Tantangan berikutnya adalah menyediakan layanan untuk membantu anak korban kekerasan berupa perawatan kesehatan, dukungan psikososial, keamanan dan perlindungan hukum.
"Atas bantuan banyak pihak, sekarang sudah ada sebuah Rumah Aman untuk pemulihan korban kekerasan di dekat Kantor Dinas Sosial," jelas Sry.Â
Rumah Perlindungan Anak dan Perempuan Kabupaten Sumba Timur ini diresmikan oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA RI) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, pada Kamis (4/8/2022) lalu.
Pada kesempatan itu Bupati Sumba Timur, Khristofel Praing mengungkapkan, dalam dua tahun terakhir pada 2021 tercatat 6 kasus yakni, kekerasan rumah tangga 19 kasus, pencabulan 39 kasus, bayi yang dibuang 2 kasus, penelantaran anak 2 kasus, kekerasan fisik 2 kasus.
"Sedangkan pada tahun 2022 dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli tercatat 35 kasus yakni, KDRT 13 kasus, persetubuhan 16 kasus, kekerasan fisik 3 kasus dan penelantaran 3 kasus," ujarnya.
Pada saat yang sama, kata Sry, pemerintah harus terus melakukan sosialisasi untuk mengenali faktor penyebab terjadinya kekerasan.
Agar lembaga yang menanganinya bisa menyediakan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan luas, terampil dan bersungguh-sungguh menolong korban dengan mengambil tindakan pencegahan yang efektif.
"Pemerintah harus ambil alih apa yang sudah kami lakukan selama ini. Ketika masyarakat sudah antusias, penyedia layanan harus siap. Sumber daya manusianya diperkuat. Beberapa hari yang lalu ketika masyarakat datang bikin pengaduan di salah satu Polsek, aparatnya justru tidak siap. Mereka bilang bahwa kasus kekerasan ini delik aduan. Harus orang tua atau kerabat anak itu yang datang melaporkan. Padahal siapa saja yang menyaksikan kekerasan itu wajib melaporkannya kepada pihak berwajib sebagai saksi pelapor," kata Sry pada awal April 2022 lalu.
Infrastruktur PendukungÂ
Anto Kila, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumba Timur, saya jumpai awal April 2022, mengatakan produk hukum yang menjadi landasan kerja perlindungan anak di Sumba Timur sudah memadai. Ketika membangun kemitraan dengan Pemerintah pada tahun 2014, lahir Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak. Dari Perda ini kemudian lahir Peraturan Desa (Perdes).