hari itu juga tepatnya dipagi hari hujan lebat membasahi desa itu sebagai pertanda bahwa para petani harus bergegas mempersiapkan perkakas pertanian mereka untuk memulai aktifitas mereka seperti biasa dimusim hujan yaitu menanam jagung dan kacang sebagai ciri khas pertanian di desa tersebut.

Di simpang jalan pengarasan masuk sebuah kampung kecil di desa tersebut masih terlihat genangan air hujan yang bertebaran di jalan-jalan pengarasan bergelombang, disanalah terlihat anak-anak desa dikampung tersebut bersukaria dan bermain bersama dengan anak-anak sebaya mereka. 

Saya tersenyum melihat mereka dan sangat menikmati suasana itu sembari mengenang masa-masa kecil dulu bersama dengan teman-teman saya yang kini mereka sudah memiliki rutinitas masing-masing, ada yang sudah mengurus keluarga kecil mereka dan ada juga yang belum berkeluarga, yah seperti saya ini..hehe.

Sambil memperhatikan anak-anak itu bermain, saya disuguhkan segelas kopi khas sumba dengan aroma kopi tumbuk yang sering dihidangkan oleh masyarakat di desa-desa saat saya berkunjung di desa dampingan tempat saya bekerja di sebuah LSM, menambah suasana disore itu makin lengkap ditambah lagi sunset disore itu tampak malu-malu menampakan dirinya ia bersembunyi dibalik awan tebal sehingga hanya cahaya kemerahan kecil seperti lukisan mewarnai cakrawala disore itu. 

Sedikit demi sedikit saya seruput kopi yang dihidangkan oleh adik saya, menambah hasyarat saya untuk merenung memikirkn kira-kira apa yang saya harus lakukan untuk kampung halaman saya dan orang-orang disekitar saya.

Sambil saya merenung sesekali saya seruput kopi sumba yang begitu nikmat, terdengar suara gembala sapi yang tidak lain adalah tetangga saya yang juga adalah om saya sendiri hendak memasukan ternak kedalam kandang setelah seharian berkelana mencari makan. 

Dari pandangan kurang lebih 500 M terlihat beberapa orang paruh baya dan dua oranng anak kecil jalan menyusuri lereng bukit kecil, langkah mereka cukup cepat terlihat dari salah satu anak kecil sesekali terantuk kakinya di batu, setelah mendekat ternyata mereka adalah kakak sepupu dan ponaan saya, mereka baru kembali dari kebun untuk tanam kacang tanah dan jagung karena memang diawal januari ini itensitas hujan diwilayah haharu cukup tinggi disertai angin kencang  dan sudah waktunya memang untuk tanam kacang tanah dan jagung diwilayah ini. 

Saya menegur mereka sambil lalu begitu saja karena saya cukup focus memperhatikan beberapa anak kecil yang sedang bermain dijalanan tadi, sesekali mereka saling dorong mendorong dan memperebutkan ban motor serta sebuah kayu bambou kecil seperti sebuah pancing yang mereka gunakan seolah-oleh mereka sedang pancing ikan di air, tidak heran mereka memilih permainan itu karena memang orang tua mereka selain bertani juga nelayan jadi tidak jauhlah anak-anak juga mengikuti aktifitas orang tua mereka.

Sambil memperhatikan anak-anak itu bermain dijalanan sesekali saya seruput kopi disore itu , tanpa sengaja saya berpaling disebelah kiri sebuah gubuk kecil yang tidak lain adalah rumah dari adik sepupu saya, terlihat seorang anak kecil kira-kira umur 4 tahun sedang duduk sendiri sesekali ia sandar dipinggir dinding rumah itu sambil memegang sebuah buku entah itu buku apa saya belum mengetahuinya, saking penasaranya tergerak hati saya untuk menghampiri lalu menanyakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun