Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Palalangon: Kampung Kristen dengan Ironi Kemiskinan Warganya

19 Agustus 2022   18:32 Diperbarui: 19 Agustus 2022   18:49 11899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Kristen Pasundan (GKP) Palalangon (foto: lex) 

Tetapi Waduk Cirata yang elok ini menyimpan kisah kemiskinan warga. Jaraknya hanya sekitar 1 km dari Palalangon. Tetapi masyarakat Palalangon tak maksimal mendapatkan manfaat. Tidak air waduknya, tidak nilai ekonomis dari hasil penjualan ikan.

"Sebagian besar pemiliknya adalah orang dari Jakarta dan Bandung. Penduduk di sini hanya mengelola," kata Indra Khrisna, pemuda GKP Palalangon,  mashgul.

Sungguh ironis. Warga Palalangon yang tinggal di pesisir waduk justru kesulitan air di musim kemarau. Sumur-sumur mereka kering. Untuk mendapatkan air bersih mereka harus mengebor 50-75 meter dan mengangkatnya dengan jetpump.  Bagaimana dengan air waduk?

"Ada larangan dari pemerintah untuk menyalurkan air waduk ke kampung. Sementara Palalangon ini kan posisinya seperti di atas tempurung kura-kura, jad sukar untuk mendapatkan air," kata Alex Banua.

Hal ironis lainnya adalah tak banyak lagi warga Kristen Palalangon yang memiliki tanah luas. Kebiasan bertani berangsur hilang. Orang muda mereka lebih memilih bekerja ke kota. "Orang gampang sekali jual tanah di sini. Jemaat rata-rata hanya petani dan petani penggarap. Sebagian kecil lagi menjadi  pegawai swasta dan pemerintah."

***

Matahari telah rebah ke barat saat kami meninggalkan jaring-jaring apung Waduk Cirata. Senja mulai temaram. Gelap perlahan turun.

Dan saat lampu-lampu dinyalakan, waduk itu laksana dihinggapi jutaan kunang-kunang yang terbang bergerombol. Terangnya gemerlap, seperti sebuah kota,  dari atas bukit Palalangon.

"Malam-malam kalau sedang suntuk  saya sering  ke sini. Sekadar nonton lampu lalu pulang lagi ke rumah. Di sini tak ada tontonan," kata Indra Krisna.

Indra menjadi pemandu  saya. Sebelum menjelajah Waduk Cirata dengan perahu, kami berjalan kaki melewati rumah-rumah penduduk. Pada ujung kampung, pada bibir waduk kami berhenti. Indra menunjuk sebuah kawasan makam pada sisi bukit.

 "Sebagian dari makam telah ditenggelamkan untuk waduk," ujarnya. Mula-mula lahan untuk makam  seluas dua hektar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun