Kepemimpinan adalah salah satu tema yang selalu relevan dalam berbagai konteks, baik dalam pemerintahan, organisasi, maupun masyarakat secara umum. Dalam sejarah pemikiran, banyak tokoh yang telah memberikan kontribusi terhadap pemahaman kita mengenai kepemimpinan. Salah satu di antaranya adalah Aristoteles, filsuf Yunani kuno yang karya-karyanya masih sangat berpengaruh hingga saat ini. Diskursus gaya kepemimpinan Aristoteles menawarkan perspektif yang mendalam tentang bagaimana seorang pemimpin seharusnya bersikap dan bertindak. Artikel ini bertujuan untuk membahas berbagai aspek dari diskursus gaya kepemimpinan Aristoteles, termasuk prinsip-prinsip, relevansinya dalam konteks modern, serta aplikasi dari pemikiran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Aristoteles merupakan seorang filsuf yang juga mempunyai pandangan berbeda dan bertolak belakang dari ajaran plato.Dimana Aristoteles mengatakan bahwa semua manusia dapat di jadikan sebagai seorang pemimpin,sedangkan bagi Plato hanya bagi seorang filsuf yang dapat dijakan sebagai seorang pemimpin.Hal tersebut membuat keduanya memiliki pandangan yang berbeda.Aristoteles merupakan seorang filsuf Yunani yang memiliki pemikiran-pemikiran yang baik untuk bagiamana menciptakan atau bagaimana seseorang itu mempunyai pandangan untuk bergerak mendapatkan tujuan hidup yaitu mencapai kebahagiaan.
Logika merupakan langkah awal bagi manusia untuk memikirkan bagaimana kehidupan yang akan di lakukannya untuk menciptakan manusia menjadi seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan dapat di percaya oleh para pengikutnya.Kehidupan manusia diwarnai dan dihiasi oleh bermacam-macam harapan dan sebuah tujuan.Salah satunya adalah untuk mencapai kebahagiaan.Hal ini merupakan suatu dambaan dari seseorang jauh sebelumnya.Hal tersebut tampak dengan adanya sebuah realita bahwa manusia berusaha untuk mengupayakan tercapainya kebahagiaan dalam menjalani kehidupannya.
Dalam kuliahnya, Aristoteles mengkategorikan gaya kepemimpinan ke dalam berbagai jenis, antara lain kepemimpinan otoriter, demokratis, dan laissez-faire. Ia menunjukkan bahwa setiap gaya mempunyai kekuatan dan kelemahan tergantung pada keadaan dan kebutuhan masyarakat yang dibimbingnya. Meskipun gaya kepemimpinan otoriter efektif untuk pengambilan keputusan yang cepat, namun berpotensi menimbulkan konflik dan frustrasi jika tidak diimbangi dengan komunikasi yang baik. Sebaliknya, kepemimpinan demokratis yang melibatkan partisipasi masyarakat seringkali menghasilkan keputusan yang lebih baik dan dapat diterima, namun dapat memperlambat proses pengambilan keputusan.
Apa itu gaya kepemimpinan Aristoteles?
Keadilan sebagai landasan utama
Keadilan adalah salah satu kebajikan utama yang dibahas oleh Aristoteles, terutama dalam konteks kepemimpinan. Pemimpin yang adil mampu memberikan hak yang sesuai kepada setiap orang dan memperlakukan mereka secara setara berdasarkan prinsip moral yang jelas. Dalam Nicomachean Ethics, Aristoteles menggambarkan keadilan sebagai kebajikan yang paling sempurna, karena ia tidak hanya memengaruhi individu tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Aristoteles menekankan bahwa keadilan adalah prinsip fundamental dalam kepemimpinan. Seorang pemimpin harus betindak secara adil untuk memastikan stabilitas masyarakat dan keberlanjutan pemerintahan. Keadilan tidak hanya mencakup sebuah tindakan yang adil, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
Contoh: Dalam sebuah tim proyek, seorang pemimpin yang adil akan memberikan penghargaan kepada anggota tim yang berkontribusi lebih banyak, sambil tetap memberikan dukungan kepada mereka yang mungkin mengalami kesulitan. Dengan cara ini, pemimpin tidak hanya memotivasi anggota tim untuk bekerja lebih keras, tetapi juga menciptakan lingkungan yang inklusif dan saling mendukung.