Mohon tunggu...
Syahdan Adhyasta
Syahdan Adhyasta Mohon Tunggu... Administrasi - Profil

Hidup ini bagaikan sebuah lautan, dan kitalah nelayan yang sedang mengarunginya.. Sejauh apapun kita melaut, pasti akan ada masa dimana kita harus kembali ke daratan tempat kita berasal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Janji

22 April 2017   13:12 Diperbarui: 22 April 2017   22:00 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Mereka mengatakan, “Bisa diambil, sebulan lagi Mas.”

Sebulan kemudian aku datang untuk mengambil KTP ku dan mereka mengatakan, “Wah belum jadi, Mas. Blangkonya habis. Bulan depan datang lagi ya.”

Akupun menghela nafasku dan pergi meninggalkan kantor kelurahan dengan berberat hati. Bulan depannya aku datang, dan menerima jawaban yang tidak jauh berbeda. Hanya saja kali itu, aku mendapat jawaban, 6 bulan lagi datang sambil memberiku surat keterangan pengganti KTP. Aku benar-benar bingung karena aku membutuhkan KTP itu untuk sekedar memesan tiket kereta atau pesawat karena kita harus memasukkan nomor identitas di dalamnya. Untungnya aku masih memiliki passport yang selalu kugunakan untuk bisa bepergian dengan moda kendaraan apapun.

Belum lagi janji-janji yang lebih besar, seperti sumpah jabatan, untuk tidak melakukan korupsi. Hanya dianggap sebagai angin lalu oleh sebagian petinggi negara ini. Di mana mereka melupakan janji untuk menyejaterahkan rakyat dan akhirnya memasuki bui lantaran terjerat kasus korupsi.

Ah sudahlah…

Apalah kuasaku mengubah kebiasaan orang-orang di negaraku. Aku hanyalah seorang pemuda biasa yang kadang suka menulis fiksi seadanya.

 ***

Sebuah nomor yang kukenal menghubungiku kembali…

Sudah sekian kali ia meneleponku hari ini, dan aku benar-benar tidak berniat menjawabnya. Sebut saja, namanya Ronin. Dia menghubungiku untuk meminjam uang untuk mengobati anaknya yang sakit. Aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak, tapi aku tidak ingin berhubungan dengannya lagi.

Mungkin kalian pikir aku kejam… tega tidak meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkan.

Tapi kalian salah…

Sudah beberapa kali ini, ia mengatakan ‘pinjam…. Akan kubayar beberapa bulan kemudian.’

Toh, sampai sekarang tak ada niat sedikitpun darinya untuk membayarnya, sudah hampir dua tahun sepertinya. Aku tidak pernah meminta bunga. Aku tidak pernah memintanya membayar secara langsung. Aku hanya butuh niatan baik darinya, membayar hutangnya sedikit demi sedikit, 20 ribu, 50 ribu ataupun 100 ribu per bulan saja. Itu adalah kewajibannya, melunasi hutang, menepati janji. Tapi tak pernah ada pembicaraan darinya kepadaku, untuk melunasi apa yang sudah dijanjikannya. Ia tetap saja cengengesan ketika bertemu denganku dan mungkin melupakan apa yang telah dijanjikannya. Parahnya dia bisa membeli barang ini itu, tapi tak ada keinginan sedikitpun untuk melunasi hutangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun