Mohon tunggu...
Alfian WahyuNugroho
Alfian WahyuNugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Agresivitas

18 September 2022   17:45 Diperbarui: 18 September 2022   17:45 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kelompok teman sebaya dapat berpengaruh penting dalam perkembangan seseorang terutama perilakunya dikarenakan pada masa perkembangan remaja informasi dan perilaku yang ditiru ketika berada di lingkungan luar adalah teman sebayanya. 

Dalam beberapa penelitian, pengaruh fungsi kelompok teman sebaya terbagi menjadi dua, yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. 

Seseorang yang mendapatkan pengaruh positif dari kelompok teman sebayanya dapat dengan mudah mengekspresikan dirinya dengan baik dan juga dapat membentuk kepribadian yang baik, menjadi lebih madiri, dan dapat berpikir jernih serta memiliki kematangan emosi yang tinggi. 

Kemudian, apabila seseorang mendapat pengaruh negatif dari kelompok teman sebaya, maka akan membuat dirinya menjadi tidak terkontrol, sehingga dapat berpengaruh pula pada perilaku agresivitas yang dapat membuat seseorang menjadi berperilaku kasar, dan senang menggunakan kekerasan ketika berhadapan dengan orang lain.

Perkembangan sampai kematangan emosi menjadi faktor paling penting dalam membahas perilaku agresivitas terhadap teman sebaya khususnya para remaja. Remaja adalah periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13 hingga 20 tahun. 

Masa remaja ini diartikan sebagai "fase negatif" yaitu suatu fase dimana perilaku remaja mendadak sulit diduga dan sering akan berpengaruh terhadap sikap dan perilakunya. Remaja mulai mencari identitas dirinya dengan mengadakan interaksi pada lingkungan sosialnya. 

Proses pencarian identitas ini tidak selalu berjalan dengan lancar namun sering timbul gejolak emosi yang dapat diwujudkan dengan perilaku agresi.

Dalam beberapa sumber, dijelaskan bahwa seringkali remaja akan melibatkan perasaan atau emosinya dalam proses penyelesaian masalah yang dihadapinya. Pada saat remaja merasa senang maupun merasa kesal, subjek akan meluapkannya secara berlebihan tanpa memperdulikan kondisi lingkungan dan orang lain yang ada disekitarnya. 

Emosi marah yang bersifat negatif dan meledak-ledak disertai dengan frustrasi dan provokasi, menyebabkan terjadinya proses penyaluran energi negatif berupa dorongan agresi yang akan mempengaruhi perilaku individu. 

Individu dengan tingkat kematangan emosional tinggi mampu meredam dorongan agresi dan mengendalikan emosinya, pandai membaca perasaan orang lain, serta dapat memelihara hubungan baik dengan lingkungannya. Sehingga, apabila individu memiliki kematangan emosi yang baik maka individu tersebut mampu untuk mengendalikan perilaku agresinya. 

Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kematangan emosi dengan perilaku agresi. 

Semakin tinggi kematangan emosi seseorang maka akan semakin rendah perilaku agresi yang muncul. Hasil penelitian lain juga menyatakan hal yang serupa, bahwa kematangan emosi sangat mempengaruhi kemunculan perilaku agresi pada seseorang dalam situasi tertentu.

Konformitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk dan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan. Konformitas (conformity) muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya dapat berpengaruh positif atau negatif. 

Seseorang dapat terlibat dengan tingkah laku yang agresif sebagai akibat dari konformitas yang negatif, seperti halnya menggunakan bahasa yang tidak sopan, mencuri, coret-coret (vandalisme), mempermainkan orang tua dan guru, tidak menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu. 

Namun, banyak juga konformitas yang berpengaruh positif, seperti halnya berpakaian rapi seperti teman-temannya, menghabiskan waktu untuk belajar bersama, melakukan pengumpulan dana untuk bakti sosial. 

Teman sebaya yang positif cenderung mematuhi norma-norma yang berlaku. Oleh karena itu, teman sebaya tidak suka dengan orang yang suka melanggar norma, dan teman sebaya juga cenderung tidak menyukai teman yang egois, karena apabila seseorang sudah masuk dalam sebuah kelompok teman sebaya maka perilaku dan keinginannya harus memikirkan kelompoknya juga, tidak berbuat sesukanya sendiri.

Pengaruh yang kuat dari kelompok teman sebaya menyebabkan perilaku agresif seseorang. Keinginan seorang agar dapat diterima dan dihargai oleh kelompok teman sebayanya tersebut. Seorang akan berperilaku agresif dan cenderung melakukan hal yang sama dengan teman sebayanya agar ia dapat diterima dan dihargai oleh kelompok teman sebayanya. 

Akan tetapi, seorang juga dapat berperilaku agresif apabila remaja ditolak atau diabaikan teman sebaya, sehingga remaja melampiaskan kekesalan dan amarahnya pada perilaku-perilaku yang cenderung agresif seperti berperilaku kasar kepada orang lain, mudah merasa tersinggung dan mudah melukai orang walaupun hanya karena masalah kecil. 

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh fungsi kelompok teman sebaya dapat mendukung remaja dalam memunculkan perilaku agresif yang ada pada dirinya.

Perilaku-perilaku agresivitas yang dimunculkan oleh seseorang ketika berinteraksi dengan teman sebayanya tidak terjadi dengan begitu saja, akan tetapi ada faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku agresivitas tersebut. faktor penyebab anak agresif disebabkan dari salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi atau rasa kecewa karena kebutuhan dan keinginannya tidak terpenuhi. 

Perilaku agresivitas yang dimunculkan dalam pertemanan sering disebabkan oleh frustasi atau kecewa karena dalam pertemanan ada beberapa anak yang tidak terpenuhi selajan dengan teman-teman lainnya. Selain itu, ada tekanan diantara teman sebaya yang saling mengganggu, bersikap anomitas, dan sering meniru-niru seseorang atau dari hal lain kearah yang buruk. 

Konflik yang dialami seseorang khususnya remaja antara lain konflik dengan teman sebaya, pacar, orang tua, dan guru. Sebagian mengatakan sering konflik dengan teman sebaya yang biasanya disebabkan oleh salah paham, bercanda dan persaingan atau kompetisi. Konflik antar teman sebaya terjadi pada siswa laki-laki dan perempuan. Penyelesaian konflik antar teman sebaya mengarah pada menghindari teman, bicara keras dan perkelahian.

Dari beberapa penelitian dan jurnal, perilaku Agresivitas yang dimunculkan oleh seseorang terhadap teman sebaya tentu bervariasi. Bentuk yang paling sering muncul ialah bentuk agresivitas seperti memukul dan mencubit, ada yang selalu membenarkan diri sendiri, ada yang berkuasa dalam setiap situasi, ada yang menunjukan sikap permusuhan dan ada yang keras kepala dalam perbuatannya. 

Perilaku tersebut sering dimunculkan oleh anak pada saat berinteraksi dengan teman sebayanya. Bentuk perilaku agresif lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang disebabkan karena pertemanan antar remaja antara lain berupa memprovokasi, mengintimidasi, memukul, menendang, dan membentak teman lainnya. 

Pergaulan teman sebaya dapat mempengaruhi berbagai perilaku seseorang terutama perilaku agresivitasnya. Fungsi dari kelompok teman sebaya bisa berpengaruh positif dan bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan seseorang, contoh teman sebaya dapat memperkenalkan seseoranmg pada alkohol, obat-obatan (narkoba), kenakalan, dan berbagai bentuk perilaku yang dipandang orang dewasa sebagai maladaptif. Kemudian, pengaruh negatif lain dari kelompok teman sebaya adalah kecenderungan untuk menguatkan prasangka atau sikap memusuhi orang luar, terutama anggota etnis atau ras tertentu.

Seseorang yang mudah terpengaruh hal negatif dari teman sebaya maka cenderung memiliki perilaku agresivitas yang tinggi contoh perilaku agresif yang terjadi pada remaja seperti, tawuran, memukul, menendang, dan sebagainya. 

Sedangkan remaja yang mendapatkan pengaruh positif dari teman sebaya, maka remaja akan cenderung memiliki perilaku agresivitas yang rendah. Terdapat hubungan negatif antara persepsi penerimaan teman sebaya dengan tendensi agresivitas relasional pada siswa, dengan kategori menunjukkan semakin positif persepsi terhadap penerimaan teman sebaya maka semakin rendah tingkat tendensi agresivitas relasional siswa, begitu pula sebaliknya semakin negatif persepsi terhadap penerimaan teman sebaya maka tingkat tendensi agresivitas relasionalnya semakin tinggi. 

Berdasarkan paparan tersebut dapat diketahui bahwa kelompok teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku agresivitas remaja dikarenakan, masa remaja adalah masa pencarian jati diri, remaja cenderung belum dapat memilahmilah hal-hal yang dapat ditiru dan yang tidak boleh ditiru. Maka dari itu, penanganan paling dasar agar dapat mencegah perilaku agresivitas faktor utamanya dari diri sendiri.

Terdapat 6 fungsi positif dari kelompok teman sebaya, antara lain, mengontrol impuls agresif, memperoleh dorongan emosional dan sosial, meningkatkan ketrampilan sosial dan belajar mengekspresikan perasaan dengan cara yang lebih matang, mengembangkan sikap terhadap seksualitas, memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai, serta meningkatkan harga diri. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut dapat diketahui bahwa pengaruh positif dari kelompok teman sebaya dapat membuat remaja lebih mengontrol kematangan emosinya sehingga menjadikan perilaku agresif remaja menjadi rendah. Sehingga, dapat diketahui bahwa pengendalian perilaku agresivitas juga dapat dilakukan oleh teman sebaya itu sendiri.

Selain penanganan atau pengendalian perilaku agresivitas yang dilakukan melalui masing-masing individu dalam pertemanan itu sendiri, penangan atau pengendalian tersebut bisa dilakukan oleh pihak lain, sebagai contoh guru apabila perilaku agresivitas antara teman sebaya terjadi disekolah. Penanganan yang bisa dilakukan oleh guru ialah seperti :

Guru memberikan perhatian lebih terhadap murid-muridnya, sebagai contoh dengan memberikan kasih sayang, menasehati, dan berusaha mencari sumber perilaku agresivitas yang dilakukan anak serta guru peka terhadap situasi dan kondisi yang terjadi pada anak.

Guru memberikan sikap yang tepat terhadap perilaku murid-muridnya, sebagai contoh memberikan pujian terhadap murid yang tidak menunjukan perilaku agresivitasnya dan tidak lupa memberikan hukuman ringan apabila ada murid yang menunjukan perilaku agresivitasnya agar tidak mengulangi perilakunya lagi. 

Penanganan yang dilakukan guru bisa dilakukan dengan memberikan banyak perhatian, memberikan pujian, senyuman, dan belaian, mendukung anak menerjemahkan perasaannya, membantu anak mengungkapkan perasaannya, mengenali apa yang dapat memicu tindakan agresif, memberikan pembelajaran yang menarik, menjadi guru yang ramah,hangat, kemonikatif, simpatik, dan keibuan, menjadi guru yang ramah, hangat, kemonikatif, simpatik, dan keibuan, melatih anak bersosialisasi, memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak, memberikan hadiah, (reward), memberi alternatif untuk menghilangkan kemarahannya Menciptakan atau menegakan kedisiplinan.

Kesimpulannya, tentu kita memahami bahwa teman sebaya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan dan pertumbuhan individu dalam segala aspek, namun tentu saja dalam lingkarang pertemanan tersebut sering terjadi konformitas dan saling mempengaruhi antar satu sama lainnya baik yang bersifat positif maupun negatif. Salah satu pengaruh negatif sesuai dengan pembahasan adalah munculnya sikap agresivitas. 

Dari pemaparan analisis pembahasan dalam penulisan ini, kita bisa memahami bahwa penyebab utama dari perilaku agresivitas seseorang dalam pertemanan antar sebaya dapat diringkas yaitu rasa ingin diterima seseorang oleh lingkaran pertemanan antar teman sebaya, reaksi dan interaksi yang dilakukan dan adanya konflik kesalahpahaman diantara pertemanan. 

Bentuk agresivitas seseorang yang sering ditunjukan dalam pertemanan antar sebaya dapat diringkas yang paling umum yaitu berbagai perilaku agresif berbentuk fisik dengan berbentuk perilaku-perilaku yang berkaitan dengan kekerasan antar teman sebaya. Lalu ada perilaku agresif verbal dengan sikap-sikap yang menyerang dan menyakiti sisi psikologis teman sebayanya dengan perkataan tidak mengenakan, mengintimidasi dan lain sebagainya. 

Pengendalian atau penanganan yang dapat dilakukan dalam hal perilaku agresivitas seseorang terhadap teman sebayanya dapat diringkas dengan beberapa faktor utama, yaitu pengendalian dari dalam diri sendiri, pengendalian dari teman sebaya itu sendiri dan juga pengendalian melalui pihak ketiga.

Referensi Buku 

Baron, Robert A. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga

Nugroho, Alfian Wahyu., Faustina, Amanda Alfi Fala., dkk. 2021. "Analisis Perilaku Agresivitas dalam Pertemanan Antar Sebaya". Tugas Makalah Psikologi Sosial, Pendidikan Sosiologi A 2020 Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun