Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Murus, Media Historis yang Menjunjung Tinggi Etika Kemanusiaan

18 Agustus 2021   16:07 Diperbarui: 20 Agustus 2021   13:06 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi Indonesia yang bernuansa Pancasila, jauh berbeda dengan penerapan demokrasi di semua negara.

Demokrasi tidak harus mengungkapkan secara bebas, tanpa memikirkan nilai-nilai demokrasi dan apalagi demokrasi Indonesia dengan memiliki nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan, musyarawat-mufakat, dll.

Demokrasi yang dihayati dengan melakukan penghapusan mural, bukan berarti anti kritik. Tetapi justru secara ilegal, diisinkan akan hal ini.

Demokrasi Pancasila, tidak anti kritik. Justru memberikan ruang untuk masukan pendapat, informasi bahkan kritik sekalipun kepada siapapun. Hanya bahwa harus diingat di sini pendapat dan informasi bahkan kritik yang diberikan mengikuti tata cara yang etis dan bermartabat. Tata cara etis dan bermartabat dalam kritik dengan hal potisip, saya yakin pasti akan diterima dan bahkan difollowup.

Demokrasi Indonesia dengan warna khas Pancasila, tak banyak yang menghayati pada akhir-akhir ini. Apakah ini kita akui? Ini hanya sekedar retorika untuk direfleksikan saja. Jika kita benar menghayati, tentu etika tak luntur. Etika ini yang harus mewarnai seluruh jatidiri kita yang menghayatinya.

Etika saling menghormati, saling menghargai dengan segala latarbelakang dan perbedaan lainnya, ini pun kita perhatikan bersama. Etika Pancasila sangat menunjungi tinggi nilai kemanusiaan. Menjujung tinggi nilai kemanusiaan ini pun termasuk mengoreksi diri. Semestinya warna etika inilah harus dibangunkan.

Mengkritik dengan berbagai cara termasuk dengan cara mural, dan lain sebagai sebenarnya hal positip, asal tetap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Ini kemanusiaan ini yang terkadang, kita lupakan. Lebih mengedepankan emosional dan egoisme diri, serta warna khas politik. Ini yang justru harus dipikirkan secara matang bagi kita semua.

Dewasa ini, di Indonesia ini lebih dominasi menghayati nilai Ketuhanan yang maha Esa ketimbang kemanusiaan. Harusnya seimbang. Karena dari penghayatan nilai Ketuhanan sebagai topik utama mengalir juga didalam nilai-nilai lain seperti kemanusiaan, persatuan, keadilan sosial, musyawarah mufakat, dll.

Keseimbangan penghayatan inilah yang semestinya juga kita bangkitkan. Sehingga segala aspek hidup yang kita jalani pun diwarnai oleh penghayatan nilai-nilai yang ada di dalam demokrasi Pancasila.

Bagi saya, mural yang dari awal kehidupan manusia adalah baik karena mengandung unsur histori dan informasi kehidupan awal maka mural yang kini teringrasi dengan model desain grafis yang lebih bermoral estetis harus juga memiliki nilai etis dan menunjung tinggi kemanusiaan.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun