Mohon tunggu...
Moh Alfan Sholihin
Moh Alfan Sholihin Mohon Tunggu... Lainnya - Life is your choice

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Agama dan Ilmu Pengetahuan

25 Desember 2021   18:07 Diperbarui: 25 Desember 2021   18:07 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daru suatu riset, bisa ditujuksn kalau otak mempunyai jaringan analitis yang digunakan buat berfikir kritis, dan seuah jaringan sosial yang menjadikan otak kita dapat lebih berempati serta lebih tertarik ke alibi moral dibanding penalaran. Bagi periset, kedua jaringan ini bertentangan, sebab masing- masing orang hendak mempunyai salah satu jaringan yang lebih aktif dibanding yang lain.

Pengalaman merupakan yang memastikan Kamu terletak di pihak mana

Bagi periset, berlawanannya kedua jaringan ini sangat erat kaitannya dengan pengalaman seorang. Bila seorang lebih banyak hadapi pengalaman yang erat dengan keimanan ataupun supranatural, secara otomatis otak hendak memencet kinerja jaringan analitis, sehingga otak kita tidak hendak berpikir kritis. 

Perihal ini menarangkan kenapa orang yang yakin agama, tidak sangat tertarik terhadap sains serta hal- hal yang para ilmuwan coba buat dinalarkan.

Bagi filsuf, kebenaran memanglah terdapat 2. Jadi, tidak terdapat yang salah

Temuan ini senada dengan pemikiran seseorang filosofis asal Jerman ialah Immanuel Kant. Kant menyangka terdapat 2 kebenaran, ialah kebenaran empiris serta kebenaran secara moral.

" Kant membedakan antara alibi teoritis yang berhubungan dengan sais, dan alibi instan yang berhubungan dengan moral," ungkap Dokter. Tony Jack, kepala periset sekalian Prof filosofi serta neuroscience." Kant menampilkan kalau 2 jenis pemikiran ini bisa silih berlawanan, serta perihal ini merupakan perihal yang sama dengan yang kita dapat amati di otak kita. Sehingga, konflik ini berakar dari otak kita sendiri," imbuhnya.

Jadi, konflik ini sesungguhnya tidak betul- betul nyata, tetapi lebih sebab otak kita membingkai konteks sampai memiliki perbandingan yang lumayan mendasar untuk orang lain. Bila kita menganut dengan teguh apa yang kita yakin, pasti tidak butuh menyalahkan pemikiran orang lain, serta orang lain pula tidak berhak berkata pemikiran kita salah.

Masing- masing orang cenderung hendak memilah satu pemikiran daripada yang lain- sains ataupun agama, agama ataupun sains!

Disebabkan 2 komponen otak yang silih memencet ini, tiap orang hendak memilah satu pemikiran daripada yang lain. Jadi hendak terdapat 2 jenis orang, ialah yang yakin sains dengan seluruh suatu yang bisa dinalar, ataupun yang yakin keimanan. Perihal inilah yang merangsang konflik antara sains serta agama.

Metodologi riset yang dicoba Prof Jack serta regu merupakan membuat 8 kali eksperimen dengan mengaitkan 527 orang berusia. Dalam eksperimen awal, partisipan diharuskan buat mengisi kuisioner yang bisa mengukur tingkatan pemikiran kritis serta mekanikal, yang keduanya mengukur tingkatan pemikiran nalar secara analitis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun