Ada lagi yang tidak memakai tanda titik & koma seperti:
selamat malam mbak fira saya ana dari malang request lagu cokelat - bendera salamnya buat teman-teman di kompasiana saja salam kenal
Ada juga yang disingkat:Â
Mt mlm mbk Fr. q Ana dr Mlg. Req lg Cklt - Bndera. Slamx bwt tmn2 d Kompasiana az slm knal.
Itu beberapa contoh gaya penulisan yang sering anak muda pakai ketika bergabung untuk request lagu dan salam-salam seperti biasa. Namun yang namanya atensi tidak sesingkat itu, kadang sangat panjang yang bisa membuat penyiar gigit jari.
Contohnya seperti ini:
Yah, tapi kalau sudah berpengalaman, pasti sudah terlatih memahami dengan gaya penulisan seperti itu. Karena bagaimanapun seorang penyiar hanya bisa mengedukasi pendengar saja mengenai bahasa tulisan yang baik. Namun semua itu dikembalikan pada Pendengar Radio itu sendiri mau memperbaiki tulisannya atau tidaknya.
Bahkan ketika 28 Oktober 2020 ini saja, di Radio penulis menghimbau para pendengar untuk memakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam rangka peringatan Sumpah Pemuda. Namun tetap saja ada yang berargumen bahwa penulisan isi atau hasil kongres Sumpah Pemuda pun tahun 1928 dulu juga tidak memakai ejaan tulisan yang benar.
Seperti diketahui bunyi tiga keputusan kongres tersebut pada tahun 1928, sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda:
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedua:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.Â
Nah, penulisan di atas ini menggunakan ejaan van Ophuijsen atau ejaan lama. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata bahasa Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda.
Makin tahun bertambah, pastinya bahasa Indonesia sudah disempurnakan. Apa lagi jarak 1928 ke 2020 sudah 92 tahun yang lalu. Sehingga penggunaan penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut KBBI 2020 sudah sangat berbeda dengan tahun 1920an yang lalu dan tidak bisa dibandingkan atau disamakan.