Bab 3 - Jalan Buntu
Dunia telah berubah secara menyeluruh. Memang perlahan demi perlahan. Tapi menuju suatu kepastian yang bisa ditebak, saling merusak, saling melenyapkan, saling menghancurkan, dan saling berlomba menuju ke arah kematian. Lalu, ada seorang pemuda yang seakan terbangun dari tidur panjangnya. Ia menanyakan keberadaannya. Tapi ia tetap tenang tak merasakan cemas sedikit pun di dadanya. Pemikirannya cemerlang, visioner. Selalu mengambil langkah dengan pasti, tanpa diliputi rasa ragu dan gentar. Ia pun keluar dari rumahnya. Lalu, pergi dari tempat tinggalnya. Bukan karena ia tidak mau berada disana. Bukan juga keinginannya untuk pergi dari sana.Â
Orang-orang disana, keluarganya, dan para tetua, menginginkannya pergi tanpa harus kembali. Terabaikan, terusir, dimusuhi, dan dibenci oleh oleh kaumnya sendiri. Mungkin memang karena peraturan klan tempat ia tinggal. Atau mungkin juga bukan karena peraturan itu sendiri, keinginan para tetua mengusir para pemuda. Ia menjadi pengembara. Bertemu dengan para petualang hebat, hewan-hewan yang menakjubkan, dan tempat-tempat yang indahnya mampu membuat orang terdiam, tak terucap satu kata pun dari mulutnya. Usianya baru menginjak 16 tahun. Ia telah meninggalkan klannya selama dua tahun. Ia dikenal di semua klan kecuali klannya sendiri. Satu tahun yang lalu ia memiliki kelompok mata-mata rahasia yang dikenal dengan kode nama BIZARRE.Â
Terdiri atas banyak pemuda jalanan yang ia rekrut untuk menjadi pasukannya. Dididik untuk menjadi yang terbaik pada fisik dan pemikirannya. Puluhan kasus telah diselesaikan oleh mereka. Dari yang tidak berpengaruh apapun terhadap dunia hingga yang paling berbahaya karena termasuk dari kejahatan yang terorganisir dalam kurun waktu lama. Kasus terakhir itu adalah kasus yang paling membuat dunia gempar dan menimbulkan luka paling mendalam bagi yang mengalaminya.Â
Hari itu menjadi hari berkabung bagi kelompok hebat tersebut. Bukan luka fisik semata yang mereka rasakan. Tetapi lebih dari itu. Mereka kehilangan pemimpin mereka. Pemuda petualang tadi adalah pemimpin mereka. Ia telah terluka parah setelah pertarungannya dengan pemimpin organisasi kejahatan tersebut. Hujan melanda tempat dimana ia sekarat. Seakan dunia ikut berkabung dengan kematiannya. Tetapi, pengorbanannya tidaklah sia-sia.Â
Organisasi itu telah berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya. Lenyap bersama kematian pemimpinnya. Dunia pun selalu mengingat namanya dan aksi kepahlawanannya hari itu. Pada akhirnya, seorang pahlawan berhasil menyelamatkan dunia dari teror kejahatan organisasi setelah meneror hampir selama seperempat abad lamanya.
OoOoOoO
"Kukira kita akan memakai pakaian perang untuk pergi kesana. Ternyata harus memakai setelan berdasi seperti ini." Gerutuku pada Em. "Lalu, kita menyerang mereka dengan pistol saja ? Kurang canggih ternyata..."
Seperti biasa ia tidak membalas langsung perkataanku. Padahal biasanya, untuk orang yang memiliki pemikiran seperti dirinya, akan langsung kesal dan marah. Aku pun memutuskan untuk diam saja karena tidak ada tanggapan darinya. Aku menyimpan pistolku di pinggang belakang, tertutupi oleh jas, dan pisau lipat kusimpan di kaki dan di saku dalam jas.
Ada sekitar sepuluh orang yang ikut menuju pesta ulang tahun pemimpin pemerintahan, Zach Aenn, di gedung pertemuan terbesar di kota pusat. Sepuluh orang ini tidak ada di daftar nama pasukan reguler atau khusus dalam kelompok mata-mata ini. Mereka adalah rekrutan khusus dari Em sendiri. Aku pernah melihat mereka sekali saat Em masih berada di Bizarre dulu.
"Edelstein, sepertinya kau butuh kode nama untuk menyelesaikan misi." Kata Em kepadaku.
"Entahlah. Kurasa, kau bisa menentukannya untukku. Aku tidak ingin memikirkannya terlalu serius tentang kode nama itu." Jawabku, terdengar tidak terlalu peduli.
Tiba-tiba seseorang mencekikku leherku dari belakang. Aku meronta-ronta, berusaha melepaskan tangannya.
"Beraninya kau menjawab Ne dengan asal, hah ?!" Bentak seseorang itu, yang sepertinya adalah suara Jenderal Pan.
"Lepaskan saja, Jenderal. Jangan terlalu diambil pusing kata-katanya. Ia memang memiliki watak seperti itu." Kata Em kepada Jenderal Pan. "Nah, Edelstein, kode namamu adalah Arch. Kau punya alternatif untuk kode namamu selain yang kuberikan ?"
"Sepertinya Arch cocok untukku. Aku pakai saja kode nama itu."
Setelah semua selesai bersiap-siap, kami menaiki mobil SUV yang telah disiapkan sebelumnya. Selama perjalanan menuju gedung pertemuan di pusat kota, masing-masing dari kami selalu mengecek kelengkapan senjata yang harus kami selalu bawa nanti. Tak lupa setiap orang harus memakai sebuah benda berbentuk seperti anting, sebagai alat komunikasi antar individu, dengan kemampuan mendengar suara terkecil yang sebelumnya belum pernah didengar.
Setelah hampir 2 jam menempuh perjalanan, kami akhirnya sampai di lokasi yang tertera di peta undangan. Sebelum kami keluar dari mobil, Em membagi kami menjadi 2 kelompok.
Kelompok pertama, dengan menggunakan kode nama Alpha, dipimpin oleh Em sendiri bersama 5 orang yang ia pilih. Sedangkan kelompok kedua, yang menggunakan kode nama Veta, Em menunjukku untuk memimpin 5 orang lainnya.
Setelah kami keluar dari mobil, kelompokku dan kelompok Em berpisah. Aku menuju gerbang utara, sedangkan Em menuju gerbang barat. Ketika sampai di tempat pengecekkan, Em memberitahuku agar menunjukkan undangan VVIP yang telah dibagikan sebelumnya. Petugas yang mengecek kelompokku langsung dipersilakan masuk melalui pintu otomatis bagi penerima undangan khusus.
"Arch, Alpha Leader masuk." Em menghubungiku tiba-tiba.
"Kode diterima. Ada apa ?" Tanyaku.
"Jika kelompokmu sudah masuk, segera menuju lantai dua Blok B melalui tangga manapun. Usahakan kau mencari anak tangga yang berjarak sedang dari pintu keluar manapun. Disana kau akan bertemu dengan salah seorang petugas laki-laki yang menyamar dari pusat. Dia akan mengenalimu dan akan memberi arahan kepadamu. Anggota tim Veta ada dalam kuasamu selama misi ini. Ada pertanyaan ?"
"Kau mau kemana ?"
"Aku akan membaur dengan para audiens di ruang utama. Kau akan berada di lantai dua. Kuyakin kau pasti akan melihatku nanti di bawah setelah 10 menit dari sekarang. Tenang saja, kita hanya akan membuat insiden melukai seorang pemimpin pemerintahan saja, bukan membunuhnya. Dari informasi pusat, hanya ada beberapa orang yang berhasil mencuri berita misi ini. Jadi, kuharap tetap berhati-hati melangkah."
"Baiklah. Tidak ada pertanyaan lain yang ingin kutanyakan."
"Alpha Leader keluar."
"Kode diterima."
Aku begegas menuju tangga yang agak jauh dari tempatku masuk. Tidak banyak orang yang melewati tangga ini. hanya sekitar 4 orang yang tidak terlalu mencurigakan, 2 orang naik bersamaku dan 2 lainnya sedang menuruni tangga. Sesampainya di lantai 2, aku langsung bergerak ke Blok B sesuai dengan arahan Em. 2 orang yang tadi naik bersama kelompokku, juga ikut masuk di ruangan lantai 2.
Sekilas aku melihat kartu nama kedua orang tersebut. Gevaar dan Kiken. Aku sedikit mengernyitkan dahi, terasa familiar dengan dua kata tersebut. Tapi segera kulupakan sementara hal itu. Sebelum memasuki ruangan, anggota pusat yang sedang menyamar sebagai petugas gedung ini, memasukkan sesuatu ke dalam saku jasku sebelum mempersilakan kelompokku masuk. Aku menuju tempat duduk yang disiapkan khusus bagi pemegang kartu VVIP, yang berada tepat di paling depan dan tengah ruangan. Angota kelompokku duduk di pojok-pojok formasi kursi dan di tengah belakang. Aku baru memahami situasi yang akan terjadi nanti setelah memerhatikan posisi duduk mereka barusan.
"Alpha Leader, Arch masuk."
"Kode diterima. Kau sudah pada posisimu ?"
"Sudah. Aku ada sedikit informasi untukmu yang terjadi barusan."
"Ada apa ?"
"Ada 5 orang yang kutemui sesaat aku akan naik tangga menuju lantai 2. 2 orang sedang menuruni tangga. 2 orang lagi menaiki tangga bersamaan dengan kelompokku, laki-laki dan perempuan. 1 orang sisanya adalah petugas seperti yang kau beritahu tadi, seorang laki-laki."
"Kau melalui tangga mana ?"
"Tangga menuju Blok A. Kurasa tangga itu memang tangga khusus jika barusan kuingat."
"Entahlah, Arch. Hanya sekitar 50 orang yang diberi kartu VVIP oleh pemerintah pusat dan 100 orang yang diberi kartu VIP. Mereka yang di lantai dua adalah orang-orang yang memiliki kartu VVIP. Tapi, jika kau mengedarkan pandanganmu ke semua sudut ruangan, ada 7 kursi kosong yang tidak akan terisi sampai acara selesai. Kurasa kau bisa menebaknya."
"Ya, kau benar. ada beberapa kursi yang kosong setelah aku masuk. Tapi, sepertinya hanya ada 6 kursi saja yang kosong."
"Tidak mungkin. Coba kau perhatikan sekali lagi. Mungkin kau melewatkan satu kursi."
"Tidak, Alpha Leader. Aku tidak melewatkan satu pun. 4 kursi yang kosong, secara berurutan ada kanan atau kiri pojok formasi, satu lagi di paling belakang sebelah anggota timku. Dan yang satu terakhir ada di sebelah kiriku."
"Lalu, siapa yang ada di sebelah kananmu ?"
"Seorang perempuan berpakaian jas resmi dengan nama Kiken." Aku menelan ludah saat mengucapkannya. "Arch keluar."
"Hei kau ti-"
Aku memutus sambungan Em secara sepihak. Instingku merasakan ada bahaya yang mengintaiku saat ini. Em berusaha menghubungiku, yang langsung kumatikan alat yang kupakai. Aku memejamkan mata, berusaha mengakses sistem alam bawah sadar perempuan yang duduk di sampingku.
Setelah berhasil menyusup ke dalam pikirannya, aku membuatnya tertidur tanpa mengubah posisi duduknya. Aku mengakses seluruh ingatannya. Nama aslinya bukan Kiken. Ia memiliki nama Sarah dan berasal dari Rusia. Aku cukup terkejut mengetahui hal itu. Lalu aku mencari hubungannya dengan Gevaar, laki-laki yang tadi bersama dengannya. Anumerta dari marga Feng. Tetapi ia lahir di Belanda. Aku segera menyadari keadaan yang terjadi pada Sarah. Kemudian aku membuka mataku, kembali dalam keadaanku sebelumnya.
Aku merasakan deja vu seperti sesaat sebelum terbangun dari pingsanku sebelumnya di markas Clouds. Tapi aku hanya terheran bahwa yang melakukan ini adalah Anumerta yang seorang laki-laki.
"Kuharap, kau tidak membuat gerakan tiba-tiba yang mana bisa membuatmu mati. Kau harus menjawab semua pertanyaanku." Katanya dengan santai. "Pertanyaanku hanya butuh jawaban ya dan tidak. Jadi, jangan coba-coba menjawab selain yang kuinginkan."
Aku mengangguk sambil berhitung situasi. Posisiku yang tidak menguntungkan karena berada di titik buta kedua anggota timku yang ada di ujung kiri dan kananku, membuat kesempatanku untuk menyerang balik berkurang.
"Boleh aku menebak sesuatu tentangmu dan Sarah ?" Tanyaku padanya.
Ujung pistol yang ia todongkan mengendur dan agak menjauh beberapa senti dari kepalaku. Dengan cepat aku melompat ke depan, berpura-pura seakan hampir terjatuh karena di dorong. Kontan, beberapa orang melihat ke arahku, yang membuat Anumerta menyembunyikan pistolnya lagi. Aku segera bergerak ke arah pintu keluar sambil mengirim pesan ke anggota timku agar mengikuti pergerakanku. Baru saja aku membuka pintu, sesuatu yang keras menghantam kepalaku tanpa sempat mengelaknya sedikitpun. Lalu, tiba-tiba sebuah popor senjata menghantam dahiku sekali lagi dan semuanya menjadi benar-benar gelap.
OoOoOoO
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H