Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Gereja-Gereja Protestan Indonesia Bersekutu dalam PGI

28 November 2022   14:35 Diperbarui: 28 November 2022   14:38 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung PGI di Jalan Salemba 10, Jakarta Pusat (sumber: pgi.or.id)

Kalau Anda bertepatan lewat di depan RS Santo Karolus di Jakarta Pusat, persis di seberangnya adalah Gedung Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), di Jalan Salemba Raya No.10.  Ia lembaga yang membawahi 88 sinode Gereja Protestan di Indonesia. Posisinya seperti KWI untuk umat Katolik atau Muhammdiyah dan Nahdlatul Ulama bagi umat Islam di Indonesia.

Untuk menulis tentang PGI, saya mewawancarai  Pendeta Andreas A. Yewangoe (77), ketua PGI periode  2006-2014 yang kini menjadi Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Saya juga ngobrol dengan Pendeta  Gomar Gultom yang kini menjadi Ketua Umum PGI hasil Sidang Raya PGI di Waingpau, Sumba pada 2019 lalu.

Pendeta Gomar  mengenakan kopiah hitam yang sesekali ia perbaiki letaknya.  Hari itu ia  berkemeja koko berwarna putih, dipadu celana panjang hitam. Sarung bermotif kotak-kotak diselempangkan di lehernya.

"Ini pakaian ala Betawi, wajib seminggu sekali," ia memberi penjelasan.

                                                           =000=

Keinginan untuk menulis  kiprah lembaga PGI sudah lama muncul, setidaknya sejak periode kedua Pendeta Andreas Yewangoe menjabat sebagai ketua umum. Tentang gedung PGI yang lama,  saya ingat cerita beliau menjelang sore dalam mobil, ketika saya mengikuti kegiatannya dalam sehari penuh.  Kata Yewangoe, seorang ibu pernah singgah ke kantor yang lama itu dan berdoa begini:

"Tuhan berilah kesanggupan kepada pengurus PGI yang baru agar mampu membangun kembali gedung paling kumuh di Jakarta Pusat ini."

Saya tertawa lepas. Yewangoe seperti biasa, hanya tersenyum dikulum.

Perlu waktu empat  tahun untuk melihat kemanjuran doa tersebut. Pada Rabu 19 Maret 2014 gedung PGI yang baru, lima  lantai, yang menelan biaya sekitar Rp 30 miliar selesai dibangun.

"Hari ini kita melakukan topping off (pengatapan), artinya tidak ada lagi pembangunan ke atas selain kita menyelesaikan interior dan eksteriornya," kata Edwin Soerjajaya, ketua pembangunan.  Edwin adalah putra taipan pemilik Astra, Om William Soerjajaya (alm).

                                                            =000=

PGI mulai berkantor di Jalan Salemba 10 sejak masih bernama Dewan Gereja di Indonesia (DGI) pada tahun 1950. Upaya untuk mendirikan sebuah Dewan yang membawahi pekerjaan zending atau Pekabaran Injil di Indonesia sudah mulai didiskusikan oleh tokoh-tokoh Kristen waktu itu antara lain Dr. Verkruyl, Dr. Todung Sutan Gunung Mulia, Pendeta Probowinoto, Pendeta W.J. Rumambi, Dr. Johannes Leimena. Dr. J.E Siregar,  dan lain-lain. Tetapi Perang Dunia II terlanjur meletus. Keinginan tersebut urung dilaksanakan. Baru pada tanggal 6-13 November 1949 diadakan Konferensi Persiapan Dewan Gereja-gereja di Indonesia.

Namun sebelum konferensi ini, di daerah-daerah sudah  berdiri tiga Dewan Daerah yakni; Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja di Indonesia yang  berpusat di Yogyakarta, berdiri bulan Mei 1946 ; Majelis Usaha bersama Gereja-gereja di Indonesia bagian Timur berpusat  di Makasar (9 Maret 1947) dan Majelis Gereja-gereja bagian Sumatera  yang berdiri awal tahun 1949 di Medan. Tiga Dewan Daerah inilah yang bersatu membentuk Dewan Gereja-gereja di Indonesia.

Langkah konkritnya, pada  21-28 Mei 1950 dilaksanakan Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) di Sekolah Theologia Tinggi yang di kemudian hari menjadi STT Jakarta. Hadir 30 gereja antara lain HKBP, GBKP, Gereja Methodist Sumatera, BNKP, Gereja Kalimantan Evengelis, GPIB, GKP, Gereja Kristen Sekitar Muria, Gereja Kristen Jawa Tengah, GKJW,Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe hwee Jawa Barat,Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe hwee Jawa Tengah,Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe hwee Jawa Timur,Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe hwee Jakarta,GKPB,GKS, GMIT, GMIST,GMIM,GM IBM, KST,GKTR,GKTM,GKST,GKSS Makassar,GMIH,GPM,  GMII, dan  GPI.

Salah satu pokok bahasan adalah soal Anggaran Dasar DGI. Pada tanggal 25 Mei 1950, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi, sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya DGI.  Dibacakan pula "Manifes Pembentoekan DGI": 

"Kami anggota-anggota Konferensi Pembentoekan Dewan Geredja-geredja di Indonesia, mengoemoemkan dengan ini, bahwa sekarang Dewan geredja-geredja di Indonesia telah diperdirikan, sebagai tempat permoesjawaratan dan oesaha bersama dari Geredja-geredja di Indonesia, seperti termaktoeb dalam Anggaran Dasar Dewan geredja-geredja di Indonesia, yang soedah ditetapkan oleh Sidang pada tanggal 25 Mei 1950. Kami pertjaja, bahwa dewan Geredja-geredja di Indonesia adalah karoenia Allah bagi kami di Indonesia sebagai soeatoe tanda keesaan Kristen jang benar menoedjoe pada pembentoekan satoe Geredja di Indonesia menoeroet amanat Jesoes Kristoes, Toehan dan Kepala Geredja, kepada oematNja, oentoek kemoeliaan nama Toehan dalam doenia ini".

 Ganti Nama 

Terjadi perubahan nama pada tahun 1984 saat Sidang Raya (SR) X di Ambon.  Peserta SR memutuskan nama DGI diubah menjadi  Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Pertimbangan peserta SR adalah,  bahwa kata "persekutuan" lebih bersifat gerejawi dibanding dengan kata "dewan". Kata "dewan", menurut mereka, lebih mengesankan kepelbagaian dalam kebersamaan antara gereja-gereja anggota, sementara "persekutuan" lebih menunjukkan keterikatan lahir-batin antara gereja-gereja dalam proses menuju keesaan.

Alasan lainnya, persekutuan merupakan istilah Alkitab yang menyentuh segi eksistensial, internal dan spiritual dari kebersamaan umat Kristiani yang satu. Sesuai dengan pengakuan PGI bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia serta Kepala Gereja, sumber Kebenaran dan Hidup, yang menghimpun dan menumbuhkan gereja sesuai dengan Firman Allah.

Maka sejak berdirinya PGI, gereja-gereja berkomitmen menyatakan diri sebagai satu gereja yang esa di Indonesia. Keesaan itu ditunjukkan melalui kebersamaan dalam kesaksian dan pelayanan, persekutuan, saling menolong dan membantu.

Beragam Latar Belakang 

Sejak awal anggota PGI  sudah  beragam latar belakang teologis, denominasi, suku, ras, tradisi budaya dan tradisi gerejawi. Tetapi kepelbagaian itu tidak lagi dilihat sebagai perbedaan yang memisahkan. Kepelbagaian itu  menjadi harta yang berharga dalam memperkaya kehidupan gereja-gereja sebagai Tubuh Kristus.

"Maka keliru kalau ada yang membuat dikotomi  (antara gereja beraliran) eukumenikal, evangelikal dan pentakostal. Ini dikotomi yang menyesatkan, karena  tidak ada gereja yang tidak eukumenikal, sekaligus juga tidak ada yang  hanya evangelikal dan pentakostal saja. Ketiga hal ini ada dalam diri setiap gereja," jelas  Pendeta Gomar Gultom.

Gedung PGI di Jalan Salemba 10, Jakarta Pusat (sumber: pgi.or.id)
Gedung PGI di Jalan Salemba 10, Jakarta Pusat (sumber: pgi.or.id)

 Dalam kerangka inilah, kata dia, PGI menjalin kerjasama dengan semua gereja yang ada di Indonesia.

"Tidak hanya dengan  PGLII dan PGPI, tetapi juga Gereja Baptist, Masehi Advent, Bala Keselamatan,  Gereja Ortodoks dan Gereja Katolik. Maka bersatulah kita dalam Forum Umat Kristen Indonesia yang kita singkat FUKRI. Forum ini tidak sekadar untuk menghadapi persoalan riil masyarakat Kristen di Indonesia saat ini, namun hakikatnya kita sebagai gereja harus bersatu. Hanya, di Fukri ini persekutuan kita didorong  oleh kesatuan iman, bukan kesatuan organisasi. Fukri ini organisme yang hidup. Jadi tidak ada pengurus Fukri," jelas Pdt Gomar. 

PGI, menurut dia, tidak bermaksud menyeragamkan gereja-gereja di Indonesia, apalagi menjadi sebuah "super church" yang mendominasi gereja-gereja anggota.

Tiga Fungsi PGI

PGI menurut Gomar Gultom memiliki sekurangnya tiga fungsi. Yakni, Pertama, sebagai forum untuk bertukar pengalaman dan informasi, bertukar sumberdaya yang ada di antara sesama sinode. Kedua, menjadi wadah kesaksian bagi gereja-gereja di Indonesia meskipun tentu saja masing-masing sinode telah memiliki cara bersaksi tersendiri.  Dan ketiga, PGI  menjadi alat bagi sinode-sinode untuk mengatakan sesuatu kepada bangsa ini.

"Pada dasarnya PGI bisa menjadi fasilitator dan  mediator," ujarnya. Saat ini ada 88 gereja anggota PGI yang beranggotakan 15 juta anggota. Keanggotaan PGI mewakili 80 persen umat Kristen Protestan di Indonesia.  (Sumber: www.pgi.or.id)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun