Inilah tamparan keras bagi pemain muda yang belum apa-apa, sudah terlihat kendor dalam berlatih. Malas dan menganggap  dirinya sudah nomor satu. Mentang-mentang pemain bintang sudah membusungkan dada dan malas latihan. Itu dia yang membuat Syamsul jengkel terhadap pesepakbola Indonesia, dewasa ini.
Tapi kenapa dia memilih tak melanjutkan bersama PSM lagi, untuk berjuang bersama meraih juara? Ada apa dengan diri Syamsul? Jika alasannya belum bisa memberikan yang terbaik untuk PSM atau merasa gagal, sungguh jawaban yang begitu naf untuk diterima bagi  suporter PSM.
Sebagai pemain berdarah Bugis-Makassar, pasti tahu apa makna dari pepatah, Â sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai.
Layar sudah terkembang, samudera yang luas penuh bahaya dan godaan telah menanti. Sudah 15 tahun berlayar dengan kru yang berbeda-beda. Apakah Syamsul sudah benar-benar mengaramkan kapalnya di samudera?
Apakah pernyataan berpisah dengan PSM itu hanya emosi sesaat karena di tahun ini lagi-lagi tak mampu meraih juara?
Saya yakin, itu bukanlah emosi sesaat, karena dalam prinsip masyarakat Bugis-Makassar, dikenal dengan istilah taro ada taro gau. Seseorang harus mempertanggungjawabkan apa yang ia katakan. Apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat. Sekali mulut berucap, pantang untuk menarik kembali perkataanya tersebut.
Maka dari itu, ketika mengatakan kata perpisahan, air matanya tak bisa dibendung.
"Saya ingin fokus bersama keluarga dulu. Sudah 15 tahun saya dipercaya untuk membala PSM dan ingin membawa PSM juara. Tapi saya tidak pernah membawa PSM juara. Makanya saya gagal. Sekarang sudah banyak bibit-bibit pemain yang bisa diandalkan. Jadi, kita harus selalu memberikan kesempatan ke beberapa pemain," katanya lagi, menjawab pertanyaan wartawan, perihal rencana ke depan Syamsul ketika tak memperkuat PSM.
Masseur Persiba, Jonny Rikumahu yang lama berkecimpung di dunia sepak bola Indonesia, Â juga punya pengalaman pribadi mengenai sosok dan cerita Syamsul dan Kota Balikpapan.
"Dulu, sebelum di PSM, Syamsul merantau ke Balikpapan dan mendaftar di Persiba. Sampai dianya jadi buruh di Pelabuhan Semayang, Balikpapan. Lebaran ia tak pulang, karena keuangannya tak mencukupi. Ia Lebaran di sini dan saya bawakan buras dan lauk untuk Syamsul. Itulah kalau aku ketemu Syamsul, pasti itu yang diceritakan Syamsul. Ia tak akan lupakan jasa-jasa orang yang pernah bersamanya," ungkap Babe Jon. Nelayan tangguh memang dilahirkan dari ombak yang ganas.
Sudah terlalu banyak bibit-bibit pemain muda berbakat yang lebih ber-skill dan energik. Tapi tidak ada yang mengalahkan kegigihan dan keteguhan hati Syamsul terhadap PSM. PSM adalah Syamsul, dan Syamsul adalah PSM. Keduanya sudah sejiwa. Ia menarik diri dari PSM. Apakah Syamsul telah mengibarkan bendera putih?