Momen lebaran alias hari kemenangan untuk semua umat muslim usai menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu waktu yang ditunggu-tunggu. Apalagi beruntungnya kita merayakan lebaran di Indonesia, karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah Muslim, sehingga tradisi Ramadhan juga lebaran seperti ini euforianya sangat tinggi.
Euforia lebaran dimulai pertengahan bulan Ramadhan, Dimana THR (Tunjangan Hari Raya) sudah mulai cair untuk para karyawan perusahaan. Sehingga ketika THR sudah cair, alhasil tradisi belanja kebutuhan lebaran pun dimulai. Seperti belanja baju baru untuk keluarga, belanja jajanan, tradisi ater-ater, mudik alias pulang kampung, tukar uang baru untuk ngasih para bocil atau keponakan, dan lain-lain.
Momen lebaran seperti ini juga cukup berkesan jika di Indonesia, pasalnya libur lebaran ini bukan hanya satu atau dua hari saja seperti perayaan hari raya lainnya, melainkan banyak cuti bersama yang direkomendasikan pemerintah untuk momen ini. Sehingga libur lebaran ini untuk para pekerja maupun siswa/i sekolah rata-rata kurang lebih satu minggu.
Dan momen libur panjang seperti ini sangat pas untuk dibuat pulang kampung mengunjungi keluarga setelah sekian lama terpisah jarak atau minim waktu untuk bersilaturahmi. Bahkan jika ada sisa hari usai silaturahmi lebaran, sisa harinya bisa dibuat liburan keluarga besar yang juga diwarnai momen suka cita.
Namun bagaimana dengan lebaran para penyiar radio, apakah juga sama dengan para pekerja bidang lainnya?
Jawabannya tidak sama, kita tetap bekerja walau lebaran tiba. Atau bisa juga mengambil libur saat hari lebaran, tapi tidak bisa lama sampai berhari-hari seperti pekerja bidang lain, atau bisa juga libur cukup panjang berhari-hari tapi dengan pengaturan yang berbeda dengan bidang lain.
Bidang lain yang dimaksud adalah non radio atau non media. Karena jikalau sesama media radio, televisi, atau media lainnya, kurang lebih pengaturan libur lebarannya hampir sama atau menyesuaikan kebijakan perusahaan masing-masing.
Untuk diketahui bahwa media radio itu tidak bisa ditinggal semua karyawannya libur di hari yang sama, melainkan selalu harus ada beberapa orang yang tetap aktif bekerja di hari yang sama, sehingga hal itu lah yang menyebabkan karyawan radio tidak bisa libur dalam satu waktu termasuk saat momen lebaran tiba.
Bayangkan jika semua karyawan radio dari banyak divisi libur kerja di hari yang sama, efek yang terjadi adalah radionya mati/off alias hening seharian bahkan berhari-hari, dan itu tidak lucu bukan?
Atau jangan radio, media televisi deh. Tiba-tiba dalam satu hari atau beberapa waktu karyawannya libur lebaran semua, sehingga channel televisi kesukaan kita dengan banyak programnya tiba-tiba tidak ada tayangan apapun, bahkan dikasih tulisan “mohon maaf para karyawan televisi semua sedang libur lebaran”. Gak mungkin kan?
Ok, sehingga perlu diatur sedemikian rupa agar para karyawan media ini spesifik ke radio dapat merayakan hari raya lebaran tapi juga tidak meninggalkan tugasnya sebagai bagian dari anak radio begitu saja.
Sesuai dengan pengalaman saya sebagai penyiar radio dari tahun 2012 lalu sampai sekarang, pengaturan jadwal kerja penyiar radio itu dipengaruhi tiga poin keagamaan, yaitu:
Pertama, mayoritas karyawan muslim,
Kedua, mayoritas karyawan non muslim,
Ketiga, mayoritas karyawan imbang antara muslim dan non muslim.
Kenapa dipengaruhi unsur keagamaan, alasannya karena lebaran adalah momen keagamaan, sehingga poin keagamaan menjadi poin yang berpengaruh dalam pengaturan jadwal kerja penyiar radio saat lebaran tiba.
Mari kita bahas satu-satu:
Kalau para penyiar radio di perusahaan Mayoritas Muslim, saat lebaran pilihannya 2, yaitu sesuai kebijakan perusahaan:
Pertama, para penyiar libur semua.
Jika hal ini dilakukan, maka yang terjadi adalah
a) Ada satu yang operator di studio.
Operator dalam hal ini adalah yang bagian menjaga studio alias mengatur pemutaran di meja siar (mixing). Biasanya ada satu sukarelawan radio atau satu orang petugas tambahan yang dipekerjakan saat momen tertentu saja (part time).
b) Para penyiar metode rekaman.
Jadi jauh-jauh hari sebelum libur hari raya tiba, para penyiar sudah merekam siarannya untuk beberapa hari ke depan, sehingga saat mereka mengambil libur hari raya, operator di studio tinggal memutar rekaman siaran para penyiar sesuai dengan programnya masing-masing.
c) Di radio diputar hanya lagu-lagu saja tanpa suara penyiar.
Metode pemutaran hanya lagu-lagu saja saat momen lebaran seperti ini juga sering dilakukan beberapa radio. Dimana kebijakan perusahaan memutuskan untuk para penyiar libur di hari yang sama semua saat lebaran tiba dengan tanpa metode rekaman atau penyiar pengganti, sehingga yang terjadi adalah diputar lagu-lagu saja tanpa penyiar.
Kedua, para penyiar dibuat gantian masuk kerjanya.
a) Pengaturan dalam hal ini yaitu separuh penyiar kerja & separuh penyiar libur. Separuh penyiar yang masuk atau siaran itu membawakan acara dua bahkan tiga program sekaligus untuk mengisi program penyiar lainnya yang sedang libur lebaran
b) Penyiar yang masuk di hari raya akan diganti libur di hari lain sesuai permintaan atau kesepakatan.
c) Separuh penyiar yang telah libur di hari raya, sebaliknya saat masuk kerja akan mengisi acara dua bahkan tiga program sekaligus mengisi program penyiar lainnya yang tukar libur hari raya tersebut.
Kalau para penyiar radio di perusahaan Mayoritas Non Muslim, saat lebaran pilihannya 2, yaitu sesuai kebijakan perusahaan:
Pertama, para penyiar yang muslim akan mendapatkan prioritas libur di hari raya idul fitri, sementara jadwal penyiar muslim tersebut dengan mudah dapat digantikan rekan lainnya yang non muslim.
Malah bisa jadi sebaliknya, saat momen hari besar non muslim tersebut seperti contoh Natal, Waisak, Imlek, dan lain-lain malah akan kesulitan mengatur jadwal siaran karena faktor karyawan non muslim lebih banyak dibanding yang muslim.
Sehingga jika dalam perusahaan radio lebih banyak non muslim, saat lebaran tidak terlalu mendapatkan efek berarti dan malah mendapatkan prioritas lebih baik.
Kedua, para penyiar yang muslim malah mendapat diskriminasi alias tidak mendapatkan fasilitas berarti termasuk hari raya keagamaan faktor toleransi yang kurang antar umat beragama yang non muslim. Sehingga ketika kita bekerja di radio yang mayoritas non muslim, faktor kedua ini juga rawan terjadi pada penyiar muslim sesuai dengan kebijakan perusahaan masing-masing.
Kalau para penyiar radio di perusahaan Imbang antara Muslim dan Non Muslim, saat lebaran lebih mudah untuk mengatur jadwalnya.
Sebenarnya mempunyai rekan-rekan kerja yang imbang antara muslim dan non muslim cukup menguntungkan. Dengan keseimbangan umat beragama tersebut dapat mempermudah pengaturan jadwal di perusahaan.
Seperti separuh karyawan yang muslim dapat mengisi kekosongan jadwal penyiar non muslim saat momen keagamaannya mereka libur kerja, sebaliknya saat momen hari raya keagamaan muslim atau lebaran seperti ini juga mereka yang non muslim dapat mengisi kekosongan jadwal penyiar muslim yang mengambil libur hari raya.
Hal itu biasanya otomatis terjadi karena saling melengkapi dan menyesuaikan kebutuhan masing-masing tanpa harus ada yang merasa dikorbankan satu sama lain, seperti kesenjangan saat mayoritas penyiar radio di perusahaan lebih banyak muslimnya atau lebih banyak non muslimnya.
Bagaimanapun yang perlu diingat bahwa di radio tidak bisa libur serentak dalam hari yang sama, atau bahkan mengambil libur sampai berhari-hari, jawabannya tidak bisa. Sehingga ego satu sama lain antar umat beragama, pertemanan, dan profesionalitas kerja diuji dalam hal ini.
Catatan:
Dalam beberapa poin rekan kerja yang menggantikan jadwal satu dan lainnya itu untuk keperluan hari raya, biasanya juga dibagi tiga, yaitu:
Pertama, atas dasar sukarela karena dijadwal secara otomatis oleh perusahaan.
Kedua, atas dasar perjanjian menggantikan jadwal siar masing-masing di lain hari.
Ketiga, atas dasar dibayar alias rekan muslim yang izin minta digantikan jadwal siarnya oleh rekan lainnya membayar tunai, agar dapat bekerjasama menggantikan sesuai dengan jam siarnya.
Jadi, mengatur jadwal kerja penyiar radio saat momen lebaran itu kesimpulannya dipengaruhi oleh dua hal, yang pertama dipengaruhi keagamaan para penyiar dan kedua dipengaruhi kebijakan perusahaan. Dimana dua pengaruh tersebut pengaturannya seperti yang sudah dijabarkan di atas.
Selengkapnya penjelasan saya sesuai dengan topik bisa juga dilihat pada video di bawah ini:
Salam, Alfira Fembriant.
(Penyiar Radio yang tetap kerja saat lebaran tiba)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H