Pendekatan kontak mengemukakan kalau pengatahuan ilmia bisa memperluas cakrawala kepercayaan relegius serta kalau perspektif kepercayaan relegius bisa memperdalam uraian kita tentang alam semesta.Â
Ia tidak berupaya meyakinkan keberadaan tuhan bersumber pada sains, namun telah merasa puas jika menafsirkan penemuan- penemuan ilmia di dalam karangka arti keagamaan.Â
Ia tidak berupaya menopang ajaran- ajaran keagamaan dengan mengacu pada konsep- konsep ilmia yang pada permukaannya, boleh jadi menunjuk secara lansung kepada seseorang deseiner ilahi. Telah tidak masanya lagi gagasan ilmia dapat di pergunakan buat memperuat alasan untuk eksistensi tuhan.
Pendekatan Konfirmasi
Sesuatu perspektif yang lebih tenang, namun sangat berarti; perspektif ini menyoroti cara- cara agama, pada tataran yang mendalam, mengundang serta menghidupkan segala aktivitas ilmiah. Dialog kita tentang sains serta agama hendak sangat produktif bila di perkenankan tetap pada sesi pendekatan pada kontak tadi; namun secara individu aku lebih suka untuk melangka lebih jauh lagi.Â
Aku menghargai seluruh upaya buat menciptakan kecocokan antara sains serta agama, namun aku membayangkan suatu kedekatan yang apalagi lebih erat lagi antara agama serta sains dibanding yang di akui secara eksplisit oleh salah satu tiga pendekatan awal.Â
Di mari aku menganjurkan, pula dalam segala novel ini, kalau agama, dengan sesuatu metode yang sangat mendalam, menunjang segala upaya aktivitas ilmia.Â
Pasti, agama tidak boleh di gunakan buat menguatkan cara- cara beresiko di dalamnya pengatahuan ilmiah kerap kali di terapkan dalam realitas. Usul aku bahwa agama pada dasarnya menguatkan kerinduan simpel hendak pengatahuan. Agama menguatkan dorongan yang dapat menimbulkan sains.Â
Aku menyebut pendekatan ke empatini" komfirmasi" sebutan ini sejajar dengan" menguatkan" ataupun" menunjang" sebab diaberkata kalau agama, jika di murnikan secara hati- hati dari implikasi- implikasi yang menyesatkan, dapat menunjang seluruhnya serta apalagi melandasi upaya ilmia dalam berikan arti kepada alam semesta ini.
Setelah itu di sisi lian ruang buat reintegrasi epistemologi keilmuan universal( science) serta agama memiliki makna perlunya diskusi serta kerja sama antar disiplin ilmu universal dan agama yang lebih erat pada masa yang hendak tiba. Interkoneksitas serta sensitivitas ilmu sains serta agama butuh diupayakan secara terus menerus( Amin, dalam Abidin Baqir dkk, 2005: 261).Â
Sebab sepanjang ini kerapkali antara sains serta agama berjalan tiap- tiap, sehingga dengan keadaan semacam ini, hingga agama memandang sains dengan pendekatan khas teologi, tanpa menguasai ranah kerja sains.Â