Pesan Ari
Benar adanya, musik adalah bahasa universal. Menciptakan musik dan lirik, harus dari hati dan perasaan. Jadi, setiap lagu ciptaan yang  mereka mainkan, mampu meluluhlantahkan hati pendengar. Membius pikiran.
Membayangkannya namun ingin memilikinya. Mengingatnya lewat lagu. Melupakannya lewat lagu. Mengenangnya lewat lagu. Â Dengarkan saja "Kasih Tak Sampai", "Rapuh", Â "Menanti Sebuah Jawaban" dan "Semua Tak Sama". Pendengar, apa yang Anda pikirkan?
Saya bersyukur, malam itu Padi menyanyikan keempat lagu itu, kecuali "Rapuh", yang dimainkan tak sampai dua menit, karena Piyu yang memetik gitar sangat menghayati sekali romansanya "Harmoni" dan "Kasih Tak Sampai".
Rata-rata yang menonton konser berumur 27-47 tahun. Ada yang membawa anak, istri, dan kerabatnya---atau bisa jadi mantan pacar atau selingkuhan. Mereka datang dari latar belakang yang berbeda, saya sempat berpikri hal-hal aneh, mungkin ada yang punya pekerjaan tetap, sudah mapan, menikahi orang kaya, atau sampai saat ini tetap menjomblo dan masih mencari  pasangan hidup.
Mereka pasti ingat, dulu waktu masih sekolah sering nitip-nitip salam di radio, Â request lagu Padi dan ditujukan spesial untuk seseorang. Atau, berikan kaset type recorder Padi ke orang yang dicintai dan ditulis-tulis kata-kata cinta di kerts kaset, atau si doi tidak ingin pamer atau tak ingin mendapatkan perhatian lebih. Si doi hanya bisa mendengarkan lagu Padi dari radio, atau type yang diulang-ulang terus agar perasaanya bisa sedikit lega dan diam-diam mengingatnya dalam hati, lewat lagu Padi,
Generasi 90-an, pada masa itu tidak terlalu ingin mempublikasikan kegalauan mereka di depan umum. Cukup hanya aku dan dia saja yang merasakan, tanpa perlu ada yang tahu. Maklum, masa itu tidak ada media sosial. Jadi, tidak ada waktu buat  story snapgram lagi dengerkan lagu ini, atau sharinglagu sedih ke facebook, twitter, atau media sosial lainnya, agar si doi diiperhatikan oleh semuanya---padahal dalam hati modus dan dusta.
Malam itu, sejumlah kerinduan dan masa-masa  itu terjawab sudah.
"2004 kami datang di Balikpapan. Sudah lama sekali dan akhirnya kami datang kembali. Â Melepas kerinduan dan menjawab kerinduan semua. Ada yang rindu?" tanya Fadly.
Serentak, "Saya!"
"Sama. Semua menginginkan, agar lagu-lagu Padi tetap diperdengarkan. Kami menginginkan hal itu. Malam ini adalah malam yang begitu indah," lanjut Faldy, disusul tepuk tangan.