Mohon tunggu...
Alfiansyah Syah
Alfiansyah Syah Mohon Tunggu... Warga Negara Indonesia -

Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Satu Malam, di Jakarta (Tamat)

1 Mei 2018   22:44 Diperbarui: 2 Mei 2018   12:32 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi semua masih belum terlambat. Bukankah kita masih hidup? Dan hidup memang hanya menunda kekalahan dan benar-benar menyerah.

Udara Jakarta memang berbeda dengan Balikpapan. Di sini terasa gerah. Bahkan sampai saya tak bisa membedakan mana kabut dan mana polusi. Bintang sudah tenggelam. Semua turun, seperti kerlap-kerlip malam, di mana bumi ini justru memciptakan beribu bintang, dari lampu penerangan, ruko, dan gedung-gedung bertingkat. Menyala di setiap sudut-sudut jalan. 

Sebelum menutup tulisan ini, tiba-tiba saya ingat puisi penyair sufi Umbu Landu Paranggi, yang menulis tentang Jakarta, pada puisinya yang berjudul "Apa Ada Angin di Jakarta". Angin segar memang jarang kita temui, namun begitulah hidup. Kadang remang, fantasi, gairah, hasrat, bijak, pesimis, vokal, pasrah, atau sifat-sifat alamiah manusia---walau nyatanya seperti itu, toh tetap harus dijalani.

TAMAT

Balikpapan, 1 Mei 2018

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun