Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

H.A. Van Dop: Orang Belanda yang Berjasa untuk Lagu Gereja Indonesia

20 Agustus 2022   19:46 Diperbarui: 21 Agustus 2022   09:48 1640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
H.A.Van Dop (Foto:Lex)

 

Apa hambatan lagu-lagu gereja di Indonesia?

Banjirnya lagu-lagu gereja, sampai meluap-luap dalam bentuk buku dan CD. Sementara fungsinya tidak terlalu jelas antara lagu ibadah dan lagu rohani umum. Secara tematik juga agak sering terlalu umum, kurang spesifik: ada lagu pujian, ada yang memohon bimbingan Tuhan, ada yang berserah begitu saja. Di manakah  relasinya dengan konteks hidup yang konkrit? Apa yang dikatakan lagu gereja terhadap kerusakan ekologi, tentang masyarakat, tentang politik dan sebagainya? Soal lain lagi adalah kurangnya masukan bagi para pengarang syair dari tanggapan teologis terhadap kenyataan sehari-hari. Lagu-lagu gereja kita belum kontekstual. Lagu-lagu sekarang (kebanyakan) sangat terpengaruh oleh arus media massa, jadi tidak nyambung dengan tradisi-tradisi dan konteks di mana kita berada, dengan segala tantangannya.

Sebenarnya apa cita-cita  Anda terhadap musik dan lagu gereja di Indonesia? 

Saya pingin sekali agar kekayaan syair (teks dan lagu) dari tradisi-tradisi kebudayaan di Indonesia dapat dipelajari dengan seriusnya bersama para ahli etnomusikologi. Bagaimana kekayaan syair itu bisa dikembangkan lebih lanjut, antara lain demi kepentingan nyanyian gereja.  Misalnya mencari  bentuk-bentuk lagu daerah yang dipakai untuk menyampaikan cerita (oleh penyanyi tunggal) yang disambut oleh hadirin dengan refrain singkat yang tetap. Bisa di alam terbuka atau dalam pendopo dan ruangan lain, tanpa atau dengan pengiringan instrumental.  Hadirin tidak perlu memakai not-not, tinggal meniru refrain singkat yang pada mulanya dilagukan oleh solis atau pemimpin nyanyian yang ahli. Cara ini membuka kemungkinan-kemungkinan baru menyanyikan mazmur dan nyanyian Alkitabiah lainnya serta cerita-cerita Alkitab dan cerita lain, doa-doa litani, unsur-unsur liturgi, improvisasi kesaksian dan pesan aktual.

***

Pandopo bercerita tentang kebiasaan menyambut tamu dengan cara bernyanyi atau bersyair dalam banyak kebudayaan daerah di Indonesia.  Menurut dia, kebiasaan itu bisa dipakai gereja dalam melagukan Kitab Mazmur misalnya, dengan iringan alat musik tradisional maupun modern.

"Kita bisa bereksperimen dengan alat-alat musik, baik tradisional kedaerahan seperti tifa, gendang, rebana, gamelan, suling, kecapi, serunai, maupun yang modern seperti piano, biola, cello, suling, gitar, trompet, hobo, klarinet dan lain-lain," kata Pandopo.

Selain itu menurut dia, pendidikan kader komponis yang mengenal musik daerah serta instrumentasinya dan segala kemungkinan modern untuk mengarang lagu-lagu gereja masa kini seperti nyanyian jemaat, solis dan paduan suara, mazmur berbalas-balasan, doa-doa. Tetapi, kata dia, lagu-lagu daerah sebaiknya jangan dulu langsung dipakai untuk kata-kata gerejawi (kontrafakt), apalagi kalau konotasinya tidak pas.  Kalau suasana sesuai, mungkin bisa, misalnya lagu cinta untuk Kidung Agung; lagu nina bobo untuk bayi Musa di peti pandan; lagu tanam padi untuk pekabaran Injil.

Unsur apa yang tidak boleh dimasukkan dalam lagu gereja?

Tentunya unsur-unsur jahat. Tetapi ingat yang jahat itu bercokol dalam hati manusia, bukan dalam alat musik tertentu atau gaya tradisi kebudayaan. Tentunya yang perlu dihindari ialah unsur-unsur yang berkonotasi negatif atau dangkal pengertiannya. Pokoknya,  kontrafakt hanya dapat dipakai apabila bentuknya mendukung makna isinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun