Bagaimana konsepnya tentang hakikat manusia begitulah konsep pendidikan yang diinginkannya. Al-Ghazali menyeru pada tasawuf, zuhud dan tawakkal, tetapi beliau tidak menyeru untuk mengabaikan kehidupan dunia, seperti bertani, industry, kedokteran dan sebagainya.
Karena itu, pendidikan akhlak dalam perspektif al-Ghazali adalah hal yang sangat "urgen" dalam mengembangkan sifat-sifat ketuhanan yang ada pada diri manusia, agar manusia dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.Â
Hal ini bisa dicermati dari formulasi teori pendidikannya yang tertuang dalam karyanya Ayyuha al-Walad yang berkisar pada tiga hal pokok, yaitu: 1. Keutamaan ilmu-pengetahuan 2. Pengklasifikasian ilmu-pengetahuan 3. Kode etik bagi pendidik (guru) dan peserta didik. Menurut al-Ghazali, ilmu pengetahuan merupakan "jalan" utama yang mengantarkan seseorang dekat dengan Allah. Menurutnya,
Jadi, pangkal kebahagiaan hidup di dunia dan akherat adalah ilmu, sehingga merupakan amal yang terbaik(Muhammad Jawwad Ridha, 2002) Dalam dunia pendidikan Islam, pengklasifikasian ilmu oleh al-Ghazali berkembang menjadi dasar konstruksi paradigma dikhotomik. Kenyataan ini telah melanda hampir di seluruh dunia Islam, sehingga menjadi salah satu penyebab keterpurukan peradaban Islam.
Terkait dengan pendidik, al-Ghazali sebagai seorang guru telah memberikan perhatian yang penuh terhadap murid mengasihi dan menyangi murid-muridnya Menurutnya, guru harus menjadi tauladan yang baik dan meniru sifat nabi, sederhana dalam bertindak, tidak pemarah, ikhlas dan selalu menanamkan sifat ikhlas kepada anak didik, berusaha untuk taqarrub ilallah dan mengupayakan anak didik untuk ber taqarrub ilallah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H