83l4m4t m4l4m m64k F1r4. 84y4 4n4 d4r1 m4l4n9. R3qv38t l49v C0k3l4t - 63nd3r4. 84l4mny4 6v4t t3m4n-t3m4n d1 K0mp4814n4 84j4 84l4m k3n4l.
Bisakah anda membaca atau menterjemahkan kata-kata di atas?
Itu bukan salah ketik loh, atau penulis ngawur dalam sebuah tulisan. Melainkan itu realita dari salah satu atau beberapa Pendengar Radio dengan usia relatif muda, sering kali memakai gaya penulisan yang terkesan (maaf) Alay.
Definisi Alay pada dasarnya memanfaatkan bahasa anak muda Ibu Kota, ragam bahasa yang berkembang di akhir 1980an, dan kemudian jadi ragam bahasa media jejaring sosial yang khas. Dalam pergaulan media jejaring sosial, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar malah membuat orang tampak aneh, kaku, dan lucu.
Ya, penulis adalah seorang Penyiar Radio. Setiap harinya selalu bertemu dengan bermacam karakter Pendengar Radio di ON AIR. Dalam seharinya saja yang mendengarkan suatu frequensi Radio bisa ribuan, namun hanya ratusan atau puluhan orang saja yang memilih untuk bergabung di Media tersebut dalam suatu acara atau program yang sedang berlangsung.
Sebagai Penyiar yang sudah berpengalaman selama 10 tahun berkecimpung di Media ini, penulis sudah pengalaman dengan Bahasa lisan atau tulisan dari banyaknya karakter pendengar radio tersebut. Dari tulisan yang disingkat, tidak ada titik & koma, bahasa yang alay, bahkan penulisan huruf yang dirubah seperti contoh di atas.
Biasanya setiap penyiar berbeda tanggapannya. Ada yang langsung melewatinya begitu saja, ada juga yang tetap perhatian mencoba untuk memahami apa arti dari kata-kata tersebut.
Arti kata di atas itu sebenarnya seperti ini:
Selamat malam mbak Fira. Saya Ana dari Malang. Request lagu Cokelat - Bendera. Salamnya buat teman-teman di Kompasiana saja salam kenal.
Kata sesederhana seperti itu bisa dirubah sedemikian rupa dengan angka. Bayangkan bagaimana pusingnya menjadi Penyiar yang harus membaca bahasa atau tulisan seseorang tersebut?
Huruf "I" diganti angka 1.
Huruf "E" diganti angka 3.
Huruf "A" diganti angka 4.
Huruf "B" diganti angka 6.
Huruf "S" diganti angka 8.
Huruf "G" diganti angka 9.
Huruf "O" diganti angka 0.
Ada juga yang suka menggunakan huruf kapital:
SeLaMat MaLaM MBaK FiRa. SaYa ANa DaRi MaLaNG. ReQueST LaGu CoKeLaT - BeNDeRa. SaLaMNYa BuaT TeMaN-TeMaN Di KoMPaSiaNa SaJa SaLaM KeNaL.
Ada lagi yang tidak memakai tanda titik & koma seperti:
selamat malam mbak fira saya ana dari malang request lagu cokelat - bendera salamnya buat teman-teman di kompasiana saja salam kenal
Ada juga yang disingkat:Â
Mt mlm mbk Fr. q Ana dr Mlg. Req lg Cklt - Bndera. Slamx bwt tmn2 d Kompasiana az slm knal.
Itu beberapa contoh gaya penulisan yang sering anak muda pakai ketika bergabung untuk request lagu dan salam-salam seperti biasa. Namun yang namanya atensi tidak sesingkat itu, kadang sangat panjang yang bisa membuat penyiar gigit jari.
Contohnya seperti ini:
Yah, tapi kalau sudah berpengalaman, pasti sudah terlatih memahami dengan gaya penulisan seperti itu. Karena bagaimanapun seorang penyiar hanya bisa mengedukasi pendengar saja mengenai bahasa tulisan yang baik. Namun semua itu dikembalikan pada Pendengar Radio itu sendiri mau memperbaiki tulisannya atau tidaknya.
Bahkan ketika 28 Oktober 2020 ini saja, di Radio penulis menghimbau para pendengar untuk memakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam rangka peringatan Sumpah Pemuda. Namun tetap saja ada yang berargumen bahwa penulisan isi atau hasil kongres Sumpah Pemuda pun tahun 1928 dulu juga tidak memakai ejaan tulisan yang benar.
Seperti diketahui bunyi tiga keputusan kongres tersebut pada tahun 1928, sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda:
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedua:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.Â
Nah, penulisan di atas ini menggunakan ejaan van Ophuijsen atau ejaan lama. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata bahasa Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda.
Makin tahun bertambah, pastinya bahasa Indonesia sudah disempurnakan. Apa lagi jarak 1928 ke 2020 sudah 92 tahun yang lalu. Sehingga penggunaan penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut KBBI 2020 sudah sangat berbeda dengan tahun 1920an yang lalu dan tidak bisa dibandingkan atau disamakan.
Setelah disempurnakan menggunakan Bahasa Indonesia saat ini yang berlaku, penulisannya menjadi:
Pertama:
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dari tiga Sumpah Pemuda tersebut, penulis fokus pada pembahasan poin ketiga yaitu menjunjung tinggi bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
Di Momen Sumpah Pemuda ini, semoga kita bisa mengambil suatu filosofi dari poin ketiga tersebut. Setidaknya tidak menggunakan bahasa alay seperti contoh di awal, atau tulisannya disingkat kurang tepat, tidak ada tanda titik & koma, hingga penggunaan huruf kapital yang tidak sesuai tempatnya.
Indonesia kaya warna yang membuat perbedaan dan lambang dari sebuah kekayaan Negara. Dari banyak Suku, Agama, Ras, dan Bahasa daerah yang ada di indonesia, yang bisa mempersatukan kita dalam segi bahasa hanyalah Bahasa Indonesia.
Jadi, yuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar mulai sekarang :)
Salam, @Alfira_2808
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H