Selama abad ke 19 penghulu masih merupakan jabatan penting dan utama diseluruh pulau jawa dan kalimantan, dalam pemerintahan daerah kolonial belanda akan menunjuk seorang pemimpin pribumi dan seorang mufti (penghulu tinggi) agama islam sebagai wakilnya, ini menunjuknya posisi penghulu yang luar biasanya penting dan tak tergantikan. Secara pribadi penulis menemukan catatan beberapa nama-nama penghulu yang menjabat di Banjarmasin dan Marabahan Kalimantan selatan di tahun 1840an hingga 1850an dibawah gubernuran Hindina Belanda.
Sebagai sebuah sistem pemerintahan islam, Kepenghuluan tentunya mempunyai strukturnya yang hingga hari ini belum begitu kita pahami dengan baik apa dan bagaimana, penulis sendiri seperti peneliti sebelumnya menyepakati bahwa residunya masih bisa kita temukan hingga hari ini, ismail memberikan gambaran struktur jabatan kepenghuluan di pulau jawa di jaman kolonial hingga ketingkat desa yang disebut modin, hari ini jabatan modin itu tetap ada khususnya di jawa tengah dan timur, pemerintah belanda kemudian mengangkat penghulu sebagai bagian dari jabatan pegawai negeri dibawah kolonial belanda yang berarti mereka penghulu tidak lagi sebagai jabatan politis,Â
ismail juga memberikan gambaran mengenai pencabutan hak peradilan islam dari penghulu oleh pemerintah kolonial dan kemudian pemerintah kolonial membentuk hakim agama islam yang khusus menangani peradilan islam dan memberikan penghulu otoritas minor hanya dalam hal pelaksanan dan pengawasan serta pencatatan pernikahan islam. Namun berbeda dengan di selatan kalimantan dimana kolonial malah membentuk peradilan islam dibawah lembaga kerapatan qadi yang juga membawahi pernikahan islam dan sekaligus peradilan islam yang strukturnya berbeda dengan di jawa.
Namun residu utama dari kepenghuluan adalah kesultanan-kesultanan yang ada di nusantara itu sendiri sebagai entitas politis yang tak bisa dipungkiri adanya berdiri berdasarkan inisiasi dan dorongan serta dukungan politik para penghulu. residu lain juga bisa terlihat dari berbagai acara keislaman kebudayaan berbasis islam atau terpengaruh islam yang notabeni diperkenalkan oleh para penghulu, Â seperti tahlilan, maulidan, upacara perkawinan, wayang dengan latar belakang kisah islam, dan lainnya. Â
Residu juga terlihat dalam berbagai sistem pendidikan islam, baik pesantren dijawa dan mengaji duduk di kalimantan yang kemudian membentuk jaringan keulamanan yang begitu luas di nusantara. Â Residu lain bisa kita dapat dalam sistem hukum kita yang hingga hari tetap ada yaitu peradilan islam. residu lain dalam pemerintahan yang masih kita dapati adalah jabatan penghulu dalam hal perkawinan dan penyuluh keagamaan islam dan beberapa jabatan lain seperti guru agama islam sebagai jabatan resmi dalam pemerintahan indonesia yang melaknakan otoritasnya secara resmi berdasarkan undang-undang.
Kepenghuluan adalah sistem pemerintahan bukan hanya sebagai hanya penegak hukum syariah, maka diskusi-diskusi kepenghuluan tidak seharusnya dibatasi dalam hukum islam, penghulu tidak dikenal dalam ranah akademis, posisi sangat tidak jelas.
Kepenghuluan pula melahirnya status sosial baru, sebagai strata sosial baru yang menyaingi trak kebangsawaan sebelumnya, keturunannya mereka menjadi bangsawan dalam gelar-gelar baru dan masuk dalam putara politik selama ratusan tahun sebagai konsekwensi logis secara politik dalam mempertahankan eksestensi islam dan sistem kepenghuluan, keturunan pengislam terkenal pula memakai gelar-gelar bangsawan setempat atau juga membuat gelar-gelar bangsawan baru, mereka juga membentuk kelompok ekonomi baru dengan begitu mereka akhirnya sama-sama menyokong kepenghuluan tetap eksis,Â
hal ini terlihat dalam beberapa silsilah yang dikalimantan selatan yang memperlihatkan dominasi para keturunan penghulu pengislam yang merayapi posisi-posisi birokrat, intelektual dan borjuis dan tentunya juga ulama. Sesuai pendapat kuru, Â ada empat bidang kelas yang yang bisa dilihat yaitu kelas Ulama, kelas politik, kelas intelektual dan kelas ekonomi.
Para pengislam dan keturunannya yang telah bahu membahu mempertahankan pengaruh islam tentu seiring waktu juga melewati berbagai gejolak, kepenghuluan seharusnya dilihat bukan hanya sebagai sebuah jabatan yang mengurus pernikahan islam saja, namun sebagai sebuah sistem pemerintahan yang telah menaungi penyebaran islam dinusantara.
Tulisan ini memang tidak menjawab tuntas pertanyaan dari penulis sendiri seperti di awal tulisan, namun tetap berharap akan ada kesempatan lain untuk menuliskannya secara lebih serius lagi.
 Semoga bermanfaat.