Begini bor...!
Buruh itu bukan volunteer, mereka bekerja untuk mencari penghasilan buat hidupnya dan keluarga.
Anggap saja kepentingan buruh diwakili oleh kurva X.
Pengusaha/majikan juga bukan sinterklas, mereka berinvestasi untuk mengembangkan bisnisnya. Apakah pengusaha menjalankan bisnisnya pyur dengan tujuan untuk kesejahteraan buruh...? No...!
Kesejahteraan buruh itu bonus. Ada prestasi, ada kontra prestasi, ini dalil.
Anggap saja kepentingan pengusaha diwakili oleh kurva Y.
Secara menejemen, tujuan mereka memang satu, tapi secara individu, jelas tujan mereka tidaklah sama. Nah... bagaimana cara menentukan titik singgung kedua kurva tersebut pada satu kuadran?Â
Di sinilah negara harus hadir, pemerintah berperan untuk memfasilitasi agar kurva X dan kurva Y tersebut berpotongan pada kondisi yg fair. Pemerintah bisa salah? bisa! Pemerintah bukan malaikat bor, tetapi juga bukan iblis.
Di satu sisi pemerintah harus memfasilitasi tumbuhnya investasi, di sisi yang lain pemerintah juga harus memfasilitasi hajat hidup rakyatnya yang kebetulan berperan sebagai buruh.Â
Jadi dalam perkara ini pemerintah tepat berdiri pada titik adhesi (eh... adhesi opo kohesi yo...? ;) ), tarik menarik antara partikel/kepentingan yang berbeda. Susah...? memang! Ribet...? sudah pasti jelas!
Jika tuntutan investor tidak di fasilitasi dengan iklim yang baik, pengusaha susah menanamkan investasinya. Sehingga hajat hidup buruh tidak akan terpenuhi karena minimnya lapangan pekerjaan.Â