Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Realita Kehidupan Nyata Seperti Tergambar dalam Film "Tilik"

27 Agustus 2020   06:30 Diperbarui: 27 Agustus 2020   06:28 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Tilik. Gambar: kompas.com

Saya baru sempat menonton film pendek ini. Film ini begitu sukses hingga sudah ditonton lebih dari 11 juta penonton sampai dengan saat artikel ini ditulis. Karena sudah terlalu viral, saya tidak perlu membahas kembali tentang jalannya cerita di film ini. 

Sekilas saja saya sedikit mengulang. Film ini bercerita tentang sekelompok ibu-ibu di desa yang hendak 'tilik' (menjenguk) sosok Bu Lurah yang sedang sakit di rumah sakit. 

Sosok ibu-ibu itu diantaranya Bu Tejo, Bu Sam, Yu Ning, dan ibu-ibu desa lainnya. Film ini dimata saya telah sukses mengangkat realita kehidupan masyarakat di pedesaan. Saya adalah orang yang besar di desa dengan budaya Jawa yang cukup kental. 

Karena sudah cukup lama merantau, film ini membuat saya bernostalgia tentang budaya kehidupan di desa. Daerah saya dibesarkan adalah sebuah desa di Kabupaten Karanganyar yang tidak jauh dari lokasi produksi film tilik di Yogyakarta. 

Maka saya pikir budayanya pun masih sangat mirip. Sebagai orang yang besar di desa, harus saya akui bahwa Wahyu Agung Prasetyo selaku produser film ini telah sukses menggambarkan realita kehidupan dengan begitu apik hingga menyerupai wajah yang sesungguhnya. Beberapa fakta yang saya catat sebagai berikut:

1. Menjenguk (tilik) dengan berombongan adalah nyata adanya. Di desa, hubungan kekerabatan masih terjalin dengan sangat erat. Merupakan hal lumrah bila seseorang dalam suatu desa sakit, yang ikut tilik itu bisa orang se-desa. Ini seakan sudah jadi sebuah adat, 'tilik' itu adalah sesuatu yang diprioritaskan. 

Orang pasti menyempatkan diri mengunjungi tetangga yang sakit sesibuk apapun dia. Beda dengan di kota, yang jenguk mungkin hanya satu RT atau hanya tetangga terdekat saja.

2. Menjenguk dengan naik truk itu masih terjadi sampai sekarang.

Kampung halaman saya terletak di kaki gunung Lawu. Di dekat rumah saya itu ada sebuah rumah sakit. Dulu (karena sekarang saya sudah merantau) sering sekali saya melihat rombongan orang-orang desa dari pedesaan di gunung Lawu kalau datang menjenguk orang sakit itu berbondong-bondong dengan naik truk. Bisa satu desa itu, beneran! 

Sesekali menggunakan bus kecil carteran memang. Setiap jam besuk selalu saja saya menemui hal tersebut. Padahal, mohon maaf karena kondisi pasien tidak berkecukupan, maka biasanya yang sakit ini berada di ruang kelas III yang satu ruangannya bisa dihuni hingga 6-8 orang. Jadilah jam besuk itu sudah kayak di pasar suasananya.

3. Pokoknya kalau pemimpin desa itu disebut Lurah.

Penyebutan lurah seperti yang kita ketahui adalah apabila berada di kotamadya, bukan kabupaten. Lurah adalah PNS yang diangkat oleh Walikota. Sedangkan kalau dalam lingkup kabupaten disebut kepala desa yang merupakan hasil dari pilihan warga. Namun di desa, pemimpin di desanya sudah lumrah dipanggil Pak Lurah dan Bu Lurah.

4. Akan jadi pergunjingan yang sangat hebat apabila pria dan wanita itu dekat tanpa hubungan pernikahan.

Pernah suatu ketika, saya dengan teman-teman jalan-jalan pagi berombongan (seingat saya ada 8 orang, ada cewek dan cowok). Niatnya ya cuma olahraga sambil menikmati udara segar dipagi hari. Waktunya sekitar pukul 05 sampai 06 pagi. Orang Jawa bilang "wis padang" alias sudah terang karena matahari sudah mulai menampakkan wajah. 

Maksudnya, kami nggak bergelap-gelapan layaknya pasangan mesum. Itu hanya berlangsung sekali karena minggu depannya kami diingatkan untuk tidak melakukan itu lagi. Ternyata itu jadi bahan pergunjingan warga desa. 

Ya kami manut saja dan menghormati norma kesantunan yang berlaku. Bayangkan saja, apalagi sosok Dian dalam film 'Tilik' yang digambarkan dekat dengan anak Bu Lurah. 

Sudah pasti jadi omongan yang keras. Maka tak heran Dian menjadi 'santapan empuk' Bu Tejo untuk dijadikan bahan gunjingan. Masih beruntung karena masih ada hubungannya dengan Bu Lurah. Kalau bukan, sudah 'dihabisi' oleh warga.

5. Jarak rumah dengan rumah sakit memang biasanya jauh.

Kalau diperhatikan dalam film 'Tilik', Bu Tejo dan kawan-kawan menempuh perjalanan yang cukup jauh. Sampai-sampai waktu dialognya sangat lama. Melewati persawahan, hutan,dan pinggir kali atau sungai. 

Memang realitanya juga begitu. Seperti di Karanganyar, warga desa yang tinggal di pegunungan Lawu, bila hendak ke rumah sakit harus turun ke kaki gunung. Itu menempuh waktu kira-kira satu jam lamanya.

6. 'Gotrek' itu bukan nama asli.

Tokoh sopir truk dalam film ini oleh ibu-ibu sering dipanggil 'Gotrek'. Itu bukan lah nama sebenarnya. Biasa lah dalam kehidupan pergaulan masyarakat desa itu ada istilah 'parapan' atau 'wadanan'. Itu sebenarnya seperti nama olokan. 

Namun karena sudah biasa dan jadi lebih akrab, maka yang dipanggil pun juga tidak marah. Happy aja dipanggil begitu. Seperti contohnya nama 'Dwi' dipanggil 'Duwek', nama Joko dipanggil 'Jekek', nama 'Dodi' dipanggil 'Codot'. Seperti itulah kira-kira. 

Lalu 'Gotrek' nama aslinya siapa? Nggak tahu juga ya, hehe.. Kalau boleh nebak nama aslinya itu Tri. Benar atau tidaknya hanya Sutradara yang tahu. Yang pasti saya jamin itu bukan nama asli.

Demikian tadi beberapa hal dalam film 'Tilik' yang memang sesuai dengan realita kehidupan masyarakat pedesaan di Jawa. Selamat kepada Sutradara dan para kru film yang berhasil menggambarkannya dengan sangat apik dalam film tersebut. 

Selamat juga kepada para pemeran. Bu Tejo, Yu Ning, Bu Sam, Gotrek, dan lain-lain yang menampilkan kualitas akting yang sangat natural, keren. Seperti tidak sedang akting. Menjiwai banget!

Bagi yang belum nonton dan penasaran ingin nonton silakan klik video berikut.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun