Di sinilah munculnya awal konflik yang mengisahkan tentang Sie-Sie tidak mau menikah dengan wong lan. Tetapi, karena ibunya sedang sakit dan pendapatan yang minim untuk menafkahi ke enam saudaranya, akhirnya Sie Sie menyetujui menikahi tersebut dengan syarat membayar pengobatan ibu Sie Sie dan menafkahi semua keluarga sie-sie. Dengan itu Sie-Sie berjanji kepada ibunya bahwa dia akan menjadi istri yang baik, tetapi ternyata suaminya bertindak sebaliknya. Dia tidak di berlakukan layaknya seorang istri. Sampai akhirnya Sie-Sie di usir dari rumah sehingga pada saat itulah Sie-sie kembali berjuang seperti yang di alami di kampungnya saat itu.
"Usia gadis itu dua puluh ketika masa-masa siksaan fisik datang. Pagi ditampar, siang
   dijambak, malam ditendang. Dan situasi terus memburuk dari hari ke hari. Teman
   teman dekat Wong Lan pergi, tak ada uang, tak ada kesenangan, semua menjauh
   darinya. Pekerja pabrik macam kartu remi dirobohkan, satu persatu berhenti, termasuk
   orang-orang kepercayaan orang tua Wong Lan dulu, pembantu di rumah, hanya soal
  waktu minta berhenti, tidak tahan dengan marah-marah sepanjang hari. Hanya tersisa
  Sie Sie sebagai sansak, pelampiasan seluruh tabiat buruk suaminya sendiri. Siang
  malam Sie tersiksa lahir-batin, macam di terowongan gelap tanpa titik terang. Bangun
  pagi hanya untuk menjemput hari menyedihkan berikutnya. Sementara pabrik tekstil
  Wong Lan mati segan hidup tak mau, mereka bertahan hidup dari sisa harta benda. -- Halaman 29