Mohon tunggu...
Alfian WahyuNugroho
Alfian WahyuNugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etnisitas dalam Masyarakat Indonesia

30 April 2024   06:22 Diperbarui: 30 April 2024   06:48 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajemukan masyarakat indonesia tersebut menyimpan potensi konflik yang cukup besar. Konflik yang terjadi dapat bersifat vertikal (antara pemerintah dangan rakyat, antara pemerintah daerah dengan pusat), atau horisontal (antar warga, atau antar kelompok masyarakat). Penyebab konflik vertikal biasanya adalah ketidak puasan kelompok atau daerah terhadap kebijakan pemerintah. Konflik horisontal lebih banyak penyebabnya, diantaranya karena latar belakang perbedaan pandangan dan praktek antar golongan agama, kecemburuan sosial (biasanya antar kelompok ekonomi, karena perbedaan kaya miskin yang sangat jauh), kepentingan politik praktis dimana setiap kelompok akan berusaha agar kepentingannya tercapai (Taupan, 2014). 

Pada hubungan antar etnis, perbedaan persepsi tentang sikap etnis lain, perbedaan pemahaman tentang adat dan tradisi, bahkan perbedaan pengertian tentang kata yang sama tetapi diartikan berbeda oleh etnis lain berpotensi menimbulkan konflik. (contoh kata dhahar dan amis di bahasa suku Sunda yang berarti berbeda di bahasa suku Jawa). Apalagi bila perilaku salah satu etnis memang jelas jelas mengganggu dan sengaja memprovokasi etnis lain, pasti konflik antar etnis akan terjadi. Dikaitkan dengan hubungan budaya dengan etnis lain non warga negara, atau non pribumi, konflik vertikal bisa terjadi karena perbedaan sudut pandang terkait waktu, etos kerja, sikap dan gaya hidup dalam interaksi antar etnis yang menimbulkan kekecewaan, kecemburuan sosial, merasa diperlakukan tidak adil, dibedakan, dan lain-lain (Marx, Durkheim, Weber, Simmel, Khouldoun, dll di Banyu Perwita dan Sabban, 2014: 24-38) .

Cara untuk mengatasi dan menghindari konflik yaitu melalui komunikasi dan integrasi. Dalam kondisi kemajemukan diperlukan hal–hal yang dapat dijadikan sebagai pemahaman bersama diantaranya: memiliki kesadaran untuk saling menghargai, toleransi, mau menerima kekurangan dari perbedaan yang ada, mau mempelajari dan memahami kelompok lain, tidak mencurigai atau cemburu pada kelompok lain, dan tidak merasa bahwa budaya kelompoknya “lebih tinggi” daripada budaya kelompok lain (perasaan primordial). Cara lainnya adalah dengan melakukan peace keeping (menjaga atau memelihara perdamaian) yaitu cara untuk memperluas kemungkinan sekaligus mencegah terjadinya konflik dengan melakukan perdamaian,dan peace building (membangun perdamaian) yaitu mengidentifikasi unsur yang dapat digunakan bersama sebagai upaya memperkuat perdamaian (Boutros Ghali, 1992, di Perwita dan Saban, 2014: 81, 85).

Integrasi merupakan model hubungan yang menekankan kesetaraan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Model hubungan ini hanya terjadi ketika individu atau kelompok orang bekerja sama dan berbicara satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Dalam relasi sosial berbagai komunitas dengan latar belakang budaya yang berbeda, terdapat dua kemungkinan, positif dan negatif. Ketika pertemuan semua kelompok etnis dalam masyarakat yang beragam dapat menciptakan suasana hubungan sosial yang harmonis, maka integrasi sosial yang positif akan terjadi. Ketika hubungan sosial tidak harmonis akibat perbedaan sikap hidup, maka integrasi sosial yang negatif akan terjadi. Integrasi sosial, Menurut Soekanto, syarat bagi semua suku bangsa untuk beradaptasi dan menjadi cocok dengan sebagian besar budaya, namun tetap mempertahankan budayanya.

Etnis mengacu pada pola karakter yang dimiliki oleh suku bangsa ras tertentu. Oleh karena itu etnisitas seringkali dianggap sebagai budaya. Dengan kata lain, jika kita membicarakan etnisitas maka kita tidak bias melepaskan diri dari pembicaraan mengenai budaya etnis yang bersangkutan. Pola-pola hubungan sosial antar etnis dikemukakan Benton, beberapa pola hubungan tersebut masing-masing ditandai oleh spesifikasi dalam proses kontak sosial yang terjadi, yaitu akulturasi, dominasi, paternalisme, pluralisme dan integrasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa akulturasi terjadi jika dua kelompok etnis mengadakan kontak dan saling pengaruh mempengaruhi.

Keberagaman etnis yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia merupakan simbol kekayaan budaya. Keharmonisan hubungan antar etnis perlu di jaga sesuai dengan makna yang terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika guna terwujudnya tatanan sosial yang utuh dan dinamis. Namun, jika sikap bijak setiap orang tidak dapat mendukung keberagaman tersebut, maka keberagaman etnis tersebut dapat menimbulkan konflik. Oleh karena itu, yang muncul adalah prasangka sosial yang hanya akan berujung pada keruntuhan masyarakat. Komunikasi antar etnis yang negatif akan menghambat interaksi sosial dalam kehidupan masyarakat yang multietnis, yang pada gilirannya akan menyebabkan terhambatnya proses menuju integrasi nasional. 

Menurut Horton dan Hunt, ada dua hal yang dapat menghambat terjadinya interaksi sosial yang baik dan ideal antar kelompok etnik, yaitu prasangka sosial (social prejudice) dan diskriminasi (social discrimination). Yang pertama adalah suatu penilaian yang dinyatakan sebelum mengetahui fakta secara utuh dan benar, sedangkan yang kedua adalah cara memperlakukan orang berdasarkan ciri – ciri individu. 

Kita ketahui bersama bahwa dalam menjalankan kehidupan bersama dalam masyarakat, apalagi dalam masyarakat itu memiliki etnis yang berbeda-beda, memungkinkan adanya sikap prasangka terhadap budaya lain, hal ini dikarenakan masyarakat yang berbeda etnis sangat rentan dengan sikap primordialisme yang menganggap kebudayaannya yang terbaik dibandingkan dengan kebudayaan yang lainnya. Sehingga untuk mencapai integrasi yang sempurna tidaklah mudah. Untuk itu masyarakat harus menghilangkan sikap prasangka sehingga akan tercapai hubungan yang harmonis.

Konflik Antar Etnis

Faktor penting yang harus diperhatikan dalam kelompok etnis dapat berubah menjadi hubungan konflik yaitu jika di antara kelompok etnis yang saling berinteraksi, bahkan hidup berdampingan dalam satu kesatuan unit politik negara, tidak memiliki tujuan yang selaras. Dalam hal ini konflik dapat dilihat sebagai sesuatu yang fungsional, sebagai strategi untuk menghilangkan unsur-unsur disintegrasi dalam masyarakat yang tidak terintegrasi dengan sempurna.

Adapun 4 teori beberapa penyebab konflik antar etnis menurut (Byman. 2002) yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun