“Kita tidak perlu menjadi penyerang seperti mereka. Kita tidak perlu melakukan cara-cara kotor seperti yang negara lain lakukan.”
“Tapi, untuk melindungi negara kita. Kita harus menyiapkan strategi untuk meng-counter serangan serangan yang mereka lakukan. Kita harus menjadi pemikir di atas pemikir untuk melindungi negara ini,”
“Satu hal yang tidak dimiliki negara ini adalah The Strategist.”
Aku terperangah kembali.
“Apa itu the strategist? Kenapa kita harus memiliki strategi semacam itu pula di negara kita.”
Tuan Bayan kembali menghela nafasnya.
“Kau tahu kenapa negara-negara di Utara menjadi sangat adigdaya? Itu karena ada pemimpin sebenarnya yang ada di balik negara itu. Boleh jadi lah kau melihat, raja-raja di negara utara berganti setiap beberapa tahun sekali. Tapi mereka sebenarnya hanyalah simbol dan perpanjangan tangan saja. Ada kekuasaan lain yang ada di atas raja-raja itu, dan dialah yang disebut dengan the strategist.”
“Boleh jadi dia adalah seorang manusia biasa yang tak terlihat, seperti aku, yang menyembunyikan jati diriku di balik gunung ini. Boleh jadi dia adalah sebuah kelompok besar, yang semua tahu, namun tak berdaya untuk bisa melawannya.”
Tuan Bayan memperbaiki posisi duduknya, disingkapkannya jubah kusamnya ke arah kirinya. Ia pun melanjutkan kembali petuahnya.
“Sampai mana kita tadi…”
Aku menjawab the strategist.