Menjadi petugas sinoman juga mengajarkan kebesaran hati. Pasalnya biasanya para petugas sinoman menikmati sajian pada saat akhir ketika acara sudah selesai. Mereka pun masih harus membereskan piring dan gelas yang kotor untuk dibawa ke tempat pencucian.Â
Namun kini tradisi sinoman sudah mulai luntur seiring dengan waktu. Saya menduga ada beberapa faktor penyebab.Â
Pertama, saat ini sudah banyak acara hajatan yang menggunakan jasa sewa gedung. Kalau sudah sewa gedung akan diikuti katering. Nah petugas yang menyajikan adalah petugas katering tersebut.Â
Memang tradisi sinoman itu hanya pada saat hajatan digelar di rumah, bukan di gedung. Pun bila hidangannya disajikan secara "piring terbang", bukan prasmanan.
Kedua, banyak pemuda yang merantau. Akibatnya pemuda yang tersisa di kampung tinggal sedikit. Sudah pasti akan kerepotan. Akhirnya tuan rumah menggunakan jasa katering.
Ketiga, semangat gotong royong pemuda sekarang cenderung menurun. Untuk poin ini saya tidak bisa menggeneralisir. Tak semuanya begitu. Perbedaan generasi menyebabkan perbedaan peradaban serta pergaulan.Â
Analisis saya demikian. Benar atau tidaknya saya takbisa memastikan. Namun yang pasti nilai-nilai itu sudah mulai luntur. Apakah karena sudah terbiasa dimanjakan dengan teknologi?
Sinoman merupakan kearifan lokal yang menjadi bagian dari budaya masyarakat. Kearifan ini sungguh mengajarkan nilai-nilai penting, yakni gotong royong dan kerelaan hati. Tulus ikhlas kepada sesama.Â
Sinoman secara tidak langsung juga menjaga kerukunan dalam bertetangga. Karenanya, tradisi ini sudah sepantasnya dijaga dan dilestarikan sebagai nilai luhur bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H