Berita kematian Puguh Dwi yanto, seorang warga Sunter, Jakarta Utara, 7 Januari 2012, menggerak perhatian saya melotot kasus ini. Sejumlah media massa merilis, penyebab tewasnya pria berusia 23 tahun itu diduga akibat flu burung.
Di Jakarta, menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI, Dien Emmawati, sebagaimana yang saya lansir dari TribunNews (9 Januari 2012), korban flu burung di Jakarta tak banyak yang bisa diselematkan medis.
Tahun 2009, dari 10 kasus flu burung, delapan orang diantaranya meninggal dunia. Tahun 2010, dari total tiga kasus, semuanya meninggal dunia.
Sepanjang 2011, dari tiga kasus, hanya satu yang selamat. Kasus flu burung yang masih merebak awal 2012 ini mengingatkan saya akan perjuangan Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan RI 2004-2009.
Ia menggugat ketidakadilan sistem WHO dalam penanganan flu burung. Proses gugatan itu saya tulis dalam Liputan Utama di Majalah FORUM Keadilan 2008 (saat itu saya masih menjadi wartawan majalah ini).
Berikut naskah asli tentang gugatan Bu Siti, yang pernah tayang di majalah FORUM Keadilan (judul: Bu Siti Melawan Amerika), dan mendapat penghargaan karya jurnalistik Terbaik Kedua setelah TEMPO (judul: Panas Dingin Virus Namru) dari Departemen Kesehatan, Desember 2008.
***
Bu Siti Melawan Amerika. Di dalam buku setebal 182 halaman itu, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menguak keculasan yang melibatkan organisasi internasional dan negara-negara kaya, mengenai flu burung. Hasil rekayasa Amerika?
”Diborongnya obat Tamiflu oleh negara-negara kaya yang tak memiliki kasus Flu Burung, sungguh sangat menggoreskan luka mendalam hati saya. Alangkah tidak adilnya.
Bayangkan saja Flu Burung menimpa negara-negara yang sedang berkembang bahkan miskin, tetapi mereka tidak diprioritaskan dalam pengadaan obat-obatan yang masih terbatas produksinya di dunia.” Itulah petikan salah satu bab pada buku terbaru Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari yang berjudul "Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung."
Buku yang diluncurkan 6 Februari 2008 lalu di Jakarta itu terbilang istimewa. Buku setebal 182 halaman itu mengisahkan perjuangan Siti Fadilah mendobrak ketidakadilan organisasi internasional sekelas WHO dan negara-negara maju, terutama dalam penanganan kasus Flu Burung yang mulai menyerang manusia sekitar empat tahun silam.