Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketahanan Pangan di Sumba: Ketika Umbi-Umbian Menjadi "Juru Selamat"

30 Agustus 2022   07:44 Diperbarui: 4 September 2022   20:55 1622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi umbi gembili. Sumber: Shutterstock/Teguh Jati Prasetyo via Kompas.com

Umbi-umbian tersebut diolah di hutan atau sungai, sebelum dibawa ke rumah sebagai bahan makanan untuk keluarga.

Tapi sekarang masih adakah hutan tersisa di Kodi? Berapa luas? Bukankah sudah habis untuk membuka pemukiman baru? Maka kita boleh andaikan, mungkin sekarang orang tak lagi mencari umbi-umbian ke hutan, sebab tak ada lagi hutan yang bisa ditumbuhi tanaman ini.

Kalau orang Kodi sudah menyebut "kde'ni",  berarti di rumah sudah tak ada bahan pangan sama sekali. Dan tak hanya dilakukan sekali-dua, tetapi berkali-kali, atau bahkan setiap tahun, karena "wulla mlamba" terjadi setiap tahun dalam bulan-bulan yang sudah saya sebutkan di atas.

Apakah kde'ni tidak terhormat?  Iya! Sebab tak ada orang Kodi yang bikin pengumuman kalau pergi kde'ni ke hutan. Ia malu memberitahu. Sebab kau tahu kawan, orang Kodi ini selalu penuh gengsi. Tak ada uang atau hewan di rumah, ia tepuk dada di luaran sana. Contoh paling kasat mata kalau ia diundang ke dalam pesta adat. Ia berani berutang untuk ikut pesta, sebab malu untuk mengatakan tidak bisa ikut, atau apa kata orang nanti, kalau kita tolak undangan, padahal ia sungguh tak punya apa-apa. Setelah pesta berlalu dua-tiga hari, silahkan datang dan buktikan saja ke rumahnya.

Kdeni di kalangan warga Kodi (sumber: merahputih.com) 
Kdeni di kalangan warga Kodi (sumber: merahputih.com) 

Sependek yang saya data, di Kodi ada minimal 7 jenis umbi-umbian yang bisa dibudidayakan dan dapat menjadi bahan pangan alternatif selain beras dan jagung yakni:  Singkong, petatas (rappu), keladi, lugha'pi, uwi, dan pelbagai varian gembili dan gembolo. Mereka ini adalah sumberdaya hayati lokal yang dapat dibudidayakan (berarti ditanam secara sengaja dalam jumlah banyak) sebagai  pangan di luar beras. Dan tak perlu datangkan bibit dari luar daerah.  Sebab selalu ada di sekitar mereka. Dibudidayakan di ladang-ladang, atau di samping-samping rumah dan kampung. Setelah padi dan jagung habis dikonsumsi, masih ada umbi-umbian yang bisa menghidupi. Namun kali ini bukan melalui kde'ni ke hutan, tapi diambil dari ladang di sekitar rumah.

Caranya? Pengaruhi masyarakat untuk mulai menanam umbi-umbian lokal ini secara sengaja. Tidak sekadar satu-dua rumpun di sekitar kandang atau di pematang kebun, tetapi ratusan atau bahkan ribuan pohon.

Jika orang Kodi bisa dipengaruhi menanam umbi-umbian dalam jumlah banyak, berhektar-hektar, saya yakin masa "bulan lapar" yang selalu berulang setiap tahun akan segera dilupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun