Nikah tercatat dan Nikah tidak tercatat
Oleh: Andin Alfigenk Ansyarullah Naik
Terakhir-terakhir ini (mungkin tidak terlalu ramai) ada diskusi mengenai terbitnya kartu kerluarga dengan status perkawinan tidak tercatat dan akta lahir anak yang terbit dengan keterangan bahwa anak ini lahir dari pernikahan tidak tercatat.
Dalam tulisan ini saya tidak akan masuk dalam perdebatan terlalu dalam, tapi hanya ingin memberikan gambaran beberapa hal mengenai perkawinan dan pencatatan perkawinan yang mungkin bisa memberikan pandangan baru terhadap diskusi-diskusi berikutnya.
Saya pribadi melihat pernikahan dalam tiga pandangan, pertama pernikahan sah atau tidak sah, kedua pernikahan tercatat atau tidak tercatat, ketiga pernikahan berkah atau tidak berkah.
Undang-undang perkawinan mendefinisikan bahwa pernikahan adalah sah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, frase ini menjadi penting karena merupakan ayat pertama dari pasal pertama Undang-undang perkawinan.
Bagi yang beragama muslim, ada konsekwensi penerapan syariat islam untuk pernikahannya maka pendaftaran dan pemeriksaan serta administrasinya dicatatkan di kementerian Agama yang dilaksanakan oleh KUA, sedangkan bagi non muslim dicatatkan di Dupcapil.
Seterusnya KUA tidak hanya bertugas sebagai pencatat pernikahan muslim saja, tapi memastikan bahwa pernikahan itu adalah sah sesuai dengan syariah islam yang artinya adalah pernikahan tersebut harus sesuai dengan Rukun dan syarat nikah dalam agama islam, dan harus sesuai dengan beragai peraturan negara lainnya baru kemudian pencatatannya bisa dilaksanakan.
Adalah sah tidaknya pernikahan menurut syariat agama merupakan salah satu point utama yang harus terpenuhi untuk dapat kemudian pernikahan tersebut dicatatkan oleh KUA.
Dari sini kita dapat memahami akan kenapa pernikahan sirri tidak serta merta perkawinannya dapat dicatatkan oleh KUA, karena ada ketidakpastian terpenuhinya rukun dan syarat nikah dan berbagai administrasi lainnya dalam pernikahan sirri tersebut. Kecuali ada perintah pencatatan kepada KUA oleh pengadilan Agama melalui penetapan atau Isbat nikah.
Terpenuhinya berbagai rukun dan syarat nikah merupakan sesuatu hal yang tidak sembarangan dalam agama islam, pernikahan pada dasarnya bukan sesuatu tentang tidak tercatat atau tidak tercatat sahaja, tapi dalam agama islam pernikahan merupakan sebuah ibadah, ada dosa ada pahala disana, ada halal ada haram disana.
sehingga terpenuhi rukun dan syarat nikah merupakan hal utama yang wajib terpenuhi yang dengan itu ibadah pernikahan bisa didirikan dan dilaksanakan serta bisa dipertanggung jawabkan dunia akhirat, sah tidaknya sebuah pernikahan dapat di lihat dari terpenuhinya rukun dan syarat nikah tesebut yang mana Negara sebagai ulil amri memberikan tugas dan tanggung jawab tersebut itu kepada KUA.
Untuk lebih jelasnya saya akan memberikan sedikit gambaran mengenai rukun dan syarat nikah secara syariah disertai syarat administrasi :
Rukun nikah
Ada calon pengantin laki-laki,
Ada calon pengantin perempuan
Ada wali
Ijab kabul
Ada dua orang saksi laki-laki
Bagi calon pengantin laki-laki, dia tidak terhalang untuk menikah baik secara syar'I dan administrasi agama, salah satu contoh tidak terhalang secara syar'i disini adalah pernikahan ini bukan lah pernikahan untuk mempunyai istri ke 5, dia hanya boleh mempunyai istri 4 orang. Secara administrasi juga harus ada izin pengadilan bagi yang ingin berpoligami, contoh lain seperti harus terpenuhinya umur minimal bagi laki-laki adalah 19 tahun kecuali ada dispensasi dari pengadilan seperti amanat undang-undang.
Bagi calon pengantin perempuan juga mempunyai syarat dia tidak mempunyai halangan untuk menikahbagi secara syar'i maupun administrasi, sebagai contoh dia tidak sedang dalam pernikahan dengan lelaki lain, dibuktikan secara hitam putih dan juga pengakuannya sendiri, jika dahulu dia pernah menikah dan belum pernah terjadi perceraian meski telah berpisah lama maka dia tidak boleh/haram menikah dengan lelaki lain. Misal yang lain sepeti dia tidak sedang masa iddah, seorang wanita yang sedang massa iddah haram hukumnya menikah.
Berikutnya adalah wali nikah yang merupakan jantung dalam pernikahan, tepat tidaknya seseorang untuk menjadi wali nikah akan sangat menentukan sah tidaknya pernikahan, kehati-hatian dalam menentukan wali nikah merupakan hal mutlak bagi petugas KUA atau penghulu. Kesalahan wali akan berakibat tidak sahnya pernikahan. Tidak sahnya pernikahan berakibat tidak halalnya hubungan suami istri dan lainnya seperti waris dan status anak.
Penentuan seseroang itu berhak atau tidak menjadi Wali nikah sering kali menjadi permasalahan yang banyak orang awam tidak pahami dengan baik, ada kriteria tertentu secara syariah islam mengenai hal ini, misalnya seorang ayah kandung tidak bisa menjadi wali nikah anak perempuannya jika dia menikahi istrinya/ibu dari anak perempuan ketika hamil lebih dari 3 bulan, seorang ayah angkat tidak boleh menjadi wali nikah dan sebagainya, Â Begitu pula permasalahan Wali hakim, tidak sesederhana dan mudah seperti dugaan banyak orang, Â proses berwali hakim harus dalam pertimbangan dan ijtihad kepala KUA sebagai Wali hakim karena ada kriteria tertentu secara syariah. Wali Nikah merupakan salah satu hal yang membedakan pernikahan agama islam dan agama lainnya yang sering kali kurang terpahami dengan baik.
Ijab kabul kabul pun mempunyai karakteristiknya tersendiri yang biasanya berbeda-beda antar daerah, tapi tetap harus sesuai dengan arahan umum dari syariat islam yang mu'tabar. Jadi ijab kabul tidak bisa sembarang sesuka-sukanya, maka peran para saksi nikah sangat krusial dalam memberikan kesaksian sah tidaknya sebuah perkawinan, saksi harus mengetahui betul tentang rukun dan tata cara pernikahan serta secara agama mempunyai sifat adil dan tidak fasik sehingga legetimasi dari mereka bisa dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya, apabila pernikahan telah pula di sahkan oleh para saksi dengan dihadiri oleh petugas KUA /penghulu, maka bisa dicatatkan, semua berkas pernikahan bisa ditandatangani oleh kedua pengantin, wali nikah, para saksi dan petugas KUA/Penghulu yang menghadiri dan menyasikkan semua proses upacara pernikahan tersebut dilaksanakan.
Kemudian yang terakhirnya mengenai pernikahan berkah atau tidak berkah adalah sisi spiritual dari pernikahan yang biasanya berdampak langsung terhadap pernikahan tersebut, maka penting kiranya seseorang bisa menghormati lembaga pernikahan dan orang-orang yang terlibat dalam pernikahan sebagai bagian dari jalan ibadah, agar keberkahan pernikahan bisa didapatkan.
Sejujurnya saya tidak memahami dasar apa yang menjadi sandaran munculnya frasa " nikah tidak tercatat" dalam Dokument resmi negara tanpa adanya bukti pernikahan dari KUA berupa buku nikah atau keputusan isbat nikah dari pengadilan agama, pun definisi nikah tidak tercatat tersebut juga.
Pertanyaan kritis saya disini adalah apakah "Frasa Nikah tidak tercatat" adalah sama dengan nikah yang sah tapi tidak dicatatkan di KUA? Jika begitu maka siapa yang bisa menyatakan pernikahannya itu sah? Apakah dupcapil atau KUA atau Pengadilan? Lalu dampak hukumnya bagaimana baik dalam hukum fositive maupun hukum syariat Islam? Namun jika pernikahan tersebut ternyata belum dapat dipastikan sah atau tidaknya lalu kemudian mengapa harus diberi pernyataan nikah belum tercatat? Selain itu terlepas dari sah atau tidaknya pernikahan maka siapa yang bisa menjadi saksi bahwa benar-benar telah terjadi pernikahan ?
Saya berharap diskusi ini akan terus hidup
semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI