Pagi yang indah, sinar mentari menerangi kamarku. Aku bergegas pergi ke sekolah. Sesampainya di sekolah, kudapati teman-temanku, yang sibuk dengan persiapan untuk ujian nasional. Bel pun berdering, kami memasuki kelas masing-masing, dan duduk di bangku yang telah ditentukan. Ujian pun dimulai, di pertengahan ujian seorang siswa bertanya kepadaku tentang jawaban dari soal yang ada di kertas ujian.
Aku kebingungan apa yang harus aku lakukan, kalau aku memberinya jawaban nanti dia dapat nilai yang bagus bukan karena hasilnya sendiri, tapi hasil dari teman lain. Jadi, ku putuskan untuk tidak memberinya jawaban dari soal yang dia tanyakan itu, karena aku menjawab soal sesuai dengan apa yang telah aku pelajari. Aku tidak memberinya jawaban, lalu dia marah, tapi aku tak peduli toh dia yang salah.
Pengawas yang merasakan ada kejanggalan pun datang menghampiri kami. Kupasang wajah santai, tanda kami tidak kenapa-kenapa. Ujian pun selesai, kini tinggal menunggu hasilnya. Sembari menunggu hasil ujian, aku menolong ibu di rumah, mengerjakan pekerjaan rumah, setelah pekerjaan rumah selesai aku menambah hafalanku sedikit demi sedikit. Itulah yang aku lakukan sehari-hari selagi menunggu hasil dari ujian keluar. Ternyata hari ini hasilnya keluar, aku pergi menuju sekolah untuk melihat hasilnya.
Selama di jalan, hatiku resah, takut, deg-degan, semuanya bercampur aduk di pikiranku. Sesampainya di sekolah, teman-temanku sudah banyak yang datang, setelah itu Ibu Guru memberitahu kami kalau kami semua LULUS, alhamdulillah.
“Sebentar lagi hasilnya akan dipajang, kalian sabar sebentar yaa ....” Kata Bu Guru.
Mendengar perkataan ibu guru kami merasa gembira, dan tak sabar untuk melihat hasilnya. Setelah hasilnya di pajang, kucari namaku. Ternyata namaku ada di bagian atas, nomor 3. Aku sangat bahagia sekali, teman-temanku mengucapkan selamat kepadaku.
Aku pun bergegas pulang ke rumah, ingin memberitahu bunda dan ayah tentang hasil ujianku ini. Aku pulang bersama 2 sahabatku, mereka berdua alhamdulillah mendapatkan nilai yang bagus, Hersha mendapatkan nilai di urutan ke 2, sedangkan Sisri mendapatkan nilai di urutan ke 9. Kami sangat senang, bersyukur kepada Allah, orang tua, karib kerabat, serta teman-teman yang telah menyemangati kami selalu dari pertama perjuangan samapai akhir perjuangan ini.
Setelah itu kami pergi jalan-jalan ke suatu tempat yang sangat bagus sekali, aku duduk bersama dua sahabatku, Hersha dan Sisri. Subhanallah ... tempat itu sangatlah indah, kami sangat menikmati pemandangan disana, sehingga tidak terasa kalau waktu akan memisahkan kita.
Setelah Ujian Nasional kami mencoba mendaftar ke SMA, MAN, atau SMK. Aku dan Hersha akan melanjutkan ke MAN, tapi tidak dengan Sisri yang memutuskan untuk melanjutkan ke SMK. Dia bercerita kepadaku dan Hersha kenapa dia mau menyambung ke SMK. Sebenarnya
aku dan Hersha ingin sekali dia menyambung ke MAN bersama kami, tapi aku tak dapat memaksanya.
Aku bilang sama dia, “Kamu sekarang udah besar, jadi pilihan ada di tangan kamu, kalau kamu mau mengambil keputusan, kamu harus pikirkan ke depannya, insya Allah keputusan yang kamu ambil adalah yang terbaik untukmu. Karna Allah memberikan sesuatu kepada kita sesuai dengan kemampuan kita, Allah tidak akan memberikan sesuatu yang tidak mampu untuk kita lakukan. Jadi, kalau kamu masuk dan diterima disana, itulah yang terbaik untukmu. Allah tahu kalau kamu mampu di tempat itu, jadi dia menakdirkanmu disana.” Ucapku.
Setelah aku berbicara sama dia, ia pun terdiam sejenak.
“Terima kasih banyak Ra, kamu udah semangatin aku, baiklah, aku akan tetap semangat jika aku diterima disana, karena aku udah daftar kemaren.” Ujarnya.
Aku pun terkejut dan berkata “Jadi kamu udah daftar disana sis?“ Tanyaku.
“Iya Ra, aku udah daftar, maaf aku tidak memberitahumu” kata Sisri.
“Iya gak papa Sis, karna kamu yang akan menjalani semua itu kan.“ Tegas Rara.
”Makasih banyak Ra, kamu udah pengertian dan memahami aku.“ Kata Sisri.
”Kamu jangan lupa shalat tahajjud, berdo’a, minta petunjuk sama Allah agar memberikan yang terbaik untukmu,setelah itu bertawakkal.“ Ucapku.
”Aku dan Hersha juga akan mendaftar ke MAN, do’akan semoga semuanya berjalan lancar ya Sis.“ Sahut Rara.
Rara pun pamit untuk pulang karna hari udah semakin larut. Setelah kepergian Rara, Sisri pun pulang ke rumahnya dengan hati yang tenang setelah mendapatkan nasehat dari Rara.
Besok adalah waktu pendaftaran di MAN, aku mempersiapkan semua berkas-berkas yang akan dibawa kesana. Aku pergi kesana berdua dengan Hersha, sesampai disana kami langsung mendaftar dan menyelesaikan semua urusan, setelah itu kami pulang.
Sesampaiku di rumah bunda menanyakan kepadaku apa kamu ingin masuk ma’had. Mendengar pertanyaan itu aku pun terkejut, dan bertanya.
“Ma’had di mana Bun?“ Tanyaku penasaran.
“Ma’had sama dengan adikmu.“ Sahut Bunda.
“Aku tidak mau bun.“ Jawabku dengan wajah yang kesal.
“Kenapa kamu tidak mau? Apa alasannya?“ Tanya Bunda.
“Aku tidak mau satu sekolah sama adik.“ Tegasku.
“Kenapa kamu tidak mau satu sekolah dengan adikmu? Malahan itu bagus kalau kamu satu sekolah sama adikmu, kami bisa mengunjungi kalian bersamaan.“ Jawab Bunda.
“Pokoknya aku tidak mau Bun, aku udah daftar di MAN sama Hersha, aku mau di sana aja.“ Jawabku.
“Ya udahlah, terserah kamu karena kamu yang akan jalani semua itu kan, tapi Bunda juga udah daftarin kamu di ma’had adikmu itu.“ Sahut Bunda.
“Iya Bun, tidak apa-apa, aku akan jalani semuanya. Terima kasih udah percaya kepadaku, insya Allah aku tidak menyesal dengan apa yang akan aku ambil.” Kataku.
Setelah mengikuti tes di MAN bersama Hersha, aku juga mengikuti tes di ma’had adikku setelah tes di MAN. Tidak menunggu lama, hasil dari tes di MAN keluar duluan dari tes yang di ma’had adikku itu. Alhamdulillah, aku lulus di sekolah itu. Aku tentunya sangat senang sekali karEna aku ingin melanjutkan pendidikan disana. Aku memberitahu Bunda kalau aku lulus di MAN, aku juga udah lihat pengumumannya, aku lulus di jurusan Agama, sedangkan Hersha lulus di jurusan IPA.
“Bunda ikut bahagia dengan lulusnya kamu di sana, nak. Tapi kamu yakin mau melanjutkan disana?” tanya Bunda.
”Insya allah aku yakin, Bun. Ini insya Allah yang terbaik untukku.” Kataku menegaskan.
”Tapi kamu tidak mau menunggu hasil tes yang di ma’had adikmu itu keluar?” Tanya Bunda lagi.
”Tidak usah Bun, soalnya pendaftaran ulang di MAN itu cuma 3 hari mulai dari besok, kalau dalam 3 hari ini hasilnya keluar nanti kita pikirkan lagi.” Tegasku.
”Baiklah Ra, Bunda setuju dengan perkataanmu itu, kita tunggu saja kalau begitu.” Balas Bunda.
Sekarang hari ketiga yakni hari terakhir untuk mendaftar ulang di MAN. Aku memutuskan untuk mendaftar ulang disana, setelah itu aku memberitahu Bunda. Aku bertanya pada Hersha, apakah dia sudah mendaftar ulang disana? Lalu dia menjawab, kalau dia sudah mendaftar kemarin. Dia bertanya balik kepadaku, gimana dengamu Ra?. Hari ini insya allah aku akan mendaftar ulang, jawabku.
Setelah aku mendaftar ulang aku mengabari Bunda kalau aku sudah daftar disana. “Iya gak apa-apa Ra, sepertinya hasilnya juga gak akan keluar hari ini.” Sahut Bunda.
Besoknya ayahku membuka internet ternyata ada pengumuman tentang kelulusan di ‘Pesantren Ar-Risalah’, itu nama ma’hadnya. Ayah mengabariku kalau aku diterima disana, aku terkejut dengan kabar itu. Ayah bahagia sekali aku bisa diterima disana karena untuk masuk kesana susah sekali. Dulu aku ingin sekali masuk ma’had itu setelah lulus SD, tapi gak diterima. Sekarang, aku berubah pikiran tidak mau lagi masuk kesana.
“Apa kamu akan masuk disana?” Tanya Ayah kepadaku.
“Aku udah daftar di MAN kemaren, Yah. Sepertinya aku tidak akan masuk kesana.” Jawabku dengan tenang.
“Kalau itu pilihanmu, terserahmu Ra, Ayah hanya bisa menyemangati kamu agar terus melanjutkan sekolah.” Gumam Ayah.
“Terima kasih atas apa yang engkau berikan, menolongku agar aku bisa melanjutkan sekolahku.” Kataku.
“Sama-sama, anakku. Itu adalah kewajiban semua orangtua untuk memenuhi semua kebutuhan anaknya.” Balas Ayah.
“Kalau begitu aku mau menolong Bunda di dapur dulu ya Yah.” Pamitku.
Esoknya aku bertanya kepada Sisri apakah dia lulus di SMK. Lalu dia menjawab, “alhamdulillah aku lulus di SMK, Ra.”
“Alhamdulillah kalau begitu Sis. Itu mungkin takdirmu, mudah-mudahan itu yang terbaik untukmu.” Balasku.
“Amin .... Sertakan aku selalu dalam do’amu ya Ra, supaya Allah memberikanku jalan yang benar.” Jawab Sisri dengan penuh harap dari perkataannya.
“Iya, insya Allah aku gak akan lupa untuk selalu mendo’akanmu, Sis. kamu kan sahabatku.” Balasku.
Hari pertama masuk kelas. Terasa suasana berbeda dengan sebelumnya. Mungkin aku belum terbiasa dengan lingkungan yang baru ini, dengan teman yang baru juga. Aku merasa kalau aku gak betah di sekolah itu,. Aku ingin sekali pindah ke sekolah yang lain, tapi aku bingung gimana mau bicara sama Bunda dan Ayah. Karena aku masuk disini karna keinginanku sendiri, bukan keinginan orangtuaku.
Sebelum aku masuk di sini juga, Ayah dan Bunda sudah tanya kepadaku apa kamu yakin akan masuk ke sekolah itu, kami gak mau dengar kalau kamu gak betah disana nanti. Aku bingung harus cerita sama siapa, setiap shalat aku minta sama Allah agar memudahkan selalu urusanku ini, menunjukkanku jalan yang terbaik, membantuku agar tetap istiqomah dengan jalan yang telah aku ambil ini.
Setelah itu aku berpikir untuk menanyakan kepada kedua sahabatku tentang perasaanku yang tidak betah disini.
Kenapa kamu tidak betah disana, Ra? Sekolah ini bagus untuk kamu Ra, jurusan yang kamu ambil juga cocok denganmu. Ada apa Ra? Apa yang salah? Apa kamu ada masalah?” Tanya Hersha dengan banyak pertanyaan kepadaku.
“Aku juga tidak tau kenapa aku gak betah disini dan ingin pindah, Sha.” Jawabku singkat.
“Kamu coba satu sampai tiga bulan dulu, mungkin kamu belum terbiasa dengan keadaan asrama yang baru.” Jawab Hersha berusaha menenangkanku.
“Iya deh, Sha. Aku akan coba dan mendengar perkataanmu. Makasih telah mendengarkan curhatanku.” Balas Rara dengan tenang.
Setelah itu aku bertanya pada Sisri, dia berkata, ”kamu yakin akan pindah dari sekolah itu Ra? Kan kemaren kamu yang berkeinginan keras untuk masuk ke sekolah itu. Sekarang kok kamu yang ingin pindah dari sana? Kamu punya masalah sama temanmu disana Ra? Atau ada apa Ra? Cerita sama aku.”
“Sebenarnya tidak ada masalah Sis, aku juga bingung kenapa aku ingin pindah dari sana, tapi aku belum berani bilang sama Ayah dan Bunda takut mereka marah kepadaku.” Balasku.
“Kamu harus bersabar disana Ra, karna kamu yang mengambil pilihan itu kan, jadi kamu harus bertanggung jawab atas apa yang telah kamu ambil, insya allah itu semua yang terbaik untukmu, karena dibalik semua iu pasti ada hikmahnya.” Sisri menasehatiku.
“Terima kasih Sis, kamu udah dengarin cerita atau curhatanku ini, insya Allah aku akan pikirin kata-katamu itu.” Jawab Rara.
Setelah mendengar perkataan dari kedua sahabatnya dia berusaha untuk tetap bertahan dan bersabar di sekolah itu, sampai datangnya bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah untuk umat muslim, pada bulan ini kami mengadakan buka bareng alumni dari sekolah dulu, aku sangat bahagia karena akan bertemu dengan teman-temanku.
Esoknya adalah hari yang aku tunggu-tunggu untuk bertemu mereka, Alhamdulillah aku bisa bertemu dengan teman-temanku kembali.
“Seakan-akan satu tahun tak bertemu kalian.” Kataku melepaskan rindu.
Setelah selesai buka bareng, kami harus pulang ke rumah masing-masing sebelum larut malam. Aku pulang bersama dua sahabatku, Hersha dan Sisri, kami pulang mengendarai motor. Sisri yang mengendarai motor, sedangkan aku dan Hersha yang dibonceng olehnya. Serasa malam itu sangat indah sekali bisa bertemu kembali dengan teman dan sahabatku. Sisri mengantarku duluan ke rumah, setelah itu dia mengantar Hersha.
Setelah Idul Fitri kami langsung masuk kelas, melanjutkan hari-hari yang biasa di sekolah dan asrama. Sepulang sekolah aku mendapat SMS dari Hersha tentang Sisri, kabar ini sangat mengejutkanku.
Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un telah berpulang ke rahmatullah sahabat kita tercinta yang bernama Sisri pada hari ini.
Begitu isi SMS dari Hersha. Aku kaget sekali dengan isi SMS itu dan tidak menyangka kalau itu akan terjadi, aku tidak tahu apa yang
akan aku lakukan. Aku langsung menangis di kamarku. Temanku yang lain bertanya apa yang terjadi dengan Rara, tapi aku tetap diam tidak bisa berkata satu kata apapun.
Esok hari, Hersha mendatangiku dan mengajakku untuk datang ke rumah Sisri. Aku bersiap-siap untuk pergi ke rumahnya, aku pergi bersama Hersha dengan mobil angkutan umum. Tapi rumahnya jauh ke dalam, untuk masuk ke dalam gang rumahnya harus pakai motor. Maka aku pergi ke sana dengan ojek sama Hersha.
Sesampaiku di sana aku melihat banyak sekali orang disana, aku masuk ke rumahnya bertemu dengan ibunya. Setelah itu aku melihat jenazah sahabatku tercinta. Aku meneteskan air mata saat melihat wajahnya yang pucat, aku tidak sanggup memandanginya dengan waktu yang lama. Aku sedih sekali.
Ibunya mengatakan kepadaku, “walaupun Sisri udah tidak ada, kalian harus datang mengunjungi ibu selalu ya.”
Mendengar perkataan itu aku sangatlah sedih. “Iya insya Allah kami akan mengunjungi Ibu ke sini. Wujudnya memang tidak ada disini Bu, tapi wujudnya tetap ada di hati kita selalu, Bu.” Aku mencoba menenangkannya.
Ternyata bukan cuma aku dan Hersha yang datang, tapi teman-temanku yang lain datang setelah kedatanganku dan Hersha. Setelah itu kami bersama-sama pergi ke pemakaman Sisri, tempat istirahatnya terakhir.Setelah pemakaman selesai, aku kembali ke rumahnya.
Ternyata dia jatuh dari ojek setelah sepulang sekolah kemaren. Sebenarnya dari pagi dia sudah merasa pusing, tapi ibunya
menyuruhnya untuk tetap pergi ke sekolah. Dia pun pegi ke sekolah dengan keadaan yang seperti itu dan sedang berpuasa juga.
Setelah sepulang sekolah dia pulang bersama ojek langganannya, tepat di lampu merah ojek itupun berhenti di depan Pesantren Mekkah. Ternyata Sisri jatuh di depan pesantren itu. Dia baru sadar kalau Sisri jatuh kira-kira setelah satu kilometer jauhnya. Segera tukang ojek itu berbalik untuk melihat keadaan Sisri.
Dia duduk menyamping di atas ojek itu, dan jatuh ke belakang. Dari dalam mulutnya mengeluarkan busa. Masyarakat sekitar panik melihat keadaannya seperti itu. Cepat-cepat ia dibawa ke Rumah Sakit terdekat, RS Yarsi.
Sesampainya di Rumah Sakit, ternyata Dokter tak bisa lagi menyelamatkan nyawanya. Dokter pun segera mengabari ibunya, dan ibunya pun menangis mendengar perkataan dokter itu. Kita hanya bisa menerima takdir Tuhan, tidak bisa mengingkarinya karna setiap manusia pasti akan kembali kepada Rabb-Nya.
Aku teringat kata Sisri waktu kita bertemu pada saat buka bareng di bulan Ramadhan. Mudah-mudahan kita bisa bertemu dan berkumpul kembali seperti ini setelah Idul Fitri di tempat yang lain dengan membawa THR dari masing-masing kalian. Aku tak menyangka sama sekali kalau pertemuan yang kemarin itu adalah pertemuan yang terakhir kita. Aku sangat menyesal belum bisa membantumu lebih banyak.
Terima kasih teman, kau telah setia kepadaku, mendengar cerita dan semua keluhanku selama ini, bersabar menasehatiku, aku sangat senang bisa menasehati kamu, aku juga sangat senang sekali bisa
bertemu dengan sosok sepertimu. Aku tidak akan lupakan kenangan yang telah kita lalui bersama baik dalam suka maupun duka, aku mungkin tidak akan bisa menemukan teman sepertimu.
Setelah itu Hersha mengatakan kepadaku, ”semoga ukhuwah ini lebih erat lagi hendaknya ... Jangan sampai renggang ... Please ... Jangan ada rahasia dan air mata diantara kita .... ”
Mendengar perkataan Hersha yang seperti itu, aku pun terdiam. Perlahan mengeluarkan air mata, aku sangat terharu mendengar perkataan dari sahabatku itu. Setelah itu aku menjalani hari-hariku dengan bersemangat karena aku ingat kata Sisri. Kamu harus tetap semangat dan melanjutkan sekolahmu sampai sarjana ya Ra, dan menjadi orang yang bermanfaat untuk semua orang. Aku akan membahagiakan orangtuaku, kerabatku serta teman-temanku. Selamat jalan sahabatku, semoga kamu diterima disisi Allah Azza wa Jalla. Amin ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H