Tak ada satupun orang yang disebutkan Aswan menunjukkan batang hidungnya. Aku kemudian lantas asyik membaca komik melalui HP ku atau sekedar memainkan game yang terinstall di sana.
Tiga puluh menit berlalu… tak ada tanda kehadiran mereka. Aku pun meneruskan kegiatan isengku.
Satu jam berlalu…
Satu orang terlihat datang. Cengengesan, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun telah menyalahi waktu.
“Yang lain belum datang?” katanya
Aku menjawab, belum dengan pelan.
“Wah untung, aku datangnya jam segini. Kalo nggak aku menunggu lama tadi.” Katanya tersenyum seolah bangga dengan apa yang dilakukannya.
Beberapa menit kemudian, satu persatu muncul, dengan reaksi yang sama, cengengesan tanpa ada wajah bersalah. Hanya bilang. ‘Maaf ketiduran… Maaf sarapan dulu… Maaf lupa..’ Selalu seperti itu. Dan kami baru berangkat pukul sepuluh, yang berarti sudah mundur 2 jam dari jadwal yang semula.
Aku tahu… Ya… aku tahu dengan benar, watak teman-temanku itu. Mereka akan selalu datang jauh lebih lama dari waktu yang telah ditentukan. Aku sudah terbiasa dengan itu semua. Tapi aku tetap akan datang tepat waktu, memenuhi janjiku.
Mungkin mereka menganggap itu hal yang sepele, nyatanya itu tidak. Kebiasaan tidak tepat waktu ini sudah membudaya dan mendarah daging. Ketika deadline pekerjaan yang seharusnya besok, mereka masih bersantai-santai dan baru mengumpulkan pekerjaan dua, tiga atau seminggu setelah deadline. Dan mereka cengengesan, ber-haha hihi tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Tanpa menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sudah menghambat kinerja organisasi.
Nampaknya masalah janji adalah hal yang terlupa di negara ini. Hal yang kecil saja, menepati waktu, itupun tidak bisa dilakukan oleh mayoritas orang di negara ini. Pernah aku mengurus KTP di kelurahanku.