Mohon tunggu...
Alfin Riza Masyita
Alfin Riza Masyita Mohon Tunggu... -

...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jiwa Menurut Psikologi Islam

28 Desember 2015   14:10 Diperbarui: 28 Desember 2015   14:32 3096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Pandangan Al-Ghazali mengenai struktur keruhanian manusia dan aspek-aspeknya memberi kesan bahwa semacam pola kualifikasi berjenjang atas berbagai kualitas insani, yakni menggolongkan sifat manusia dari yang paling rendah melewati beberapa tahap (jenjang antara) sampai pada tingkatan yang paling tinggi dengan tolak ukur sejauh mana keterikatan dengan jasmani dan keterkaitannya dengan ruhani (Bastaman, 1995).

            Yang ketiga adalah substansi Nafs. Nafs dapat berarti jiwa (soul), nyawa, ruh konasi, yang berdaya syahwat dan ghadbab, kepribadian, dan substansi psikofisik manusia. Pada substansi nafs ini adalah dimana komponen jasad dan ruh bergabung. Substansi nafs memiliki potensi gharizah (bawaan/psikofisik manusia yang dibawa sejak lahir dan menjadi penent tingkah laku manusia), yang jika dikaitkan dengan jasad dan ruh dapat dibagi menjadi tiga bagian (Mujib & Mudzakir, 2002). Bagian-bagian tersebut adalah al-qalb yang berhubungan dengan emosi, al-‘aql yang berhubungan dengan cipta dan kognisi, dan daya al-nafs yang berhubungan dengan karsa dan konasi. Dan ketiga potensi tersebut adalah subsistem nafs yang dapat membentuk kepribadian.

            Kalbu merupakan materi organic yang memiliki system kognisi dan emosi. Alh-Ghazali secara tegas melihat qalbu dari dua aspek, yaitu kalbu jasmani dan kalbu ruhani (Mujib & Mudzakir, 2002). Kalbu jasmani adalah jantung pada manusia, sedangkan kalbu ruhani adalah esensi manusia yang berhubungan dengan kalbu jasmani yang bersifat halus (lathief), rabbani dan ruhani.

            Al-Ghazali berpendapat bahwa kalbu memiliki insting yang disebut dengan annur al-illahiyyah (cahaya ketuhanan) dan al-bashiroh al-bathinah (mata batin) yang memancarkan keimanan dan keyakinan (Mujib & Mudzakir, 2002). Menurut Al-Ghazali kalbu diciptakan untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat. Kebahagiaan kalbu sangat tergantung pada ma’rifat kepada Allah SWT yang tergantung pada perenungan ciptaan-Nya. Pengetahuan tentang ciptaan Allah SWT hanya dapat diperoleh melalui bantuan indera. Sehingga indera harus bersumber dari kalbu. Tanpa kalbu maka indera manusia tidak akan memperoleh daya persepsi, terutama persepsi spiritual. Daya persepsi manusia akan terjadi jika terjadi koneksi anatara kalbu dan indera.

            Kalbu secara psikologis memiliki daya-daya emosi, yang menimbulkan daya rasa. Selain daya emosi, kalbu juga memiliki daya kognisi menurut At-thabathaba’i (Mujib & Mudzakir, 2002). Akan tetapi yang lebih terlihat adalah daya emosi dibandingkan dengan daya kognisinya. Daya emosi kalbu sendiri ada yang bersifat positif dan negatif. Emosi positif misalnya cinta, senang, riang, percaya, tulus, dan lain-lain. Sedangkan emosi negative misalnya benci, sedih, ingkar, mendua dan lain-lain.

            Bagian nafs yang selanjutnya adalah akal. Akal secara psikologis memiliki fungsi kognisi (daya cipta). Kognisi adalah suatu konsep umum yang mencakup semua pengalaman kognisi, seperti melihat, mengamati, memperhatikan, mendengarkan pendapat, mengasumsikan, berimajinasi, memprediksi, berpikir, mempertimbangkan, menduga, dan menilai (Chaplin dalam Mujib & Mudzakir, 2002).

            Al-Ghazali berpendapat bahwa akal memiliki banyak aktivitas. Aktivitas tersebut adalah al-nazhar atau melihat dengan memperhatikan, al-tadabbur atau memperhatikan secara seksama, al-ta’ammul atau merenungkan, al-istibshar atau melihat dengan mata batin, al-I’tibar atau menginterpretasikan, al-takfir atau memikirkan, dan al-tadakkur atau mengingat (Victor Said dalam Mujib & Mudzakir, 2002).

            Bagian yang ketiga dari nafs adalah nafsu. Nafsu memiliki dua kekuatan, yaitu al-Ghadhab dan al-syahwat. Al-ghadab adalah kekuatan yang menggerakkan manusia untuk menghindari dari hal-hal yang membahayakan. Dalam psikoanalisa ini disebut defense. Sedangkan ­al-syahwat adalah kekuatan atau daya yang mendorong pada hal-hal yang menyenangkan yang dalam psikologi disebut appetite, yaitu hasrat atau motif yang berasal dari perubahan fisiologis.

            Dalam psikologi barat sendiri, juga ada beberapa tipologi-tipologi kejiwaan pada manusia yang diajukan oleh beberapa tokoh. Misalnya Plato yang berpendapat bahwa jiwa terdiri dari tiga bagian (Suryabrata, 2012), yaitu pikiran (logos) yang berkedudukan di kepala, kemauan (thumos) yang berkedudukan di kepala, dan hasrat (epithumid) yang berkedudukan di perut. Dan dalam hubungannya dengan ketiga bagian tersebut, Plato menyatakan tiga macam kebajikan, diantaranya yaitu kebijaksanaan keberanian dan penguasaan diri. Dengan selasarasnya ketiga kebajikan tersebut, akan mewujudkan keadilan dan kebenaran. Sedangkan jika ada dominasi dari salah satu bagian jiwa manusia, maka akan terjadi tiga macam tipe orang. Tipe pertama adalah orang yang tertutama dikuasai oleh pikir, karena logosnya lah yang mendominasi diri manusia tersebut. Tipe yang kedua adalah orang dikuasai oleh kemaudan dan tipe yang terakhir adalah tipe orang yang dikuasai oleh hasrat.

            Sedangkan Queyrat membagi daya jiwa menjadi daya kognitif, afektif dan konatif. Berdasarkan atas daya mana yang mendominasi, makan dapat dikemukakan tipe-tipe sebagai berikut (Suryabrata, 2012) :

  1. Salah satu daya yang dominan, akan menimbulkan tipe mediatif (daya kognitif dominan), emosional (daya afektif dominan), dan aktif (daya konatif dominan).
  2. Dua daya yang dominan, akan menimbulkan tipe mediatif-emosional atau sentimental (daya kognitif dan afektif dominan), aktif-emosional atau garang (konatif dan aktif dominan), aktif-mediatif atau berkemauan (daya konatif dan kognitif dominan).
  3. Jika tiga daya dalam keadaan seimbang, akan menimbulkan tipe seimbang, amoroph, dan apatis.
  4. Ketiga daya itu berfungsi secara tidak teratur, dapat menimbulkan tipe tak stabil, tak teguh hati, dan kontradiktoris.
  5. Dan ada tiga macam tipe yang tidak sehat, yaitu tipe hypochondoris, melancholis, dan histeris.

Selanjutnya, Malapert juga memiliki klasifikasi tersendiri mengenai manusia melalui aspek-aspek kejiwaan, diantarnya tipe intelektual yang terdiri atas analitis dan reflektif, tipe afektif yang terdiri dari emosional dan bernafsu, tipe volunteer yang terdiri dari golongan tanpa kemauan dan besar kemauan, dan tipe aktif yang terdiri dari golongan aktif dan tidak aktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun