Dikisahkan ada sebuah kampung yang bernama Cintasehat. Kampung ini terletak di sebuah sudut kota metropolitan. Hiduplah sepasang suami-istri yang bernama Sukimin dan Sukiyem. Mereka memiliki seorang puteri yang bernama Michele. Namanya memang kebarat-baratan karena Sukimin dan Sukiyem menginginkan nama anak yang nge-tren, tidak seperti nama mereka yang ndeso. Mereka terinspirasi setelah melihat film-film Hollywood.Â
Sukimin, Sukiyem, dan Michele hidup damai berdampingan dengan para tetangganya. Namun situasinya agak berubah setelah pandemi datang. Sukimin dan Sukiyem banyak mengurung diri dirumah. Mereka memilih untuk sementara waktu menarik diri dari kerumunan-kerumunan dengan para tetangga.Â
Sebagai pasangan yang sama-sama bekerja, mereka menyadari bahwa mereka memiliki potensi menularkan dan tertular. Menularkan berarti merugikan tetangga. Tertular berarti akan merugikan perusahaan karena mereka akan menjadi pembawa virus ditempat kerja. Memang di kampung Cintasehat ini masih sering dijumpai orang-orang yang berkerumun untuk sekedar saling bersosialisasi atau anak-anak yang bermain diwaktu pagi dan sore hari walaupun dari pengurus lingkungan sudah mengeluarkan edaran untuk tidak berkerumun. Ngerinya, tak ada yang memakai masker.
Itu tadi hanya sekelumit ilustrasi kisah yang mungkin masih banyak ditemui di antara kita. Memang inilah budaya timur, budaya kita. Berkumpul dan saling mengunjungi adalah adat. Itu tidak buruk. Bahkan itu kebiasaan yang baik. Tetapi bagaimana bila dilakukan dalam masa pandemi? mungkin sebagian dari kita berpikir, "Ini kan hanya dengan tetangga dekat saja. Jadi aman." Benarkah aman? Nanti dulu, kita cek fakta.Â
Berdasarkan berita yang dimuat di kompas.com pada tanggal 24 September 2020 yang lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati meminta masyarakat tetap menggunakan masker meski berada di dalam rumah. Hal tersebut untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19 di klaster keluarga. Bintang juga meminta ibu rumah tangga berperan untuk mengingatkan setiap anggota keluarga.Â
"Terutamanya perempuan sebagai manajer rumah tangga harus mengingatkan keluarganya. Walaupun di dalam rumah kami sarankan untuk tetap memakai masker. Apalagi di dalam keluarga ada kelompok rentan balita dan lansia," kata Bintang seusai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.Â
Menteri PPA mengatakan ini karena menyikapi munculnya klaster keluarga yang belakangan meningkat. Maka sekalipun hanya lingkungan tempat tinggal, untuk sementara waktu lebih baik tetap menahan diri untuk tidak berkerumun sementara waktu hingga vaksin ditemukan dan lingkungan sudah benar-benar dinyatakan aman.
Mungkin anda berpikir bahwa lingkungan perumahan anda sudah aman. Sudah ada protokol kesehatan yang ketat. Pedagang, pengantar barang, hingga ojek daring tidak diperkenankan masuk. Menerima tamu pun tidak boleh sembarangan. Penyemprotan desinfektan rutin dilakukan.Â
Bahkan warga pun sudah dibagikan desinfektan untuk setiap kepala keluarga. Lalu anda berpikir bahwa semua itu sudah cukup. Orang-orang didalam lingkungan tersebut sudah aman. Tak masalah bila hanya berkumpul dengan tetangga dekat. Apalagi hanya sekumpulan ibu-ibu rumah tangga yang jarang sekali keluar lingkungan.Â
Namun perlu diingat, sekalipun begitu tetap ada orang-orang yang bekerja bukan? Suami tetap pergi ke kantor mencari nafkah. Mungkin ada juga yang masih menggunakan sarana transportasi umum. Pedagang tetap pasar ke pasar guna membeli kebutuhan untuk berjualan. Apalagi pasar. Ini tempat yang mengerikan pada situasi pandemi seperti sekarang. Klaster pasar sudah bertebaran dimana-mana.Â
Dipasar tradisional yang dekat dengan lingkungan sekitar kami pun pedagang tetap berjualan berempet-empetan. Banyak dari mereka tak mengenakan masker. Artinya, bukankah tetap berisiko? Suami-suami yang bekerja tetap berisiko menjadi pembawa virus. Mungkin anda lalu mengatakan, "suami saya tertib kok. Kami sangat menjaga kebersihan. Sepulang kerja langsung mandi. Haram memegang apapun apalagi menggendong anak. Baju juga langsung disendirikan. Cucian tidak dicampur."Â
Well, that's good. Sayangnya itu tidak cukup. Seandainya itu semua cukup maka pastilah angka positif covid-19 di Indonesia tidak membumbung tinggi seperti sekarang. Dan saudara-saudara kita yang terpapar covid-19 bukanlah orang yang tidak menjaga protokol kesehatan.Â
Lalu dimana salahnya? Karena pada dasarnya memang semua orang berisiko. Okelah andaikan terkena, mungkin kita kuat. Setiap hari sudah dijejali vitamin dan olahraga teratur. Tapi bagaimana jika kita menularkan virus kepada orang lain? Yang imunnya tidak kuat tentu bisa fatal.
Di tempat saya bekerja, setiap pegawai diminta untuk mengisi self assesment sebelum masuk kerja. Ini semacam formulir online sebagai deteksi dini dengan menjawab beberapa pertanyaan. Ada 6 pertanyaan yang diajukan:
1. Apakah pernah keluar rumah / tempat umum (pasar, fasyankes, kerumunan orang, dll)?
2. Apakah pernah menggunakan transportasi umum?
3. Apakah pernah melakukan perjalanan keluar kota / Internasional? (Wilayah yang terjangkit / zona merah)
4. Apakah anda mengikuti kegiatan yang melibatkan orang banyak?
5. Apakah memiliki riwayat kontak dengan erat dengan orang yang dinyatakan ODP, PDP, atau konfirm positif covid-19 (berjabat tangan, berbicara, berada dalam satu ruangan / satu rumah) dalam 14 hari terakhir?
6. Apakah pernah mengalami demam / batuk / pilek / sakit tenggorokan / sesak dalam 14 hari terakhir?
Dari keenam pertanyaan diatas, kami akan menjawab masing-masing pertanyaan dengan "YA" atau "TIDAK". Bila jawaban "ya" di 2 pertanyaan terakhir hasilnya Resiko Besar. Bila jawaban "ya" ada di salah satu nomor antara 1 sampai 4 hasilnya Resiko Sedang. Dan apabila seluruh jawabannya adalah "tidak", maka kami akan dikategorikan Resiko Kecil. Lihatlah, tak ada yang tak berisiko bukan?
Kesimpulan
Semua aktifitas manusia mengandung resiko. Kita semua punya resiko tertular ketika bekerja, ketika dalam perjalanan dengan menggunakan transportasi umum, ketika ke pasar, dan dalam banyak aktifitas lainnya. Kalau sudah tertular, kita berpotensi untuk menularkannya kepada orang lain. Maka, mohon dengan sangat untuk disadari. Apabila kita adalah orang yang memiliki resiko, sadarilah untuk mengurangi aktifitas berkumpul untuk sementara waktu hingga situasi pandemi dinyatakan aman.Â
Sekalipun mungkin anda adalah ibu rumah tangga yang minim beraktifitas keluar, anda tetap berisiko tertular dari suami atau anggota keluarga yang bekerja. Dengan demikian perlu disadari juga bahwa anda pun berpotensi bisa menjadi pembawa virus. Sekalipun itu hanya dilingkungan tetangga.Â
Tahanlah hasrat untuk berkumpul. Mungkin tidak nyaman. Tetapi kita semua memang merasakan kesulitan dimasa pandemi ini. Apa daya, virus corona memang jahat. Lebih jahat dari mandor romusha. Makhluk kecil tak kasat mata itu telah membunuh lebih dari 10.000 orang di Indonesia. Kalau tetap berkerumun, asumsi saya berarti orang memang tidak aware dengan situasi pandemi. Apalagi kemudian menilai orang yang tidak mau keluar rumah sebagai orang yang sombong.
Mari lebih peduli, stop berkerumun. Ayo dukung usaha pemerintah untuk mengendalikan penyebaran covid-19!
Salam.
Referensi:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI