Ruh yang merrupakan subtansi psikologis ini, menurut al-Ghazali merupakan lathifah (sesuatu yang abstrak,tidak kasat mata) yang memiliki potensi untuk brfikir, mengingat, dan mengetahui.Â
Sementara ruh sebagai subtansi ruhani,dalam pandangan alGhazali merupakan al qudrah al ilahiyyah (daya ketuhanan) yang tercipta dari alam urusan Tuhan (alam al amr), dan bukan dari alam penciptaan (alam al khalq). Sehingga sifatnya bukan jasmaniah dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu
Al - Aql Ada beberapa pengertian tentang aql
Pertama, aql adalah potensi yang siap menerima pengetahuan teoritis.Â
Kedua, aql adalah pengetahuan tentang kemungkinan sesuatu yang mungkin dan kemuhalan sesuatu yang mustahil yang muncul pada anak usia tamyiz, seperti pengetahuan bahwa dua itu lebih banyak dari pada satu dan kemustahilan seseorang dalam waktu yang bersamaan berada di dua tempat.
Ketiga, aql adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman empirik dalam berbagai kondisi. Keempat, aql adalah potensi untuk mengetahui akibat sesuatu dan memukul syahwat yang mendorong pada kelezatan sesaat. Dengan demikian orang yang berakal adalah orang yang di dalam melakukanperbuatan didasarkan pada akibat yang akan muncul bukan didasarkan pada syahwat yang mendatangkan kelezatan sesaat.Â
Di dalam Al-Qur'an, kata Aql dalam bentuk kata benda tidak ditemukan di dalam al-Qur'an adalah kata kerjanya yakni ya'qilun, ta'qilun dan seterusnya. Aqala (fi'il Madli, kata kerja lampau) berarti menahan atau mengikat. Dengan demikian al-A'qil(isim fail) berarti orang yang menahan atau mengikat nafsunya sehingga nafsunya terkendali karena diikat atau ditahan. Sedangkan orang yang tidak mempunyai aql tidak mengikat nafsunya sehingga nafsunya liar tak terkendali.Â
Itulah sebabnya orang berakal kadang disebut dengan uli al-nuha (yang mempunyai daya cegah) kadang disebut dengan dzi hijr (yang mempunyai daya cegah), dan kadang disebut dengan uli al-ahlam(yang mempunyai
An-Nafs Sedangkan menurut al-Ghazali nafsu diartikan "perpaduan kekuatan marah (gadlab) dan syahwat dalam diri manusia". Kekuatan gadlab pada awalnya tentu untuk sesuatu yang positif seperti untuk mempertahankan diri, mempertahankan agama dan sebagainya. Dengan adanya gadlab itulah jihad diperintahkan dan kehormatan diri terjaga.Â
Dengan kekuatan marah seorang wanita menolak untuk dinodahi agama dan kehormatannya. Dengan kekuatan marah seseorang dapat menumpas kedzaliman dan kemungkaran. Namun ketika gadlab tidak terkendali maka yang terjadi adalah kehancuran dan akhlak tercela. ( Nasiruddin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group, 2010)
Konsep al nafs dalam psikologi sufistik al Ghazali, dibedakan dalam dua arti. Dalam pengertian pertama, al nafs dipandang sebagai daya hawa nafsu yang memiliki daya kekuatan yang bersifat gadlabiyah dan syahwaniyah. Gadlabiyah adalah hilangnya kesadaran akal, karena dorongan kejahatan setan.Â